Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 203

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
tulisan arab surat albaqarah ayat 203“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketauhilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 203)
Ibnu Abbas mengatakan: “Yang dimaksud dengan hari-hari yang berbilang (al-ayyam al-ma’duudaat) itu adalah hari-hari Tasyriq, dan yang dimaksud dengan al-ayyaam al-ma’lumaat adalah sepuluh hari dalam bulan Dzulhijjah (dari 1-10 Dzulhijjah).”
Mengenai firman-Nya: wadz-kurullaaHa fii ayyaamim ma’duudaat (“Dan berdzikirlah [dengan menyebut] Allah dalam beberapa hari yang berbilang,”) Ikrimah mengatakan, “Yakni membaca takbir pada hari-hari tasyriq setelah shalat wajib, yaitu membaca Allahu Akbar, Allah Akbar.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Waki’, dari Musa bin Ali, dari ayahnya, katanya, “Aku pernah mendengar Uqbah bin Amir menuturkan, Rasulullah bersabda: “Hari Arafah, hari Kurban, dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya bagi kita, umat Islam, hari-hari itu merupakan hari makan dan minum.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Nabisyah al-Hudzali, Rasulullah saw. bersabda: “Hari-hari Tasyriq adalah hari makan, minum dan dzikir kepada Allah.” (Hadits ini juga diriwayatkan Muslim)
Berkenaan dengan firman Allah: wadz-kurullaaHa fii ayyaamim ma’duudaat (“Dan berdzikirlah [dengan menyebut] Allah dalam beberapa hari yang berbilang,”) maksudnya menyebut nama Allah pada saat penyembelihan hewan-hewan kurban. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa yang rajih dalam hal ini madzab Imam Syafi’i rahimahullahu, yaitu bahwa waktu kurban berawal dari hari penyembelihan sampai akhir hari-hari Tasyriq. Berkenaan dengan hal itu juga adalah dzikir yang khusus pada setiap usai shalat lima waktu, dan dzikir mutlak yang dilakukan pada seluruh keadaan. Ada beberapa pendapat alim ulama mengenai waktunya, dan yang termasyhur adalah yang dilakukan mulai dari shalat Subuh pada hari Arafah sampai shalat Ashar pada akhir hari-hari Tasyriq, yaitu akhir hari Nafar (bertolaknya rombongan haji dari Mina) terakhir. Wallahu a’lam.
Telah ditegaskan bahwa Umar bin Khaththab bertakbir di menara, lalu orang-orang di pasar pun ikut bertakbir dengan takbirnya itu sehingga Mina bergemuruh karena suara takbir.
Berkenaan dengan itu juga takbir dan dzikir kepada Allah ketika melempar jumrah setiap hari selama hari-hari Tasyriq.
Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan juga perawi lainnya: “Disyariatkannya thawaf di Baitullah, sa’i antara Shafa dan Marwah, dan pelemparan jumrah adalah untuk berdzikir kepada Allah.”
Seusai menyebutkan hari Nafar pertama dan kedua, yaitu berpisahnya manusia dari musim haji menuju ke berbagai daerah dan wilayah setelah mereka berkumpul di tempat-tempat manasik dan mawaqif, Allah berfirman, berfirman: wattaqullaaHa wa’lamuu annakum ilaiHi tuhsyaruun (“Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.”) sebagaimana Dia berfirman yang artinya: “Dan Dia lah yang mengambangbiakkan kamu di bumi ini dan kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan.” (QS. Al-Mu’minuun: 79)


EmoticonEmoticon