Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 57

tulisan arab surat albaqarah ayat 57“Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka Menganiaya kami; akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri.” (al-Baqarah: 57)
Setelah Allah mengingatkan adzab yang telah diangkat dari mereka, Dia juga mengingatkan berbagai karunia yang telah diberikan-Nya kepada mereka, Dia berfirman: wa dhalalnaa ‘alaikumul manna was salwaa (“Dan Kami naungi kamu dengan awan”). Ghamaamun jama’ dari ghamaamaatun. Disebut demikian karena ia menutupi langit. Yaitu awan putih yang menaungi mereka dari terik matahari di padang pasir. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan perawi lainnya dari Ibnu ‘Abbas.
Firman-Nya: wa anzalnaa ‘alaikummul manna (“dan Kami turunkan kepada kalian manna”) di kalangan mufassir terjadi perbedaan pendapat mengenai manna. Menurut Ali bin Thalhah, dari Ibnu Abbas, al-manna itu turun kepada mereka jatuh tepat di atas pohon, lalu mereka mendatanginya pada pagi hari dan memakannya sesuai yang mereka kehendaki.
Mujahid berkata: al-manna itu berarti getah. Sedang menurut Ikrimah, al-manna itu adalah sesuatu yang diturunkan kepada mereka semacam embun yang menyerupai sari buah kasar.
Kata as-Suddi mereka mengatakan: “Hai Musa, bagaimana kami bisa hidup disini, dimana ada makanan?” maka Allah menurunkan al-Manna kepada mereka yang turun di atas pohon jahe.
Maksudnya, penjelasan para mufassir mengenai al-manna ini saling berdekatan, ada yang menafsirkannya sebagai minuman dan juga lainnya. Yang jelas, segala sesuatu yang diberikan Allah kepada bani Israil baik berupa makanan maupun minuman dan lain sebagainya, yang mereka peroleh tanpa melalui usaha dan kerja keras.
Jadi al-Manna yang terkenal itu, jika dimakan tanpa dicampuri apa-apa maka ia berfungsi sebagai makanan dan manisan. Jika dicampur dengan air maka ia menjadi minuman yang segar. Dan jika dicampur dengan makanan lainnya maka akan menjadi yang berbeda. Namun bukan itu yang dimaksud dengan ayat tersebut di atas.
Dalil yang menjadi landasan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Sa’id bin Zaid, katanya Nabi saw. telah bersabda: “Jamur itu berasal dari Manna, dan airnya menjadi obat mata.”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan sejumlah perawi lainnya dalam kitab mereka kecuali Abu Daud. At-Tirmidzi mengatakan: “Hadits tersebut hasan shahih.” Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari riwayat al-Hakam, dari Hasan al-‘Arani dari ‘Amr bin Harits.
Sedangkan mengenai kata salwa, Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas, Salwa itu seekor burung menyerupai puyuh, mereka makan dari burung-burung itu.
Menurut Ikrimah, Salwa adalah seekor burung seperti yang ada di surga, lebih besar dari burung layang-layang dan sejenisnya.
Wahab bin Munabbih mengatakan, salwa adalah sejenis burung yang banyak dagingnya seperti burung merpati. Burung itu mendatangi mereka dan mereka mengambilnya setiap hari sabtu.
Ibnu Athiyyah mengatakan, menurut kesepakatan para mufassir, salwa itu adalah burung. Sedangkan al-Hudzali telah melakukan kekeliruan dengan menyatakan salwa itu adalah madu.
Firman-Nya: “makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu,” ini merupakan perintah yang mengandung makna pembolehan, bimbingan dan penganugerahan.
Firman Allah selanjutnya: “dan tidaklah mereka Menganiaya kami; akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri.” Artinya Kami telah memerintahkan untuk memakan makanan yang telah Kami rizkikan kepada mereka dan mereka dapat mengisi hidupnya dengan ibadah semata, sebagaimana firman-Nya: “Makanlah dari rizki Rabb-mu dan bersyukurlah kepada-Nya.” (Saba’: 15). Namun mereka melanggar dan ingkar. Dengan demikian mereka telah menganiaya diri mereka sendiri, padahal mereka menyaksikan sendiri tanda-tanda kekuasaan-Nya, berbagai penjelasan dan mukjizat yang sudah pasti, serta hal-hal yang luar biasa.
Dari keterangan di atas tampak keutamaan para shahabat Nabi Muhammad saw. atas para shahabat nabi lain dalam hal kebenaran, keteguhan, dan tidak menyusahkan dalam perjalanan yang mereka lakukan bersama beliau, ataupun di tengah peperangan. Sebagai contoh pada perang Tabuk yang sangat terik dan melelahkan. Mereka tidak meminta hal yang diluar kebiasaan serta tidak meminta pengadaan sesuatu, meskipun hal itu sangat mudah bagi Rasulullah. Setelah benar-benar dililit rasa lapar, barulah mereka minta untuk diperbanyak jatah makanan mereka, dengan mengumpulkan semua yang ada pada mereka. Lalu terkumpullah setinggi kambing yang sedang menderum. Selanjutnya beliau berdoa kepada Allah memohon berkah atasnya.
Setelah itu beliau menyuruh mereka untuk memenuhi wadah mereka masing-masing. Demikian juga ketika mereka membutuhkan air, Nabi memohon kepada Allah, maka datanglah kepada mereka awan, lalu Dia menurunkan hujan, hingga akhirnya mereka minum dan memberi minum untanya dari air tersebut. Selain itu mereka juga memenuhi tempat minum mereka. Ketika mereka perhatikan, hujan itu tidak melampaui rombongan itu.
Inilah sikap yang paling sempurna bagi seorang pengikut sabar dalam menghadapi ketentuan Allah dan dalam mengikuti Rasulullah saw. 


EmoticonEmoticon