Surah Madaniyyah; surah ke 5: 120 ayat
“19. Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari’at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) Rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: “tidak ada datang kepada Kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan”. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (al-Maa-idah: 19)
Allah berfirman ditujukan kepada ahlul Kitab dari kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani bahwa Allah telah mengutus Rasul-Nya, Muhammad saw. kepada mereka, penutup para nabi, yang tidak ada seorang Nabi atau Rasul pun setelahnya, bahkan ia adalah penutup bagi seluruh Nabi. Oleh karena itu, Allah berfirman: ‘alaa fatratim minar rusuli (“Ketika terputus [pengutusan] Rasul-Rasul.”) yaitu setelah beberapa lama jangka waktu antara pengutusan beliau dan pengutusan ‘Isa bin Maryam.
Para ulama berbeda pendapat tentang perkiraan waktu tersebut, berapa lama masa tersebut? Yang masyhur adalah enam ratus tahun. Tetapi, ada juga ulama yang menyatakan masa itu adalah 620 tahun. Namun, antara keduanya tidak ada pertentangan karena yang menyatakan 600 tahun itu menggunakan hitungan tahun Syamsyiyah, sedangkan yang kedua menggunakan hitungan tahun Qamariyah. Antara setiap seratus tahun Syamsyiyah dan seratus tahun Qamariyyah mempunyai selisih tiga tahun.
Oleh karena itu dalam surah al-Kahfi Allah berfirman yang artinya: “Dan mereka tinggal di dalam gua mereka selama tigaratus dan ditambah sembilan tahun [lagi].” (al-Kahfi: 25) yaitu sembilan tahun menurut hitungan tahun Qamariyah untuk melengkapi tiga ratus tahun syamsyiyah yang sudah diketahui oleh ahlul kitab. (Berdasarkan penyelidikan perhitungan ilmu falak bahwa hijrah Nabi saw. terjadi pada tahun 622 [kelahiran] Masehi. Adapun pengangkatan menjadi Rasul terjadi 10 tahun sebelum hijrah, terhitung sejak dakwah jahriyyah, maka hal ini mendekati apa yang menjadi pendapat penulis ini).
Jarak waktu antara Isa bin Maryam sebagai Nabi terakhir dari kalangan Bani Israil dan Muhammad, penutup para Nabi adalah seperti yang ditegaskan dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku adalah orang paling dekat dengan putra Maryam. Karena antara diriku dengannya tidak ada seorang Nabi pun.”
Dalam hadits tersebut terdapat bantahan terhadap orang-orang yang mengaku bahwa ada seorang Nabi yang diutus setelah ‘Isa yang bernama Khalid bin Sinan, sebagaimana diceritakan oleh al-Qudha’i dan yang lainnya.
Maksud ayat tersebut adalah, Allah swt mengutus Muhammad saw. pada masa terputusnya pengutusan para Rasul, terjadi kebuntuan jalan, berubahnya agama, dan banyaknya orang yang menyembah berhala, menyembah api dan menyembah salib. Kehadiran Nabi Muhammad saw. merupakan nikmat yang paling sempurna. Kebutuhan akan kehadiran beliau merupakan persoalan umum. Karena kerusakan telah meluas ke seluruh belahan dunia, kesewenang-wenangan dan kebodohan pun telah demikian tampak jelas pada hampir semua orang, kecuali sebagian kecil saja yang berpegang pada sisa-sisa ajaran Nabi-Nabi terdahulu, yaitu sebagian dari kalangan pendeta Yahudi, para ahli ibadah agama Nasrani, dan kaum Shabi-in. Sedangkan agama itu sendiri telah menjadi kabur ajarannya bagi penghuni bumi secara keseluruhan sehingga Allah mengutus Muhammad saw. Maka Allah pun memberikan petunjuk kepada umat manusia. Dan dengan kehadiran beliau, Allah Ta’ala mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, serta meninggalkan mereka di atas jalan yang putih bersih dan syariat yang terang.
Oleh karena itu Allah berfirman: an taquuluu maa jaa-anaa mim basyiiriw wa laa nadziir (“Agar kamu tidak mengatakan: ‘Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan.’”) maksudnya agar kalian tidak berhujjah dan berkata: “Hai orang-orang yang mengubah dan mengganti agama mereka, tidak ada seorang Rasulpun yang datang kepada kami yang menyampaikan kabar gembira dengan kebaikan dan memperingatkan dari keburukan.” Maka sunguh telah datang kepada kalian seorang penyampai berita gembira dan pemberi peringatan, yaitu Muhammad saw.
Mengenai firman Allah: wallaaHu ‘alaa kulli syai-in qadiir (“Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu,”) Ibnu Jarir mengatakan: “Makna penggalan ayat tersebut adalah: ‘Sesungguhnya, Aku mampu memberikan hukuman kepada orang yang durhaka kepada-Ku dan memberikan pahala kepada orang-orang yang taat kepada-Ku.”
EmoticonEmoticon