Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 204-207

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
tulisan arab surat albaqarah ayat 204-207“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. (QS. Al-Baqarah: 204) Dan apabila ia berpaling (dari mukamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (QS. Al-Baqarah: 205) Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka jahannam. Dan sungguh neraka jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. (QS. Al-Baqarah: 206) Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridbaan Allah; dan Allah Mabapenyantun kepada bamba-bamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 207)
As-Suddi menuturkan: “Ayat ini turun berkenaan dengan al-Akhnas bin Syariq ats-Tsaqafi yang datang kepada Rasulullah dengan menampakkan keislaman, padahal hatinya bertolak-belakang dengan hal itu.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya ayat ini diturunkan berkenaan dengan beberapa orang dari kalangan orang-orang munafik, mereka membicarakan dan mencaci maki Khubaib dan para sahabatnya yang terbunuh dalam peristiwa ar-Raji’. Kemudian Allah menurunkan ayat yang mencela orang-orang munafik dan memuji Khubaib dan para sahabatnya: wa minan naasi may yasyrii nafsaHubtighaa-a mardlaatillaaHi (“Dan di antara munusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah.”)
Ada juga yang berpendapat bahwa ayat tersebut berlaku umum bagi orang-orang munafik dan juga orang-orang yang beriman secara keseluruhan. Demikian menurut pendapat Qatadah, Mujahid, Rabi’ bin Anas, dan beberapa ulama lainnya. Dan pendapat inilah yang benar.
Muhammad bin Ka’ab mengemukakan: “Sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki, dan setelah itu berlaku umum.” Dan pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi ini pun baik dan benar.
Sedangkan firman Allah: wa yusyHidullaaHa ‘alaa maa fii qalbiHii; Ibnu Muhaishin membacanya dengan: wa yasyHadullaaHu ‘alaa maa fii qalbiHii; dengan memfathahkan “ya” dan mendlomahkan lafadz Allah, yang berarti: meskipun orang ini berhasil mempedaya kalian, namun Allah mengetahui keburukan dalam hatinya.
Hal ini serupa dengan firman-Nya yang artinya: “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui bahwa sesungguhnya engkau benar-benar Rasul Allab.’ Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al- Munaafiquun: 1).
Sedangkan jumhur ulama membacanya: wa yusyHidullaaHa ‘alaa maa fii qalbiHii; Yang berarti orang munafik itu menampakkan keislaman kepada manusia, dan menantang Allah Ta’ala untuk membongkar kekufuran dan kemunafikan yang ada di dalam hatinya, seperti firman-Nya yang artinya: “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah.” (QS. An-Nisaa’: 108)
Demikian makna yang diriwayatkan Ibnu Ishaq, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas.
Ada pula yang mengatakan: “Artinya bahwa jika orang munafik itu menampakkan keislaman di hadapan manusia ia bersumpah dan mempersaksikan Allah kepada mereka (para manusia) bahwa apa yang ada di dalam hatinya sesuai dengan ucapannya. Makna seperti ini benar dikemukakan oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam, dan menjadi pilihan Ibnu Jarir dan disandarkan kepada Ibnu Abbas dari Mujahid. Wallahu a’lam.
Dan firman-Nya: wa Huwa aladdul khishaam (“Padalah ia adalah penentang yang paling keras.”) Secara bahasa, al-aladdu berarti yang menyimpang. Seperti firman-Nya: wa tundzira biHii qaumal luddan (“Dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang.”) (QS. Maryam: 97) luddan berarti yang menyimpang (baca: membangkang). Demikian itulah keadaan orang munafik ketika melakukan pembangkangan. Ia berdusta, menyimpang dari kebenaran, tidak konsisten, bahkan sebaliknya, ia suka mengada-ada dan berbuat keji. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits shahih dari Rasulullah, beliau pernah bersabda:
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: Jika berbicara berdusta, jika berjanji ingkar, dan jika bertengkar ia berbuat jahat.”
Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, secara marfu’, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah penentang yang paling keras.” (HR. Al-Bukhari).
Dan firman Allah Ta’ala berikutnya: wa idzaa tawallaa sa’aa fil ardli liyufsida fiiHaa wa yuHlikal hartsa wan nasla wallaaHu laa yuhibbul fasaad (“Dan apabila ia berpaling [darimu], ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.”) Artinya, orang yang amat menyimpang perkataannya dan jahat perbuatannya. Seperti itulah perkataannya, dan perbuatannya. (maksudnya yaitu lafazh “sa’aa”) dalam ayat ini berarti menuju. Sebagaimana Allah berfirman: yaa ayyuHal ladziina aamanu idzaa nuudiya lish shalaati miy yaumul jumu’ati fas’au ilaa dzikrillaaHi (“Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka hendaklah kamu menuju kepada mengingat Allah.”)(al-Jumu’ah: 9)
Artinya bersegeralah kepada mengingat Allah dengan berniat mengerjakan shalat Jum’at, karena menuju shalat hanya secara fisik semata dilarang berdasarkan sunnah Rasulullah: “Jika kalian berangkat shalat, maka janganlah mendatanginya dengan tergesa-gesa, tetapi datanglah dengan penuh ketenangan dan kekhusyu’an.” (Muttafaqun alaih, tetapi dengan beberapa riwayat yang berbeda-beda lafadznya.)
Orang munafik itu tidak mempunyai keinginan kecuali untuk membuat kerusakan semata di muka bumi, memusnahkan tanam-tanaman, maksudnya tempat tanaman tumbuh, berbuah, dan sekaligus tempat berkembang biaknya hewan-hewan, yang keduanya (tumbuh-tumbuhan dan hewan) merupakan sendi hajat hidup manusia.
Mujahid mengatakan: “Jika orang munafik berkeliaran di muka bumi untuk membuat kerusakan, maka Allah akan menahan hujan sehingga tanaman dan ternak binasa.”
Firman-Nya: wallaaHu laa yuhibbul fasaad (“Dan Allah tidak menyukai kerusakan.”) Artinya, Dia tidak menyukai orang yang bersifat seperti ini dan berbuat demikian itu.
Firman Allah berikutnya: wa idzaa qiila laHut taqillaaHa akhadzatHul ‘izzatu bil itsmi (“Dan jika dikatakan kepadanya, Bertakwalah kepada Allah, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa.”) Artinya, jika orang yang buruk dalam ucapan dan perbuatannya ini dinasihati dan dikatakan kepadanya, “Takutlah kepada Allah dan jauhilah ucapan dan perbuatanmu itu serta kembalilah kepada kebenaran,” niscaya ia menolak, enggan, menjadi sombong dan marah disebabkan dosa-dosa yang telah meliputi dirinya.
Oleh karena itu dalam ayat itu Allah Ta’ala berfirman: fa hasbuHuu jaHannamu wa labi’sal miHaad (“Maka cukuplah [balasannya] neraka jahanam. Dan sungguh neraka jahanam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.”) Maksudnya, neraka jahanam itu lebih dari cukup baginya sebagai siksaan atas perbutannya itu.
Dan firman-Nya: wa minan naasi may yasy-rii nafsaHubtighaa-a mardlaatillaaH (“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah.”) Ketika Allah memberitahukan tentang orang-orang munafik dengan sifat-sifat mereka yang sangat tercela, maka Dia juga menyebutkan sifat-sifat orang-orang mukmin yang sangat terpuji, melalui firman-Nya: wa minan naasi may yasy-rii nafsaHubtighaa-a mardlaatillaaH (“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah.”)
Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Said bin al-Musayyab, Abu Utsman an-Nahdhi, Ikrimah, dan segolongan orang mengatakan, “Ayat itu turun berkenaan dengan Shuhaib bin Sinan ar-Rumi.” Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abu Utsman an-Nahdhi, dari Shuhaib, katanya, “Ketika aku bermaksud hijrah dari Makkah kepada Nabi saw, orang-orang Quraisy berkata kepadaku, ‘Hai Shuhaib, kamu datang kepada kami dengan tidak membawa harta kekayaan, dan sekarang kamu akan pergi dengan membawa harta kekayaanmu. Demi Allah hal itu tidak boleh terjadi sama sekali.’”
Hamad bin Salamah meriwayatkan, dari Ali bin Zaid, dari Sa’id bin al-Musayyab, katanya: “Shuhaib berangkat hijrah menuju Nabi saw, lalu diikuti oleh beberapa orang Quraisy, maka ia pun turun dari kendaraannya dan mengeluarkan apa yang berada di dalam tempat anak panahnya, kemudian berujar, “Hai orang-orang Quraisy, kalian tahu bahwa aku adalah orang yang pandai memanah di antara kalian, sedang kalian, demi Allah, kalian tidak akan sampai kepadaku kecuali aku akan melemparkan semua anak panah yang ada di dalam tempatnya ini, dan membuang pedangku ini sehingga tiada yang tersisa sedikit pun padaku. Maka lakukan apa yang kalian kehendaki. Tetapi jika kalian mau, akan kutunjukkan kepada kalian harta dan simpananku di Makkah, tetapi kalian harus membebaskan jalanku.” Maka mereka pun menjawab, “Mau.” Dan ketika sampai kepada Nabi saw, beliau bersabda, “Beruntunglah Shuhaib.” Maka turunlah ayat: wa minan naasi may yasy-rii nafsaHubtighaa-a mardlaatillaaHi wallaaHu ra-uufum bil ‘ibaad (“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah. Dan Allah Mahapenyantun kepada hamba-hamba-Nya.”)
Tetapi kebanyakan ulama memahami bahwa ayat tersebut turun ditujukan bagi setiap orang yang berjuang di jalan Allah Ta’ala, sebagaimana Dia telah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 111)
Dan ketika Hisyam bin Amir maju menyerang ke tengah-tengah barisan musuh, sebagian orang menentangnya, sedangkan Umar bin al-Khatthab, Abu Hurairah, dan yang lainnya membantah tindakan mereka itu seraya membacakan ayat ini: wa minan naasi may yasy-rii nafsaHubtighaa-a mardlaatillaaHi wallaaHu ra-uufum bil ‘ibaad (“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah. Dan Allah Mahapenyantun kepada hamba-hamba-Nya.”)


EmoticonEmoticon