Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nisaa’ ayat 103-104

tulisan arab alquran surat an nisaa' ayat 103-104“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, diwaktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesunggubnya shalat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. 4:103) Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana. (QS. 4:104)” (an-Nisaa’: 103-104)
Allah memerintahkan banyak berdzikir setelah shalat khauf, dzikir tetap disyari’atkan dan dianjurkan setelah shalat lainnya. Akan tetapi di sini lebih ditekankan karena adanya keringanan dalam rukun-rukunnya serta keringanan pada posisi maju mundurnya dan gerakan lain yang tidak ada pada selain shalat khauf. Sebagaimana firman Allah tentang bulan-bulan haram: “Maka janganlah kamu menganiaya dirimu dalam bulan yang empat itu”. (QS. At-Taubah: 36).
Sekalipun hal-hal tersebut dilarang pada bulan-bulan lain, akan tetapi pada bulan-bulan haram lebih ditekankan lagi, karena sangat terhormat dan agungnya bulan-bulan itu. Untuk itu Allah berfirman: fa idzaa qadlaitumush shalaata fadzkurullaaHa qiyaamaw wa qu’uudaaw wa ‘alaa junuubikum (“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat[mu], ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaringmu.”) Yaitu dalam seluruh kondisi kalian.
Kemudian Allah berfirman: fa idzath-ma’nantum (“Kemudian jika kamu telah merasa aman”.) Yaitu, jika kalian telah aman dan hilang perasaan serta telah tercapai ketenangan. Fa aqiimush shalaata (“Maka dirikanlah shalat”) yakni sempurnakanlah dan dirikanlah sesuai yang diperintahkan kepada kalian dengan batasan-batasannya, khusyu’, ruku’, sujud dan seluruh urusannya.
Firman-Nya: innash shalaata kaanat ‘alal mu’miniina kitaabam mauquutan (“Sesungguhnya shalat itu alah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”)
Ibnu’Abbas berkata: “Yaitu difardhukan.” Dia berkata pula: “Sesungguhnya shalat memiliki waktu seperti waktu haji.” `Abdurrazzaq mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud berkata: “Sesungguhnya shalat memiliki waktu seperti waktu haji.”
Sedangkan tentang firman Allah: wa laa taHinuu fibtighaa-il qaumi (“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka.”) Dia berkata, yaitu janganlah kalian lemah dalam mencari musuh-musuh kalian. Tapi bersungguh-sungguhlah, perangilah mereka dan tunggulah mereka di setiap pelosok.
In takuunuu ta’lamuuna fa innaHum ya’lamuuna kamaa ta’lamuun (“Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan [pula] sebagaimana kamu menderitanya.”) sebagaimana kalian terkena luka dan kematian, demikian pula mereka. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Jika kamu [pada perang Uhud] mendapat luka, maka sesungguhnya kaum [kafir] itu pun [pada perang Badar] mendapat luka yang serupa” (QS. Ali-‘Imran: 140).
Kemudian Allah berfirman: wa tarjuuna minallaaHi maa laa yarjuuna (“Sedangkan kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan “) Kalian dan mereka sama saja dalam hal apa yang menimpa kalian, seperti luka-luka dan cacat. Akan tetapi, kalian mempunyai harapan meraih pahala, pertolongan dan dukungan dari Allah, sebagaimana yang dijanjikan kepada kalian di dalam Kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya, itulah janji yang benar dan berita yang jujur. Sedangkan mereka tidak mengharapkan apa pun. Maka kalian lebih utama dengan jihad dari mereka dan lebih antusias dibandingkan mereka, dalam menegakkan kalimat Allah dan meninggikannya.
Wa kaanallaaHu ‘aliiman hakiiman (“Dan adalah Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana,”) yaitu Allah lebih mengetahui dan lebih bijaksana pada apa yang ditentukan, diputuskan, dilaksanakan dan dijalankan-Nya berupa hukum-hukum alam dan syari’at-Nya. Dan Dia Mahaterpuji atas semua keadaan.


EmoticonEmoticon