Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am (1)

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah; surah ke 6: 165 ayat
Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Surah al-An’am diturunkan di Makkah pada malam hari secara keseluruhan dalam satu waktu, dengan dikelilingi 70.000 malaikat seraya mengumandangkan tasbih.”
tulisan arab alquran surat al an'am ayat 1-3bismillaaHir rahmaanir rahiim
(“Dengan menyebut nama Allah Yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang”)
“1. segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang, Namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka. 2. Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu). 3. dan Dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.” (al-An’am: 1-3)
Allah berfirman memuji dirinya yang Mahamulia dan memuji-Nya atas penciptaan langit dan bumi sebagai tempat bagi hamba-hamba-Nya. Allah telah menjadikan gelap pada malam hari dan terang pada siang hari, hal itu bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya. Di sini Allah Ta’ala menggunakan jamak dalam kata dhulumaat dan me-mufrad-kan [menggunakan bentuk tunggal] pada kata nujr, karena nur itu lebih mulia. Yang demikian itu seperti firman-Nya yang artinya: “Berbolak-balik ke kanan dan ke kiri.” (an-Nahl: 48) kata “kanan” dalam ayat ini diungkapkan dalam bentuk tunggal, yaitu “alyamiin” sedangkan kata “kiri” diungkapkan dalam bentuk jamak, yaitu “asysyimaa-il” yang mana bentuk tunggalnya adalah “asy-syamaalu”.
Lebih lanjut Allah berfirman: tsummalladziina kafaruu birabbiHim ya’diluuna (“Namun orang-orang kafir mempersekutukan [sesuatu] dengan Rabb mereka.”) artinya dengan kenyataan ini semua, masih saja sebagian dari hamba-hamba-Nya yang kafir terhadap-Nya dan menjadikan sekutu, tandingan, istri, dan anak bagi-Nya. Mahatinggi Allah dari semua itu lagi Mahaagung.
Firman-Nya: Huwal ladzii khalaqakum min thiin (“Allah lah yang menciptakan kamu dari tanah”) yakni bapak mereka, Adam, yang diciptakan dari tanah, yang mana dia adalah asal mereka, dan darinyalah mereka keluar lalu bertebaran ke seluruh penjuru bumi di belahan timur dan barat. Firman Allah: tsumma qadlaa ajalan. Wa ajalum musamman ‘indaHu (“Sesudah itu ditentukannya ajal [kematianmu] dan ada lagi sesuatu ajal yang ditentukan [untuk berbangkit] yang ada di sisi-Nya [yang Dia sendirilah yang mengetahui-Nya].”) Sa’id bin Jubair menceritakan dari Ibnu ‘Abbas: Firman-Nya: tsumma qadlaa ajalan (“Sesudah itu ditentukan ajal”) yaitu kematian, wa ajalum musamman ‘indaHu (“Dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan [untuk berbangkit] yang ada di sisi-Nya”) yaitu akhirat.’” Demikian pula apa yang diriwayatkan dari Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, al-Hasan, Qatadah, adh-Dhahhak, Zaid bin Aslam, ‘Athiyah, as-Suddi, Muqatil bin Hayyan, dan selain mereka.
Maka yang dimaksud adalah penetapan takdir ajal yang bersifat khusus, yaitu umur setiap orang, dan [ajal yang satunya lagi yaitu] takdir ajal yang bersifat umum, yaitu umur dunia secara keseluruhan, lalu berakhir, dan lenyapnya dunia, dan pindah dari dunia menuju ke alam akhirat.
Firman-Nya: ‘indaHu (“di sisi-Nya”) bermakna bahwa hal itu tidak diketahui kecuali oleh-Nya saja. penggalan ayat ini sama seperti firman-Nya, innamaa ‘ilmuHaa ‘inda rabbii laa yujalliiHaa liwaqtiHaa illaa Huwa (“Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Rabbku. Tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.” (al-A’raaf: 187)
Allah berfirman: tsumma antum tamtaruun (“Kemudian kamu masih ragu-ragu [tentang kebangkitan tersebut].”) as-Suddi dan ulama lainnya berkata: “Yakni, mereka meragukan tentang masalah hari kiamat.”
Firman Allah: wa HuwallaaHu fis samaawaati wa fil ardli ya’lamu sirrakum wa jaHrakum wa ya’lamu maa taksibuuna (“Dan Dia lah Allah [yang diibadahi], baik di langit maupun di bumi, Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui [pula] apa yang kamu usahakan.”) para mufasir berbeda pendapat mengenai ayat ini, dalam beberapa pendapat. Mereka berbeda pendapat setelah sebelumnya sepakat menolak pendapat paham Jahmiyyah yang pertama [terdahulu], yaitu mereka yang berpendapat, bahwa Allah berada di setiap tempat [dimana-mana], Mahatinggi dan Mahaagung Allah dari apa yang mereka katakan itu, mereka telah menafsirkan ayat tersebut seperti itu.
Yang paling tepat di antara pendapat-pendapat tersebut adalah pendapat yang menyatakan, bahwa Allah adalah yang diseru di langit dan di bumi. Yaitu yang diibadahi, diesakan, dan diakui Uluhiyyah-Nya oleh semua yang ada di langit dan yang ada di bumi, mereka menyebut-Nya Allah dan menyeru-Nya karena berharap dan juga karena takut, kecuali manusia dan jin yang kafir.
Dengan pengertian seperti itu, maka ayat di atas adalah seperti firman-Nya: wa Huwal ladzii fis samaa-i ilaaHuw wa fil ardli ilaaHun (“Dan Dia lah Ilah [yang diibadahi] di langit dan Ilah [yang diibadahi] di bumi.”) maksudnya Allah adalah Ilah semua yang ada di langit dan juga Ilah bagi semua yang ada di bumi. Dan berdasarkan hal tersebut, maka firman-Nya: ya’lamu sirrakum wa jaHrakum (“Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan.”) berkedudukan sebagai khabar atau haal.
Pendapat kedua menyatakan, bahwa makna yang dimaksud ialah, Allah swt yang mengetahui segala yang ada di langit dan di bumi, baik yang rahasia maupun yang jelas. Dengan demikian, firman Allah itu berkaitan erat dengan firman-Nya: fis samaawaati wa fil ardli (“di langit maupun di bumi”). Pengertiannya adalah, Dialah Allah yang mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan tampakkan, baik di langit maupun di bumi, serta mengetahui apa yag kalian usahakan.
Pendapat ketiga menyatakan, bahwa firman-nya: wa HuwallaaHu fis samaawaati (“Dan Dialah Allah di langit.”) merupakan waqaf sempurna, kemudian dimulai lagi dengan khabar, Allah berfirman: wa fil ardli ya’lamu sirrakum wa jaHrakum (“Dan di bumi Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan.”) yang demikian itu merupakan pilihan Ibnu Jarir.
Firman-Nya: wa ya’lamu maa taksibuuna (“Dan mengetahui [pula] apa yang kamu usahakan.”) yakni seluruh amal kalian yang baik maupun yang buruk.


EmoticonEmoticon