Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: ‘Ya Rabb-ku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yang mati.’ Allah berfirman: ‘Apakah engkau belum yakin?’ Ibrahim menjawab: ‘Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).’ Allah berfirman: ‘(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu, kemudian letakkanlah tiap-tiap bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan segera.’ Dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 260)
Ibrahim bermaksud hendak meningkatkan pengetahuannya dari ‘ilmul yaqin kepada ‘ainul yaqin. Dan ia ingin melihat proses penghidupan itu dengan mata kepalanya sendiri, maka ia mengatakan: rabbi arinii kaifa tuhyil mautaa qaala awalam tu’min qaala balaa walaakil liyath-ma-inna qalbii (“‘Ya Rabbku, perlihatkanlah kepadaku, bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.’ Allah berfirman: ‘Belum yakinkah engkau?’ Ibrahim menjawab: ‘Aku telah meyakininya akan tetapi agar hatiku tetap mantap [dengan imanku].’”)
Sedangkan hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari berkenaan dengan ayat ini, bersumber dari Abu Salamah dan Said, dari Abu Hurairah ia menceritakan, Rasulullah saw. bersabda: “Kita lebih berhak untuk ragu-ragu daripada Ibrahim ketika ia berkata: ‘Ya Rabbku, perlihatkanlah kepadaku, bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.’ Allah berfirman: ‘Belum yakinkah engkau?’ Ibrahim menjawab: ‘Aku telah meyakininya akan tetapi agar hatiku tetap mantap [dengan imanku].’”
Demikian juga hadits yang diriwayatkan Imam Muslim. Yang dimaksudkan dengan kata “ragu” dalam hadits tersebut tentunya bukan keraguan sebagaimana yang difahami oleh orang yang tidak berilmu. Mengenai jawaban tentang hadits ini di antaranya adalah (seperti yang dalam catatan kaki ini):
Dalam manuskrip yang ada pada kami, tidak terdapat tulisan apapun dari Ibnu Katsir. Kami sebutkan di sini apa yang dikatakan oleh al-Baghawi untuk menyempurnakan manfaat. La menceritakan, Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah menceritakan dari Abu Ibrahim bin Yahya al-Muzni, bahwasanya ia pemah mengatakan mengenai ihwal hadits tersebut, “Nabi saw. dan juga Ibrahim sama sekali tidak meragukan bahwa Allah mampu untuk menghidupkan apa yang sudah mati. Tetapi keduanya masih meragukan, apakah Allah Taala akan memenuhi apa yang mereka mohonkan.” Abu Sulaiman al-Khathabi mengatakan, “Sabda Rasulullah: Kita berhak untuk ragu-ragu daripada Ibrahim,’ di dalam hadits tersebut terdapat sesuatu yang menafikan keraguan dari keduanya. Beliau mengatakan, ‘Jika aku tidak ragu terhadap kemampuan Allah untuk menghidupkan sesuatu yang sudah mati, maka Ibrahim lebih-lebih tidak akan ragu.’ Perkataan itu diucapkan dengan penuh ketawadhu’an (kerendahan hati).
Demikian juga sabda beliau, ‘Seandainya aku mendekam dalam penjara selama yang di alami oleh Yusuf, niscaya aku akan memenuhi seruan penyeru.’ Di dalamnya terdapat pemberi-tahuan bahwa pertanyaan yang diajukan Ibrahim itu tidak bersumber dari keraguan, tetapi didasarkan pada keinginan untuk menambah pengetahuan secara meyakinkan (‘ainul yaqin), karena pengetahuan yang demikian itu sangat bermanfaat bagi ma’rifah dan memberikan ketenangan, yang mana tidak dapat diperoleh hanya dengan pencarian dalil-dalil semata.” Ada juga yang mengatakan, ketika ayat ini turun, ada suatu kaum yang mengatakan, “Ibrahim masih merasa ragu, sedang Nabi kita (Muhammad saw) tidak merasa ragu. Maka Rasulullah saw. pun menyampalkan sabdanya tersebut sebagai bentuk sikap rendah hati dari beliau dan mengutamakan Ibrahim atas diri beliau.
Firman Allah swt. berikutnya: fakhudz arba’atam minath thairi fashurHunna ilaika (“[Kalau demikian] ambilah empat ekor burung lalu cincanglah semuanya olehmu.”) Al-Aufi menceritakan dari Ibnu Abbas, mengenai firman-Nya “fashurHunna ilaika” ia mengatakan, artinya, ikatlah. Setelah mengikatnya, lalu ia menyembelih dan memotong-motongnya, mencabuti bulu-bulunya, mencabik cabiknya, serta mencampur adukan antara satu bagian dengan bagian yang lain. Setelah itu Ibrahim membagi-bagi bagian tubuh burung-burung tersebut dan meletakkan bagian-bagian itu pada setiap gunung. Ada yang mengatakan bahwa gunung itu berjumlah empat. Tetapi ada juga yang mengatakan berjumlah tujuh gunung.
Ibnu Abbas mengatakan: “Ibrahim mengambil kepala burung-burung itu dengan tangannya, kemudian Allah swt. menyuruhnya untuk memanggil burung-burung tersebut. Maka Ibrahim pun segera memanggilnya. Seperti yang telah diperintahkan oleh Allah Ta’ala. Selanjutnya ia melihat bulu-bulu berterbangan menuju bulu-bulu yang lainnya, darah menuju ke darah yang lain, daging ke daging yang lainnya, serta bagian tubuh masing-masing burung itu berhubungan satu dengan lainnya sehingga masing-masing burung menjadi satu kesatuan yang utuh. Lalu burung-burung itu mendatangi Ibrahim dengan segera. Hal itu supaya penglihatan Ibrahim benar-benar jelas tentang apa yang ia telah tanyakan. Dan masing-masing burung datang dan bersatu dengan kepalanya yang berada di tangan Ibrahim as. Jika yang diberikan kepada burung itu bukan kepalanya sendiri, maka ia menolaknya. Tapi jika diberikan kepadanya kepalanya sendiri, maka ia langsung tersusun dengan tubuhnya dengan daya dan kekuatan Allah Ta’ala.
Oleh karena itu, Dia berfirman: wa’lam annallaaHa ‘aziizun hakiim (“Dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Maha-bijaksana.”) Maksudnya, Dia Mahaperkasa, tidak ada sesuatu pun yang dapat mengalahkan-Nya dan tidak ada pula yang dapat menghalangi-Nya dari sesuatu. Apa yang Dia kehendaki, pasti akan terjadi tanpa adanya sesuatu yang menghalangi-Nya, karena Dia Mahaperkasa atas segala sesuatu, Maha-bijaksana dalam ucapan, perbuatan, syariat, dan ketetapan-Nya.
EmoticonEmoticon