“Katakanlah: ‘Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam Keadaan bingung, Dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang Lurus (dengan mengatakan): ‘Marilah ikuti kami.’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam, 72. dan agar mendirikan sembahyang serta bertakwa kepada-Nya.’ dan Dialah Tuhan yang kepadaNyalah kamu akan dihimpunkan. 73. dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: ‘Jadilah, lalu terjadilah,’ dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (al-An’aam: 71-73)
As-Suddi mengatakan: “Orang-orang musyrik mengatakan kepada orang-orang yang beriman: ‘Ikutilah jalan kami dan tinggalkanlah agama Muhammad.’ Lalu Allah menurunkan:
Qul a nad’uu min duunillaaHi maa laa yanfa’unaa wa laa yadlurrunaa wa nuraddu ‘alaa a’qaabinaa (“Katakanlah: ‘Apakah kita akan menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepada kita dan tidak [pula] mendatangkan kemudlaratan kepada kita dan [apakah] kita akan dikembalikan ke belakang?’”) yaitu dalam kekafiran.
Ba’da idz HadaanallaaH (“Sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita”) sehingga dengan demikian, perumpamaan kita adalah seperti orang yang disesatkan oleh syaithan di muka bumi.
(Maksudnya) Allah berfirman: “Jika kalian kafir setelah beriman, maka kalian seperti seseorang yang pergi bersama suatu kaum di sebuah jalan, lalu ia tersesat, kemudian dibuat bingung oleh syaitan dan ia disesatkan di muka bumi. Adapun para sahabatnya berada di suatu jalan [lain], selanjutnya mereka menyerunya supaya datang kepada mereka. Mereka berkata, ‘Ikutlah bersama kami, sesungguhnya kami di atas jalan ini.’ Tetapi ia menolak mendatangi mereka. yang demikian itu adalah seperti orang yang mengikuti mereka [orang-orang musyrik] setelah adanya pengetahuan terhadap Muhammad saw.. Muhammad saw. adalah orang yang menyeru kepada suatu jalan, dan jalan itu adalah Islam.” Demikian yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Oleh karena itu Allah berfirman: qul inna HudallaaHi Huwal Hudaa (“Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah [yang sebenarnya] petunjuk.’”
Firman-Nya: wa umirnaa linuslima lirabbil ‘aalamiin (“Dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Rabb semesta alam.”) maksudnya mengikhlaskan ibadah hanya untuk-Nya semata, Rabb yang tiada sekutu bagi-Nya.
Wa an aqiimush shalaata wat taquuHu (“Dan agar mendirikan shalat serta bertakwa kepada-Nya.”) artinya, Allah Ta’ala menyuruh kami mendirikan shalat dan bertaqwa kepada-Nya dalam segala keadaan.
Wa Huwal ladzii ilaiHi tuhsyaruun (“Dan Dia lah Rabb yang kepada-Nya lah kamu akan dihimpunkan.”) yaitu pada hari kiamat.
Wa Huwal ladzii khalaqas samaawaati wal ardla bil haqqi (“Dan Dia lah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar.”) yaitu dengna adil. Allah lah Pencipta, Pemilik, dan Pengatur keduanya dan semua yang ada pada keduanya.
Firman-Nya: wa yauma yaquulu kun fa yakuun (“Di waktu Dia mengatakan: ‘Jadilah lalu terjadilah.’”) yakni pada hari kiamat. Ketika Allah berfirman: “Jadilah,” maka melalui perintah-Nya itu jadilah dalam waktu sekejap mata atau bahkan lebih cepat lagi.
Kata “yauma” adalah manshub [berharakat fathah] baik karena ‘athaf [bersambung] dengan firman-Nya: “Dan bertakwalah.” Dan perkiraan redaksinya adalah: “Wattaquu yauma yaquulu kun fayakuun (“Takutlah kalian pada hari ketika Allah mengatakan: ‘Jadilah’, maka jadilah ia.”) atau ber’athaf pada firman-Nya: khalaqas samaawaati wal ardla (“Dialah yang menciptakan langit dan bumi”) dan perkiraan redaksinya adalah: Khalaqa yauma yaquulu kun fayakuun (“Allah menciptakan pada hari dimana Allah mengatakan: ‘Jadilah,’ maka jadilah ia.”)
Dengan demikian, Allah menyebutkan awal penciptaan dan pengembaliannya, dan hal ini adalah sesuai. Atau ber-‘athaf pada “idhmar fi’lin” (penyembunyian kata kerja), dan perkiraan redaksinya adalah: wadzkur yauma yaquulu kun fayakuun (“Dan ingatlah hari ketika Allah berfirman: ‘Jadilah,’ maka jadilah ia.”)
Firman-Nya selanjutnya: qauluHul haqqu wa laHul mulku (“Dan benarlah perkataan-Nya. dan di tangan-Nya lah segala kekuasaan.”) dua kalimat ini menempati posisi jarr, karena keduanya merupakan penjelasan bagi sifat Rabb sekalian alam.
Firman Allah: yauma yunfakhu fish shuuri (“di waktu sangkakala ditiup”) mungkin saja hal ini berkedudukan sebagai pengganti firman Allah: wa yauma yaquulu kun fayakuun (“Di waktu Dia mengatakan: ‘Jadilah,’ lalu jadilah.”) dan mungkin juga hal itu berkedudukan sebagai zharf (keterangan waktu) bagi firman-Nya: wa laHul mulku yauma yunfakhu fish shuuri (“Dan di tangan-Nya lah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup.”) sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? Kepunyaan Allah Yang Mahaesa lagi Mahamengetahui.” (al-Mu’min: 16) dan ayat lainnya yang serupa dengannya.
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai firman Allah: yauma yunfakhu fish shuuri (“di waktu sangkakala ditiup”) dan yang benar adalah yang dimaksud dengan kata “ash-shuur” adalah terompet yang ditiup oleh Israfil.
Ibnu Jarir mengatakan, “Yang benar menurut kami adalah yang tampak pada beberapa hadits yang bersumber dari Rasulullah saw., dimana beliau bersabda: ‘Sesungguhnya Israfil telah mengulum sangkakala dan menundukkan dahinya [kepalanya], ia menanti diperintah, maka ia meniupnya.’” (HR Muslim dalam shahihnya)
EmoticonEmoticon