Tafsir Ibnu Katsir Surah Ali ‘Imraan ayat 165-168

Surah Madaniyyah; surah ke 3: 200 ayat
tulisan arab alquran surat ali imraan ayat 165-168“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah: ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali ‘Imraan: 165) Dan apa yang menimpamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman. (QS. Ali ‘Imraan: 166) Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: “Marilah berperang dijalan Allah atau pertahankanlah (dirimu).’ Mereka berkata: ‘Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikutimu.’ Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. (QS. Ali ‘Imraan: 167) Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang: ‘Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh “. Katakanlah: ‘Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar.’” (QS. Ali ‘Imraan:168)
Allah berfirman, a wa lammaa ashaabaatkum mushiibatun (“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah.”) Yaitu musibah yang menimpa kalian pada waktu perang Uhud, dengan terbunuhnya 70 orang dari kaum muslimin. Qad ashab-tum mits-laiHaa (“Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu.”) Yaitu pada perang Badar, di mana mereka (para Sahabat) berhasil membunuh 70 orang-orang musyrik dan menawan 70 orang lainnya. Kemudian kalian berkata, “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” artinya, dari mana musibah yang menimpa kami ini? Qul Huwa min ‘indi anfusikum (“Katakanlah, ‘Itu dari [kesalahan] dirimu sendiri.”)
Ibnu Abi Hatim berkata, telah menceritakan kepada kami Simak al-Hanafi Abu Zumail, telah menceritakan kepadaku Ibnu ‘Abbas, telah menceritakan kepadaku ‘Umar bin al-Khaththab, ia berkata, pada waktu perang Uhud yang terjadi setahun kemudian, (setelah perang Badar.’-) mereka diberi hukuman atas apa yang mereka perbuat pada waktu perang Badar, di mana mereka mengambil fida’ (barang tebusan) akibatnya 70 orang dari mereka (Sahabat) terbunuh, sebagian Sahabat Rasulullah melarikan diri, dan beliau sendiri mengalami tanggal gigi serinya, pecah topi baja yang ada di kepalanya dan mengalir darah dari wajahnya. Maka Allah menurunkan ayat yang artinya: “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat pada musuh-musuhmu (pada perang Badar) kamu berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Dengan pengambilan tebusan oleh kalian.
Demikianlah yang diriwayatkan Imam Ahmad dengan matan yang lebih panjang lagi. Demikian pula yang dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata, Jibril pernah datang kepada Nabi seraya berkata, “Hai Muhammad, sesungguhnya Allah tidak menyukai apa yang dilakukan oleh kaummu dalam mengambil (tebusan) para tawanan. Dia telah memerintahkanmu untuk memberikan dua pilihan kepada mereka (Sahabat); Mereka memenggal kepala-kepala mereka (Para tawanan), atau mereka mengambil fida’ (tebusan), tetapi sebagai akibatnya, kelak akan terbunuh di antara mereka sejumlah mereka (para tawanan yang ditebus).”
Maka Rasulullah memanggil para Sahabat dan mengingatkan hal itu kepada mereka, ketika mereka berkata, “Ya Rasulullah, demi keluarga dan saudara-saudara kami, lebih baik kita mengambil tebusan mereka sehingga akan memperkuat kita dalam memerangi musuh kita, dan kita juga dapat memantau jumlah mereka, dan dalam hal itu kami tidak memaksa.” Maka akhirnya 70 orang dari mereka (kaum muslimin) terbunuh sama dengan jumlah tawanan pada perang Badar.
Demikian yang diriwayatkan Imam an-Nasa’i dan at-Tirmidzi dari hadits Abu Dawud al-Hafri. Selanjutnya Imam at-Tirmidzi berkata hadits ini hasan gharib, kami tidak mengetahui kecuali dari Ibnu Abi Zaidah.
Mengenai firman-Nya: Qul Huwa min ‘indi anfusikum (“Katakanlah, ‘Itu dari [kesalahan] dirimu sendiri.”) Muhammad bin Ishaq, Ibnu Jarir, ar-Rabi’ bin Anas dan as-Suddi berkata, yaitu disebabkan oleh pelanggaran yang mereka lakukan terhadap perintah Rasulullah, ketika beliau memerintahkan mereka untuk tidak beranjak dari posisi mereka, namun mereka para pemanah melanggar perintah tersebut. innallaaHa ‘alaa kulli syai-in qadiir (“Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”) Artinya, Dia dapat berbuat apa saja yang Dia kehendaki serta menetapkan apa yang dikehendaki-Nya pula, tidak ada yang dapat menolak keputusan-Nya.
Setelah itu Allah berfirman: wa maa ashaabakum yaumal taqal jam-‘aani fa bi-idznillaaHi (“Apa yang menimpamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka [kekalahan] itu adalah dengan izin [takdir] Allah.”) Yaitu, pelarian kalian dari hadapan musuh-musuh kalian dan keberhasilan mereka membunuh dan melukai sebagian dari kalian, itu merupakan qadha dan takdir Allah. Dan pada kejadian tersebut Allah memiliki hikmah. Wa liya’lamal mu’miniin (“Dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman.”) Yaitu, orang-orang yang bersabar, teguh dan tidak tergoyahkan.
“Dan supaya Allah mengetahui siapa orang- orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan, ‘Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu). ‘Mereka berkata, ‘Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikutimu.”) Yang dimaksudkan adalah para Sahabat ‘Abdullah bin Ubay bin Salul yang bersamanya mereka kembali pulang saat di tengah perjalanan, lalu mereka dijemput oleh beberapa orang-orang mukmin untuk mengajak mereka kembali membantu berperang.
Oleh karena itu, Allah berfirman: awidfa-‘uu (“Atau pertahankanlah [dirimu].”) Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, adh-Dhahhak, Abu Shalih, al-Hasan al-Bashri dan as-Suddi berkata, “Artinya, perbanyaklah jumlah kaum muslimin.” Al-Hasan bin Shalih berkata: “Pertahankanlah melalui do’a.” Sedangkan yang lainnya berkata, “Tetaplah bersiap siaga.”
Setelah itu mereka mencari alasan: lau na’lamu qitaalal lattaba’naakum (“Sekiranya kami mengetahui akan terjadinya peperangan, tentulah kami mengikutimu.”) Mujahid berkata, mereka menuturkan, “Seandainya saja kami mengetahui bahwa kalian akan berperang, niscaya kami akan ikut bersama kalian. Namun ternyata kalian tidak berperang.”
Allah berfirman: Hum lilkufri yauma-idzin aq-rabu minHum lil iimaan “Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan.”) Dengan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan seseorang dapat berubah-ubah, bisa lebih dekat dengan kekufuran atau lebih dekat dengan keimanan. Hal itu sebagaimana yang difirmankan-Nya, “Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan.”
Selanjutnya Allah berfirman, yaquuluuna bi afwaaHiHim maa laisa fii quluubiHim (“Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya.”) Yakni mereka mengucapkan suatu perkataan tetapi mereka tidak beri’tikad terhadap kebenarannya. Di antara ucapan mereka itu adalah “Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikutimu.” Mereka secara pasti telah mengetahui bahwa pasukan orang-orang musyrik telah datang dari negeri yang jauh untuk membalas dendam kepada kaum muslimin atas terbunuhnya tokoh-tokoh dan para pemuka mereka pada waktu perang Badar. Jumlah mereka beberapa lipat dari jumlah kaum muslimin, dan dipastikan di antara mereka akan terjadi perang.
Oleh karena itu Allah berfirman: wallaaHu a’lamu bimaa yaktumuun (“Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.”)
Setelah itu Allah berfirman: alladziina qaaluu li-ikhwaaniHim wa qa’aduu lau athaa’uunaa maa qutiluu (“Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang, ‘Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh.’”) Artinya, seandainya mereka mendengar hasil musyawarah kita terdahulu dengan mereka, yaitu tetap tinggal di Madinah serta tidak pergi menghadapi musuh, niscaya mereka tidak akan terbunuh bersama mereka yang terbunuh.
Allah berfirman: qul fad-ra-uu an anfusikumul mauta in kuntum shaadiqiin (“Katakanlah, ‘Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang orang yang benar.’”) Jika ketidak pergian itu dapat menyelamatkan seseorang dari terbunuh dan kematian, maka seharusnya kalian juga tidak akan mati. Sedangkan kematian merupakan suatu keharusan yang pasti menjemput kalian meskipun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kuat. Maka tolaklah kematian itu dari diri kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar.
Mujahid meriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata, “Ayat ini turun sehubungan dengan ‘Abdullah bin Ubay bin Salul dan rekan-rekannya.


EmoticonEmoticon