“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil melalui lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong Dengan orang-orang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrik itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” (al-Maa-idah: 78-81)
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia telah melaknat orang-orang kafir dari kaum Bani Israil dalam masa yang cukup lama, yaitu melalui apa yang Dia turunkan kepada nabi-Nya, yaitu Nabi Daud a.s.; dan melalui lisan Isa putra Maryam, karena mereka durhaka kepada Allah dan bertindak sewenang-wenang terhadap makhlukNya.
Al-Aufi menceritakan dari Ibnu Abbas, bahwa mereka dilaknat dalam Taurat, Injil, Zabur, dan AlFurqan (AlQur’an). Kemudian Allah menjelaskan perihal yang biasa mereka lakukan di masanya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
Kaanuu laa yatanaaHauna ‘am munkarin fa’aluuHu, labi’sa maa kaanuu yaf’aluun (“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.”) (Al-Maidah: 79)
Yakni satu sama lainnya tidak mau melarang perbuatan-perbuatan dosa dan haram yang mereka perbuat. Kemudian Allah mencela mereka atas perbuatan itu agar dijadikan pelajaran dan peringatan bagi yang lainnya untuk tidak melakukan perbuatan yang semisal. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
labi’sa maa kaanuu yaf’aluun (“Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.”) (Al-Maidah: 79)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Syarik ibnu Abdullah, dari Ali ibnu Bazimah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pemah bersabda:
“Ketika kaum Bani Israil tenggelam ke dalam perbuatan-perbuatan maksiat, maka para ulamanya mencegah mereka, tetapi mereka tidak mau berhenti. Lalu para ulama mereka mau duduk bersama dengan mereka dalam majelis-majelis mereka.”
“Ketika kaum Bani Israil tenggelam ke dalam perbuatan-perbuatan maksiat, maka para ulamanya mencegah mereka, tetapi mereka tidak mau berhenti. Lalu para ulama mereka mau duduk bersama dengan mereka dalam majelis-majelis mereka.”
Yazid mengatakan bahwa menurutnya Syarik ibnu Abdullah mengatakan, “Di pasar-pasar mereka, dan bermuamalah dengan mereka serta minum bersama mereka. Karena itu, Allah memecah-belah hati mereka, sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain; dan Allah melaknat mereka melalui lisan Nabi Daud dan Nabi Isa ibnu Maryam.”
Dzaalika bimaa ‘ashau wa kaanuu ya’taduun (“Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.”) (Al-Maidah: 78)
Pada mulanya Rasulullah Saw. bersandar, lalu duduk dan bersabda: “Tidak, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sebelum kalian menyeret mereka kepada perkara yang hak dengan sebenar-benarnya.”
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad An-Nafili, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Rasyid, dari Ali ibnu Bazimah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas’ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
“Sesungguhnya kekurangan yang mula-mula dialami oleh kaum Bani Israil ialah bilamana seorang lelaki bertemu dengan lelaki lain (dari kalangan mereka), maka ia berkata kepadanya, ‘Hai kamu, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah dosa yang kamu lakukan itu, sesungguhnya perbuatan itu tidak halal bagimu.’ Kemudian bila ia menjumpainya pada keesokan harinya, maka hal tersebut tidak mencegahnya untuk menjadi teman makan, teman minum, dan teman duduknya. Setelah mereka melakukan hal tersebut, maka Allah memecah-belah hati mereka; sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain.”
Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: lu-‘inal ladziina kafaruu mim banii israa-iila ‘alaa lisaani daawuuda wa ‘iisabni maryama. (“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil melalui lisan Daud dan Isa putra Maryam.”) (Al-Maidah: 78) sampai dengan firman-Nya:
Faasiquun (“orang-orang yang fasik.”) (Al-Maidah: 81)
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak, demi Allah, kamu harus amar ma’ruf dan nahi munkar, dan kamu harus mencegah perbuatan orang yang zalim, membujuknya untuk mengikuti jalan yang benar atau kamu paksa dia untuk mengikuti jalan yang benar.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Majali melalui jalur Ali ibnu Bazimah dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib. Kemudian dia dan Ibnu Majah meriwayatkannya pula melalui Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Ali ibnu Bazimah dari Abu Ubaidah secara mursal.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj dan Harun ibnu Ishaq Al-Hamdani; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad Al-Muharibi, dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Abdullah ibnu Amr ibnu Murrah, dari Salim Al-Aftas, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas’ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
“Sesungguhnya seorang lelaki dari kalangan kaum Bani Israil apabila melihat saudaranya sedang melakukan dosa, maka ia melarangnya dari perbuatan dosa itu dengan larangan yang lunak Dan apabila keesokan harinya apa yang telah ia lihat kemarin darinya tidak mencegahnya untuk menjadi teman makan, teman bergaul, dan teman muamalahnya.”
Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Harun disebutkan, “Dan teman minumnya.” Akan tetapi, keduanya sepakat dalam hal matan berikut, yaitu:
“Setelah Allah melihat hal tersebut dari mereka, maka Dia memecah-belah hati mereka, sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain; dan Allah melaknat mereka melalui lisan Daud dan Isa ibnu Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.”
“Setelah Allah melihat hal tersebut dari mereka, maka Dia memecah-belah hati mereka, sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain; dan Allah melaknat mereka melalui lisan Daud dan Isa ibnu Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.”
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya, kalian harus beramar ma ‘ruf dan nahi munkar, dan kalian harus memegang tangan orang yang jahat, lalu kalian paksa dia untuk tunduk kepada perkara yang hak dengan sebenar-benarnya. Atau Allah akan memecah-belah hati sebagian dari kalian atas sebagian yang lain, atau Allah akan melaknat kalian seperti Dia melaknat mereka.”
Konteks ini ada pada Abu Sa’id. Demikianlah menurut Ibnu Abu Hatim dalam riwayat hadis ini.
Imam Abu Daud telah meriwayatkannya pula dari Khalaf ibnu Hisyam, dari Abu Syihab Al-Khayyat, dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Amr ibnu Murrah, dari Salim (yaitu Ibnu Ajian Al-Aftas), dari Abu Ubaidah ibnu Abdullah ibnu Mas’ud, dari ayahnya, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal. Kemudian Abu Daud mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Khalid dari Al-Ala, dari Amr ibnu Murrah dengan sanad yang sama.
Al-Muharibi meriwayatkannya dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Abdullah ibnu Amr ibnu Murrah, dari Salim Al-Aftas, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah (Ibnu Mas’ud).
Guru kami, AlHafiz Abui Hajjaj Al-Mazi, mengatakan bahwa Khalid ibnu Abdullah Al-Wasiti telah meriwayatkannya dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari Abu Musa.
Hadishadis yang menerangkan tentang amar ma ‘ruf dan nahi munkar banyak sekali jumlahnya. Berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya yang berkaitan dengan tafsir ayat ini. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis Jabir, yaitu pada tafsir firman-Nya:
“Mengapa orang-orang ‘alim mereka dan pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka.” (Al-Maidah: 63) Dan kelak akan disebutkan hadis Abu Bakar AsSiddiq dan Abu Sa’labah Al-Khusyani pada tafsir firmanNya:
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk.” (Al-Maidah: 105)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja’far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Abu Amr, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhali, dari Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Nabi Saw. telah
bersabda:
bersabda:
“Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya….. melarang terhadap kemungkaran, ataukah benar-benar dalam waktu yang dekat Allah akan menimpakan suatu siksaan dari sisi-Nya kepada kalian, kemudian kalian benar-benar berdoa memohon kepadaNya, tetapi Dia tidak memperkenankan bagi kalian.”
Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ali ibnu Hajar, dari Ismail ibnu Ja’far dengan sanad yang sama, lalu Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Abu Abdullah —yaitu Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah— mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah ibnu Hisyam, dari Hisyam ibnu Sa’d, dari Amr ibnu Usman, dari Asim ibnu Umar ibnu Usman, dari Urwah, dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
“Beramar ma’rufIah dan bernahi munkarlah kalian sebelum (tiba masanya) kalian berdoa, lalu tidak diperkenankan bagi kalian.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara munfarid, dan Asim orangnya tidak dikenal. Di dalam kitab Sahih melalui Al-A’masy, dari Ismail ibnu Raja, dari ayahnya, dari Abu Sa’id dan dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abu Sa’id Al-Khudri disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pemah bersabda:
“Barang siapa dari kalangan kalian melihat perkara mungkar (dikerjakan), hendaklah ia mencegahnya dengan tangan (kekuasaan)nya. Jika ia tidak mampu, cegahlah dengan lisannya. Dan jika ia tidak mampu, hendaklah hatinya mengingkarinya; yang demikian itu merupakan iman yang paling lemah. (Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Saif (yaitu Ibnu Abu Sulaiman); ia pernah mendengar Addi ibnu Addi Al-Kindi menceritakan dari Mujahid, telah menceritakan kepadanya seorang maula (bekas budak) kami, bahwa ia pernah mendengar kakek —yakni Addi ibnu Umairah r.a.— menceritakan hadis berikut, bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak mengazab orang awam karena perbuatan orang-orang khusus sebelum mereka (orang-orang khusus) melihat perkara mungkar dikerjakan di hadapan mereka, sedangkan mereka berkemampuan untuk mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya. Maka apabila mereka berbuat demikian, barulah Allah mengazab orang-orang khusus dan orang-orang awam.”
Kemudian Ahmad meriwayatkannya dari Ahmad ibnul Hajjaj, dari Abdullah ibnul Mubarak, dari Saif ibnu Abu Sulaiman, dari Isa ibnu Addi Al-Kindi yang mengatakan, “Telah menceritakan kepadaku seorang maula kami yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar kakekku mengatakan bahwa kakek pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, (lalu ia menuturkan hadis ini). Demikianlah menurut riwayat Imam Ahmad dari dua jalur tersebut.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Ala, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Al-Mugirah ibnu Ziyad Al-Mausuli, dari Addi ibnu Addi, dari Al-Urs (yakni Ibnu Umairah), dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
“Apabila perbuatan dosa dilakukan di bumi, maka orang yang menyaksikannya lalu membencinya —dan di lain waktu beliau mengatakan bahwa lalu ia memprotesnya— maka kedudukannya sama dengan orang yang tidak menyaksikannya Dan barang siapa yang tidak menyaksikannya, tetapi ia rela dengan perbuatan dosa itu, maka kedudukannya sama dengan orang yang menyaksikannya (dan menyetujuinya).
Hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara munfarid. Kemudian Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Yunus, dari Abu Syihab, dari Mugirah ibnu Ziyad, dari Addi ibnu Addi secara mursal.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb dan Hafs ibnu Umar; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Syu’bah—berikut ini adalah lafaznya—, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi yang mengatakan, telah menceritakan kepadaku orang yang pernah mendengar dari Nabi Saw. Dan Sulaiman mengatakan, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
“Manusia tidak akan binasa sebelum mereka mengemukakan alasannya atau diri mereka dimaafkan.”
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid ibnu Jad’an, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. berdiri melakukan khotbahnya, antara lain beliau Saw. mengatakan:
“Ingatlah, jangan sekali-kali seorang lelaki merasa enggan karena takut kepada manusia (orang lain) untuk mengatakan perkara yang hak jika ia mengetahuinya.”
Abu Nadrah melanjutkan kisahnya, “Setelah mengemukakan hadis ini Abu Sa’id menangis, lalu berkata, ‘Demi Allah, kami telah melihat banyak hal, tetapi kami takut (kepada orang lain)’.”
Di dalam hadis Israil, dari Atiyyah, dari Abu Sa’id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Jihad yang paling utama ialah perkataan yang hak di hadapan sultan yang zalim.” (Hadis riwayat Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah)
Imam Turmuzi mengatakan bahwa bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat hasan garib.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rasyid ibnu Sa’id Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Abu Galib, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa seorang lelaki menghadap kepada Rasulullah Saw. ketika beliau berada di jumrah pertama, lalu lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, apakah jihad yang paling utama itu?”
Rasulullah Saw. diam, tidak menjawab. Ketika beliau Saw. melempar jumrah kedua, lelaki itu kembali bertanya, tetapi Nabi Saw, tetap diam. Setelah Nabi Saw. melempar jumrah ‘aqabah, lalu meletakkan kakinya pada pijakan pelana kendaraannya untuk mengendarainya, maka beliau bertanya, “Di manakah orang yang bertanya tadi?” Lelaki itu menjawab, “Saya, wahai Rasulullah,” Rasulullah Saw. bersabda: “Kalimah hak yang diucapkan di hadapan penguasa yang sewenang-wenang.” (Hadis diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah secara munfarid).
Rasulullah Saw. diam, tidak menjawab. Ketika beliau Saw. melempar jumrah kedua, lelaki itu kembali bertanya, tetapi Nabi Saw, tetap diam. Setelah Nabi Saw. melempar jumrah ‘aqabah, lalu meletakkan kakinya pada pijakan pelana kendaraannya untuk mengendarainya, maka beliau bertanya, “Di manakah orang yang bertanya tadi?” Lelaki itu menjawab, “Saya, wahai Rasulullah,” Rasulullah Saw. bersabda: “Kalimah hak yang diucapkan di hadapan penguasa yang sewenang-wenang.” (Hadis diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah secara munfarid).
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair dan Abu Mu’awiyah, dari AlA’masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abui Buhturi, dari Abu Sa’id yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
“Janganlah seseorang di antara kalian menghina dirinya sendiri.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang di antara kami menghina dirinya sendiri? ” Rasulullah Saw. menjawab, “(Bila) ia melihat suatu urusan menyangkut Allah yang harus diluruskannya, kemudian ia tidak mau mengatakannya. Maka kelak di hari kiamat Allah akan berfirman kepadanya, ‘Apakah yang menghalang-halangi kamu untuk mengatakan hal yang benar mengenai Aku dalam masalah anu, anu, dan anu?’ Maka ia menjawab, ‘Takut kepada manusia (orang lain).’ Maka Allah berfirman, ‘Sebenarnya Akulah yang harus engkau takuti’.”
(Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini secara munfarid.)
(Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini secara munfarid.)
Ibnu Majah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdur Rahman Abu Jiwalah, telah menceritakan kepada kami Nahar Al-Abdi; ia pernah mendengar Abu Sa’id Al-Khudri mengatakan bahwa ia pemah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah menanyai hamba-hambaNya di hari kiamat, sehingga Dia mengatakan, “Apakah yang menghalang-halangimu ketika kamu melihat perkara mungkar untuk mengingkarinya?”
Apabila Allah telah mengajarkan kepada seorang hamba alasan yang dikemukakannya, maka hamba itu berkata, “Wahai Tuhanku, saya berharap kepada-Mu dan saya tinggalkan manusia.”
(Hadis ini pun diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara munfarid, dan sanadnya boleh dipakai.)
Apabila Allah telah mengajarkan kepada seorang hamba alasan yang dikemukakannya, maka hamba itu berkata, “Wahai Tuhanku, saya berharap kepada-Mu dan saya tinggalkan manusia.”
(Hadis ini pun diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara munfarid, dan sanadnya boleh dipakai.)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Asim, dari Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Al-Hasan, dari Jundub, dari Huzaifah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
“Tidak layak bagi seorang muslim menghina dirinya sendiri.” Ketika ditanyakan, “Bagaimanakah seseorang dapat menghina dirinya sendiri? ” Nabi Saw. bersabda, “Melibatkan dirinya ke dalam bencana yang tidak mampu dipikulnya.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah, semuanya dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Amr ibnu Asim dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan, hadis ini (kalau bukan) hasan (berarti) gharib.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami AI-Abbas ibnul Walid Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Yahya ibnu Ubaid Al-Khuza’i, telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abu Ma’bad Hafs ibnu Gailan Ar-Ra’ini, dari Makhul, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa pernah ditanyakan, “Wahai Rasulullah, bilakah amar ma’ruf dan nahi munkar ditinggalkan?” Maka Rasulullah Saw. menjawab: “Apabila muncul di kalangan kalian hal-hal yang pemah muncul di kalangan umat sebelum kalian.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang pemah muncul di kalangan umat-umat sebelum kami?” Rasulullah Saw. bersabda: “Kerajaan (kekuasaan) di tangan orang-orang kecil kalian, perbuatan keji dilakukan di kalangan para pembesar kalian, dan ilmu berada di tangan orang-orang rendah kalian.”
Zaid mengatakan sehubungan dengan makna sabda Nabi Saw. yang mengatakan: “Dan ilmu di tangan orang-orang rendah kalian.”
Makna yang dimaksud ialah bilamana ilmu dikuasai oleh orang-orang yang fasik. Hadis diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah secara munfarid.
Makna yang dimaksud ialah bilamana ilmu dikuasai oleh orang-orang yang fasik. Hadis diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah secara munfarid.
Dan di dalam hadis Abu Sa’labah yang akan diketengahkan dalam tafsir firmanNya: “tiada orang yang sesat saat itu akan memberi mudarat kepada kalian, apabila kalian telah mendapat petunjuk (Al-Maidah: 105) terdapat bukti yang memperkuat hadis ini.
Firman Allah Swt.: taraa katsiiram minHum yatawallaunal ladziina kafaruu (“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang kafir [musyrik]”). (Al-Maidah: 80)
Menurut Mujahid, mereka adalah orang-orang munafik.
Firman Allah Swt.: labi’sa maa qaddamat laHum anfusuHum (“Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka.”) (Al-Maidah: 80)
Yang dimaksud dengan hal tersebut ialah mereka berpihak kepada orang-orang kafir dan meninggalkan orang-orang mukmin, yang akibatnya hati mereka menjadi munafik dan Allah murka terhadap mereka dengan murka yang terus-menerus sampai hari mereka dikembalikan kepadaNya. Karena itulah disebutkan oleh firmanNya:
An sakhithallaaHu ‘alaiHim (“yaitu kemurkaan Allah kepada mereka.”) (Al-Maidah: 80)
Ayat ini mengandung pengertian sebagai celaan terhadap perbuatan mereka itu. Selanjutnya Allah Swt. memberitahukan bahwa mereka mengalami nasib berikut:
Wa fil ‘adzaabi Hum khaaliduun (“dan mereka akan kekal dalam siksaan.”) (Al-Maidah: 80)
Yakni kelak di hari kiamat.
Yakni kelak di hari kiamat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ali, dari Al-A’masy dengan sanad yang disebutkannya:
“Hai semua orang muslim, jauhilah oleh kalian perbuatan zina,….. perkara; tiga di dunia, dan tiga lagi di akhirat. Adapun di dunia, maka sesungguhnya perbuatan zina itu dapat menghapuskan ketampanan (kewibawaan), mengakibatkan kefakiran, dan mengurangi umur. Adapun yang di akhirat, maka sesungguhnya perbuatan zina itu memastikan murka Tuhan, hisab yang buruk dan kekal dalam neraka.”
Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firmanNya: labi’sa maa qaddamat laHum anfusuHum An sakhithallaaHu ‘alaiHim Wa fil ‘adzaabi Hum khaaliduun (“Sesungguhnya amat buruklah apayang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.” (Al-Maidah: 80)
Hal yang sama telah diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui jalur Hisyam ibnu Ammar, dari Muslim, dari Al-A’masy, dari Syaqiq, dari Huzaifah, dari Nabi Saw., lalu ia mengetengahkan hadis ini. Ia pun mengetengahkannya pula melalui jalur Sa’id ibnu Afir, dari Muslim, dari Abu Abdur Rahman Al-Kufi, dari Al-A’masy, dari Syaqiq, dari Huzaifah, dari Nabi Saw., lalu ia mengetengahkan hadis yang semisal. Akan tetapi, dalam keadaan bagaimana pun hadis ini berpredikat daif.
Firman Allah Swt.: wa lau kaanuu yu’minuuna billaaHi wan nabiyyi mimmaa unzila ilaiHi mat takhadzuuHum auliyaa-a (“Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi, dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrik itu menjadi penolong-penolong.” (Al-Maidah: 81)
Dengan kata lain, sekiranya mereka beriman dengan sesungguhnya kepada Allah dan Rasul-Nya serta AIQur’an, niscaya mereka tidak akan terjerumus ke dalam perbuatan menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong-penolong mereka dalam batinnya, dan memusuhi orang-orang yang beriman kepada Allah, Nabi, dan Al-Our’an yang diturunkan kepadanya.
Wa laakinna katsiiram minHum faasiquun (“Tetapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.”) (Al-Maidah: 81)
Yakni keluar dari jalan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta menentang ayat-ayat wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya.
Yakni keluar dari jalan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta menentang ayat-ayat wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya.
EmoticonEmoticon