Hadits Arba’in ke 19: Pertolongan dan Perlindungan Allah

Hadits Arbain nomor 19 (Kesembilan belas)Abu Abbas Abdullah bin Abbas ra. berkata, suatu hari aku berada di belakang Rasulullah saw. [membonceng], Beliau bersabda, “Nak, aku hendak mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Allah, pasti Dia menjagamu. Jagalah Allah, Dia senantiasa bersamamu. Jika kamu memohon sesuatu, mohonlah kepada-Nya. jika meminta pertolongan, mintalah tolong kepada-Nya. Ketahuilah seandainya semua umat manusia bersatu untuk memberikan suatu kebaikan kepadamu, mereka tidak akan mampu kecuali yang sudah ditetapkan Allah untukmu. Dan seandainya semua umat manusia bersatu untuk mencelakakanmu, mereka tidak mampu kecuali keburukan yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu. Pena sudah diangkat dan tinta sudah kering.” (HR Tirmidzi. Dia berkata, hadits ini hasan shahih)
Riwayat lain menyebutkan, “Jagalah Allah, pasti kamu selalu bersama-Nya. Kenalilah Allah saat kamu lapang, pasti Dia mengenalimu saat kamu susah. Ketahuilah, apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah, kemenangan seiring dengan kesabaran, kalan keluar seiring dengan cobaan, dan kemudahan seiring dengan kesulitan.”
URGENSI HADITS
Ibnu Rajab al-Hambali, dalam kitabnya Jami’ul Ulum wa al-Hikam, berkata, “Hadits ini memuat pesan-pesan dan kaidah-kaidah yang sangat penting.”
Sebagian ulama berkata, “Saya merenungi makna hadits ini. Saya kagum dan hampir tidak sadarkan diri. Karenanya sungguh sayang sekali bagi orang-orang yang tidak memahami hadits ini.”
KANDUNGAN HADITS
1. Perhatian Nabi saw. untuk memberi nasehat dan mencetak generasi teladan.
Rasulullah saw. mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk menanamkan aqidah yang benar dalam diri masyarakat muslim, terutama para pemuda. Ini tidak aneh karena Allah telah berfirman: “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan [keimanan dan keselamatan] bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (at-Taubah: 128)
Suatu ketika Rasulullah saw. berkendaraan bersama sepupunya, Abdullah bin Abbas, lalu beliau memberikan nasehat yang luar biasa ini, nasehat yang mendorong seorang muslim untuk komitmen terhadap segala perintah Allah swt. dan hanya meminta tolong dari-Nya. Sehingga akan menjadi seorang muslim yang pemberani, senantiasa berkata benar dan tidak takut celaan. Karena ia tahu, bahwa semua perkara di tangan Allah swt. dan bahwa tidak seorang pun yang bisa memberi manfaat atau mudlarat kecuali dengan izin-Nya.
2. Ucapan yang kekal sepanjang masa, dan cara penyampaian yang sangat bagus.
Ibnu ‘Abbas ra. memberitahu kita tentang nasehat yang sangat singkat dan sarat akan makna, yang ia dapat dari Rasulullah saw. ketika ia membonceng di belakang Rasulullah saw. Kerena urgensi nasehat tersebut, maka perlu mendapat perhatian penuh dari orang yang mendengarnya.
Rasulullah saw. memanggilnya dengan menggunakan panggilan, “Nak,” agar perhatiannya terpusat dan siap mendengarkan apa yang hendak dikatakan berikutnya. Lalu Nabi saw. bersabda, “Aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat.” Hanya beberapa kalimat. Namun berisi kaidah-kaidah agama yang sangat penting. Kaidah-kaidah yang dapat menjernihkan fikiran, menajamkan ingatan, menerangi akal, menguatkan aqidah, dan menambah keyakinan.
3. Jagalah Allah, niscaya Allah Menjagamu.
Maksudnya, komitmenlah terhadap perintah-perintah Allah swt. jangan mendekati atau bahkan melanggar batasan-batasan-Nya, laksanakan apa yang diwajibkan-Nya dan jangan meremehkan sedikitpun, dan jauhilah apa yang dilarang. Setelah itu lihatlah, bagaimana Allah swt. menjaga kemurnian aqidahmu, menjagamu dari gejilak nafsu dan kesesatan, melindungimu dari kejahatan makhluk lain, melindungimu dari godaan setan, baik dari bangsa jin atau manusia. “Baginya ada malaikat-malaikat yang selalu mengikuti secara bergiliran, di muka dan di belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah.” (ar-Ra’du: 11)
Artinya Allah memerintahkan para malaikat-Nya senantiasa melindunginya dari segala marabahaya.
Dalam ayat lain disebutkan, bahwa Allah swt. akan melindungi keturunannya, “Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu. Dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabbmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Rabbmu.” (al-Kahfi: 82)
Karenanya, jika kamu menjaga Allah di dunia, maka Allah akan menjagamu di akhirat, menjauhkanmu dari api neraka, dan memasukkanmu ke dalam surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Allah swt berfirman, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imraan: 133)
Kamu juga akan disambut oleh para malaikat, “Inilah yang dijanjikan kepadamu, [yaitu] pada setiap hamba yang selalu kembali [kepada Allah] lagi memelihara [semua peraturan-peraturan-Nya][yaitu] orang yang takut kepada Rabb Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan [olehnya] dan ia datang dengan hati yang bertaubat, “Masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki dan pada sisi Kami ada tambahannya.” (Qaaf: 35)
Itu semua diberikan, sebagai komitmen Allah swt terhadap apa yang telah dijanjikan kepadamu sebagai kabar gembira. “Dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” (at-Taubah: 112)
Rasulullah saw. juga mengajarkan kepada para shahabatnya agar mereka meminta perlindungan kepada Allah swt. Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. menyuruh Bara’ bin ‘Azib agar setiap hendak tidur mengucapkan, Ya Rabbi, jika Engkau genggam jiwaku maka rahmatilah, dan jika Engkau melepaskannya maka lindungilah ia, sebagaimana Engkau melindungi hamba-hamba-Mu yang shalih.”
Ibnu Hibban meriwayatkan dari Umar ra. bahwa Nabi saw. mengajarkan kepadanya untuk berdoa, “Ya Allah lindungilah Aku dengan Islam dalam keadaan berdiri, lindungilah aku dengan Islam dalam keadaan duduk, lindungilah aku dengan Islam dalam keadaan berbaring dan janganlah Engkau turuti keinginan musuh ataupun orang yang dengki terhadapku.” Maksudnya janganlah Engkau turuti keinginan musuh untuk mencelakaiku.
4. Pertolongan dan dukungan Allah
Barangsiapa yang melindungi agama Allah swt. maka Allah akan bersamanya; memberi kemudahan, pertolongan dan perlindungan, terutama pada saat-saat sulit. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (an-Nahl: 128)
Qatadah berkata, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah swt. niscaya Allah bersamanya. Berarti ia didampingi pihak yang tak pernah kalah, pelindung yang tak pernah tidur, dan pemberi petunjuk yang tak pernah sesat.”
Akan tetapi pertolongan dan bantuan Allah swt. ini sangat tergantung pada pelaksanaan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larang-Nya. Barangsiapa yang mentaati Allah swt. maka Allah akan menolong dan membantunya. Dan barangsiapa yang maksiat kepada-Nya, maka Allah swt. akan menelantarkan dan menghinakannya,
“Jika Allah menolong kamu maka tak ada seorang pun yang dapat mengalahkanmu dan jika Allah membiarkan kamu [tidak memberi pertolongan] maka siapakah gerangan yang dapat menolongmu [selain] dari Allah sesudah itu? Karena itu, hendaknya kepada Allah saja orang-orang yang mukmin bertawakal.” (Ali ‘Imraan: 160)
5. Jagalah masa mudamu.
Barangsiapa yang menjaga agama Allah swt. pada usia muda, maka Allah akan menjaganya di saat usianya semakin tua dan kekuatannya semakin lemah. Allah akan menjaga pendengarannya, penglihatan dan akal fikirannya. Allah juga akan memuliakannya pada hari kiamat dengan memberi naungan, pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya.
Rasulullah saw. bersabda: “Tujuh golongan akan dinaungi Allah dengan naungan-Nya, pada hati tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; Imam yang adil, pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah…” (HR Bukhari dan Muslim)
Bisa jadi, inilah rahasia taujih yang diberikan Rasulullah saw. kepada Ibnu Abbas, anak pamannya yang masih belia. Agar ia menggunakan masa mudanya yang masih penuh semangat dan vitalitas untuk hal-hal yang bermanfaat. Rasulullah saw. bersabda, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya yang lima: masa mudamu sebelum masa tuamu….” (HR Hakim, dengan sanad yang shahih)
Terlebih, pemuda adalah harapan umat, di atas pundaknya terdapat tanggung jawab menegakkan kebenaran dan keadilan. Karena itulah, para musuh Islam berusaha sungguh-sungguh untuk menyesatkan pemuda. Dengan demikian pemuda sangat memerlukan perhatian dan taujih yang lebih intensif, agar mampu berdiri dengan tegar di depan setiap iblis, baik berupa manusia maupun jin.
6. Orang-orang yang selalu bersyukur akan mendapatkan pertolongan.
Seorang mukmin akan mendapatkan perhatian, perlindungan dan pertolongan Allah swt, adalah seorang hamba yang bersyukur. Ia mengetahui karunia Allah swt, sehingga ia mengenal Allah dengan sesungguhnya, menaati segala perintah, menjauhi larangan-Nya, menjaga batasan-batasan dan hak-hak-Nya. Ia senantiasa mementingkan kenikmatan akhirat dan berpaling dari rayuan hawa nafsu. Ia lebih memilih Allah swt. dan menggunakan setiap nikmat yang diberikan kepadanya dalam keridlaan Allah swt.Ia senantiasa memohon kepada Allah agar ia terpelihara dari kesalahan, dan senantiasa bersyukur atas nikmat-Nya. “Dan apa saja yang ada pada kamu maka datangnya dari Allah.”(an-Nahl: 53)
Ma’rifatullah [mengenal Allah] seperti inilah yang akan mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya. Yang akan memancing kecintaan Allah swt. terhadap hamba-Nya, lalu mengabulkan setiap doa dan permintaannya, menyelamatkannya dari setiap penderitaan dan menjaganya dari ketakutan. Oleh karena itu, “Kenalilah Allah di waktu senang, niscaya Allah akan mengenalimu di waktu susah.”
Tirmidzi meriwayatkan bahwa Nabi saw.bersabda, “Barangsiapa yang menginginkan doanya dikabulkan Allah pada saat susah, maka perbanyaklah doa pada waktu senang.”
Tipe hamba seperti inilah yang disebut Allah dalam hadits Qudsi, “Jika ia meminta kepada-Ku niscaya Kuberi, dan jika ia minta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku berikan perlindungan.”
7. Hanya kepada Allah kita memanjatkan Doa dan Meminta Pertolongan.
Rasulullah saw. memberi pengarahan kepada saudara sepupunya, Ibnu Abbas, dan segenap kaum muslimin untuk selalu bergantung kepada Allah swt. Hanya kepada-Nya seorang mukmin mengharap pemberian, meminta pertolongan, dan meminta ampunan. Dan hanya kepada-Nya seorang mukmin sujud dan mengabdi.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Dan jika kamu mengharap bantuan mengharaplah kepada Allah.”
Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah swt. berfirman, ‘Apakah ada orang yang berdoa hingga Aku kabulkan doanya. Apakah ada orang yang meminta hingga Aku kabulkan permintaannya. Dan apakah ada orang yang meminta ampunan hingga Aku ampuni.”
8. Berdoa kepada yang Maha dekat dan Maha menjawab.
Doa ditujukan kepada Allah swt. karena Dialah yang telah berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengbulkan permintaan kalian.” (al-Mukminun: 60)
Dia juga telah memuji orang-orang Mukmin yang berdoa dan meminta kepada-Nya, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (al-Anbiyaa’: 90)
Dan di antara asmaul husna yang Allah swt. miliki adalah “Mahadekat dan Mahamendengar.” Yakni dekat dengan hamba-Nya, mendengar dan mengabulkan permintaan hamba-Nya.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka [jawablah] bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi [segala perintah-Ku] dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (al-Baqarah: 186)
9. Meminta kepada Dzatyang Tidak pernah bosan untuk memberi.
Menghindari meminta-minta kepada manusia merupakan kesempurnaan tauhid. Seorang Muslim, seharusnya mengadukan semua urusannya hanya kepada Allah swt. karena Dialahyang menyuruh hamba-Nya untuk meminta kepada-Nya.
“Dan mohonlah karunia dari Allah.” (an-Nisaa’: 32)
Rasulullah saw. bersabda, “Mintalah karunia dari Allah, karena Allah senang untuk dimintai.” (HR Tirmidzi)
Kekayaan Allah juga tidak akan habis maupun berkurang karena banyaknya permintaan. “Apa yang ada di sisiu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (an-Nahl: 96)
Bahkan Allah akan murka jika ada hamba yang tidak mau meminta kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang tidak mau meminta kepada Allah, Allah akan marah kepadanya. Maka hendaknya, seorang di antara kalian mengadukan segala urusannya kepada Rabbnya, meskipun hanya tali sendal yang putus.” (HR Tirmidzi)
Jika demikian masihkah seorang muslim mengadukan urusannya kepada sesama manusia yang tidak suka memberi dan marah ketika dimintai pertolongan? Semoga Allah memrahmati orang yang menulis bait ini:
Janganlah kamu mengadu kepada manusia
Mengadulah kepada Dzat yang pintunya selalu terbuka
Dialah Allah, yang akan marah jika engkau tidak mengadu kepada-Nya
Sedangkan manusia akan marah jika diminta
10. Meminta kepada selain Allah adalah kehinaan
Jika seseorang dimintai bantuan, maka hanya ada dua kemungkinan, memberi atau menolak. Jika memberi, ia akan menyebut-nyebut pemberian itu. Jika menolak, ia menolak dengan kata-kata yang menyakitkan. Semua itu tentu akan menjatuhkan martabat orang yang diberi dan menyakiti hatinya.
Bisa jadi inilah yang menjadi sebab mengapa Rasulullah saw. ketika membaiat [mengambil janji setia] untuk komitmen terhadap Islam, beliau memasukkan item untuk tidak meminta bantuan kepada orang lain. Sejumlah shahabat ra. telah melaksanakan baiat ini, di antaranya: Abu Bakar ash-Shiddiq ra, Abu Dzar ra., Tsauban ra., dan ‘Auf Ibnu Malik ra.
Disebutkan bahwa setelah baiat tersebut, salah seorang di antara mereka ada yang cambuknya jatuh, dan ia tidak mau meminta tolong orang lain untuk mengambilkannya. (HR Muslim, Abu Dawud dan yang lain)
11. Meminta pertolongan kepada Dzat yang Mahakuat
Manusia senantiasa membutuhkan bantuan, baik dalam perkara yang besar ataupun perkara yang kecil, dan tidak ada yang mampu memberikan semua bantuan itu, kecuali Allah swt. Selain Allah tentunya sangat lemah, bahkan hanya untuk sekedar menolak satu bahaya ataupun mendatangkan manfaat untuk dirinya, mereka tidak mampu. Barangsiapa yang dibantu Allah, maka dia mendapatkan bantuan, dan barangsiapa yang ditelantarkan Allah maka ia adalah benar-benar terlantar.
“Jika Allah menolongmu, maka tidak ada orang yang dapat mengalahkanmu dan jika Allah membiarkanmu [tidak memberi pertolongan] maka siapakah gerangan yang dapat menolongmu [selain] dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaknya kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.” (Ali ‘Imraan: 160)
Bahkan sebenarnya di tangan Allah lah hati semua makhluk. Allah swt. mengaturnya sesuai dengan kehendak-Nya. Dialah yang mengarahkan hati seseorang untuk tidak memberi. Karenanya, kembalilah kepada pelaku yang sesungguhnya, Dialah Allah swt. yang memberi dan menghalangi pemberian.
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan [keperluan]nya.” (ath-Thalaq: 3)
Dan menghadaplah kepada Allah dalam segala hal, “Hanya kepada-Mu, kami menyembah dan hanya kepada-Mu, kami memohon pertolongan.” (al-Faathihah: 5)
12. Meminta Pertolongan kepada selain Allah swt. adalah Kerendahan dan Kelemahan.
Ketika meminta bantuan, seseorang tentu dituntut memperlihatkan kelemahan, kebutuhan, dan kerendahannya. Padahal sikap seperti ini adalah esensi dari makna ibadah yang tidak layak ditujukan kepada selain Allah swt.
Pada saat yang sama meminta bantuan juga menunjukkan pengakuan akan kemampuan orang yang dimintai bantuan. Mengakui bahwa ia mampu mewujudkan kehendaknya, mendatangkan manfaat, dan menolak mudlarat. Padahal tidak ada yang bisa melakukan semua itu kecuali Allah swt. Karenanya, barangsiapa yang menyangka bahwa kemampuan itu dimiliki oleh selain Allah swt. ia akan menyesal dan merugi.
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, Maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yunus: 107)
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, Maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah Maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Fathir: 2)
13. Iman kepada Qadla’ dan Qadar, mendatangkan ketenangan dan ketentraman
Setelah merasa yakin akan perlindungan dan petolongan dari Allah swt. dalam semua aspek kehidupan, maka seorang mukmin tidak akan peduli dengan berbagai upaya untuk membahayakan dirinya. Karena ia meyakini bahwa kebaikan dan keburukan hanya terjadi atas kuasa Allah swt. Tidak satupun makhluk yang ikut memiliki kuasa.
“Katakanlah, ‘Semuanya [datang] dari sisi Allah.’” (an-Nisaa’: 78)
Dalam hadits di atas disebutkan, “Ketahuilah jika sekelompok manusia berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu maka tidak akan bisa memberikan manfaat kecuali apa yang telah ditetapkan Allah untukmu. Jika mereka berkumpul untuk memberikan mudlarat kepadamu, maka tidak akan bisa memberikan mudlarat kecuali apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.”
Firman Allah yang artinya: “Jika Allah menimpakan suatu kemudlaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya selain Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu. Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya.” (al-An’am: 17)
Jadi, tidak ada seorangpun yang dapat menyakitimu selama Allah swt tidak menghendakinya. Begitu juga sebaliknya jika ada seseorang yang menjanjikan sesuatu untukmu, maka hal itu tidak akan terwujud, jika Allah swt. tidak menghendaki.
Firman Allah yang artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauhul mahfudz] sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”(al-Hadid: 22)
Imam Ahmad dan perawi lain meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Segala sesuatu memiliki hakekat. Seseorang tidak akan mencapai hakekat iman, sehingga ia memahami bahwa apa yang menimpanya tidak akan bisa luput darinya dan segala yang luput darinya tidak akan menimpanya.”
14. Beriman kepada Qadla’dan Qadar mendatangkan keberanian.
Telah jelas, bahwa manfaat dan mudlarat adalah ketetapan yang pasti. Seseorang tidak akan mendapatkannya kecuali atas ketentuan Allah swt. Dengan demikian hendaklah seorang muslim tidak gentar dalam melaksanakan perintah Allah. Mengatakan kebenaran, meskipun bahaya mengintai keselamatan dirinya. Tidak perlu takut akan cercaan. Bersikap berani tanpa memperhitungkan mati atau hidup. Sebagai bukti keyakinan terhadap ayat, “Katakanlah, ‘Sekali-sekali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.’” (at-Taubah: 51)
Adapun aya yang telah ditakdirkan, maka itulah yang akan terjadi.
“Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar [juga] ke tempat mereka terbunuh.” (Ali Imran: 154)
Artinya, orang yang tinggal di rumah dan tidak mau berperang karena takut kematian, akan tetapi Allah swt. telah menentukan kematian baginya, maka ia akan keluar ke tempat dimana kematian itu ditentukan baginya. Kalau kematian tersebut ditentukan di medan perang, mungkin karena salah satu dan lain hal, ia akan keluar hingga sampai medan perang, lalu diterjang peluru dan mati.
15. Keimanan bukanlah menyerah, tawakal bukanlah pasrah.
Iman kepada qadla dan qadar, dengan pengertian di atas, adalah argumentasi untuk mementahkan anggapan sebagian orang-orang bodoh yang senantiasa bergelimang maksiat. Mereka menjadikan qadla dan qadar sebagai dalih atas perbuatan mereka. mereka tidak sadar bahwa di samping memerintahkan untuk beriman kepada qadla dan qadar, Allah swt. juga memerintahkan untuk beramall.
Firman Allah: “Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu.’” (at-Taubah: 105)
Rasulullah saw. yang menjadi teladan kita juga telah menjelaskan agar setiap muslim berusaha. Karenanya siapapun yang mengabaikan usaha dan berdalih pada qadla dan qadar, maka ia telah melanggar perintah Allah swt. dan Rasul-Nya. karena makna iman dan tawakal yang sesungguhnya adalah melakukan usaha seraya berharap kepada Allah swt. demi keberhasilan usahanya. Rasulullah saw. bersabda, “Beramallah. Masing-masing orang akan dimudahkan untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan takdirnya.” (HR Muslim)
16. Kemenangan hanya didapat dengan kesabaran.
Kehidupan manusia sebenarnya penuh dengan pergulatan. Kemenangan dalam pergulatan ini tergantung pada sejauh mana kesabaran yang dimiliki. Karena sabar merupakan jalan yang bisa membawa seseorang pada kemenangan yang diinginkan, dan senjata efektif untuk menghadapi musuh, apapun bentuknya yang tersembunyi maupun yang tampak. Wajar jika kemudian Allah swt. menjadikan kesabaran sebagai jawaban kunci untuk lulus dari ujian di dunia. Untuk membedakan hamba-Nya, mana yang benar-benar bertakwadan mana yang munafik.
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan [baik buruknya] hal ihwalmu.” (Muhammad: 31)
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk urusan yang patut diutamakan.” (Ali Imran: 186)
“Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar [imannya] dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah: 177)
Sabar adalah mengendalikan hawa nafsu agar berjalan sesuai dengan akal dan syara’. Jika kita telusuri berbagai ayat al-Qur’an maupun hadits, akan kita dapati bahwa kata sabar diungkapkan dalam berbagai tempat dan situasi. Namun semuanya tetap bermuara pada pengertian di atas dan mengarah kepada satu tujuan, yaitu kesuksesan dan kemenangan.
Di antaranya:
a. Sabar dalam ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan.
Melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya adalah tanggung jawab, yang tentunya memberatkan. Jadi, dibutuhkan usaha keras untuk dapat mengalahkan kemauan hawa nafsu dan setan.
Firman Allah: “Karena sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (Yusuf: 53)
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (Shaad: 26)
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Fathir: 6)
Musuh-musuh yang tidak terlihat ini, senantiasa menyodorkan berbagai godaan dan menghiasi manusia agar mengikuti hawa nafsu, berusaha memalingkan manusia dari ketaatan, dan senantiasa mendorong untuk berbuat maksiat. Musuh-musuh ini tidak pernah bosan dengan apa yang ia usahakan. Untuk menghadapi godaan yang mereka lancarkan, diperlukan upaya sungguh-sungguh, ketabahan, kegigihan, dan kesabaran.
Firman Allah: “Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya.” (Yunus: 109)
“Rabb [yang menguasai] langit dan bumi; dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguhhatilah dalam beribadah kepada-Nya.” (Maryam: 65)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw.bersabda: “Mujahid adalah orang yang mengekang hawa nafsunya dengan sungguh-sungguh untuk Allah swt.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
Bisa dipastikan, siapapun yang mampu menahan nafsunya sesuai dengan apa yang diridlai Allah swt.dengan menaati semua perintah dan larangan-Nya, ia benar-benartelah mengalahkan musuh yang tak terlihat ini, nafsu dan setan yang selalu berusaha menyesatkannya. Ini adalah kemenangan yang tidak ada tandingannya. Kemenangan yang menjadikan seseorang benar-benar memiliki dirinya secara utuh dan bebas dari belenggu nafsu, syahwat dan bisikan-bisikan setan.
Jika kemenangan atas musuh-musuh ini tercapai, maka kebenaran akan semakin tampak di dada setiap mukminin, hatinya pun bercahaya untuk terus menerangi langkahnya dalam menapaki jalan menuju keridlaan Allah swt. “Dan orang-orang yang berjihad untuk [mencari keridlaan] Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (al-Ankabuut: 69)
Sungguh tepat, ketika diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Dan kesabaran adalah cahaya.” (HR Muslim)
b. Sabar terhadap musibah
Manusia senantiasa terancam bencana, baik yang menimpa jiwa, harta maupun keluarganya. Tidak bisa dipungkiri, hal ini merupakan pukulan berat bagi manusia. Bahkan bisa jadi menimbulkan keputusasaan.
Firman Allah: “Dan apabila dia ditimpa keusahan niscaya dia berputus asa.” (al-Israa’: 83)
Juga dapat menimbulkan kesedihan dan sikap keluh kesah.
Firman Allah: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah.” (al-Ma’aarij: 19-20)
Kondisi yang disebutkan dalam dua ayat di atas banyak dialami oleh mereka yang kalah dan tidak mungkin menemukan jalan kemenangan dalam hidup ini. Oleh karenya, Allah swt. menyuruh setiap mukmin untuk tetap tegar dalam menghadapi musibah yang memang tidak akan bisa dielakkan, agar bisa menemukan jalan yang mampu membawa kepada kesuksesan dan kemenangan.
Ini semua bisa ditempuh dengan kesabaran, karena kesabaran adalah kunci keberhasilan dan kemenangan.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-Baqarah: 155-157)
Mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk untuk menapaki jalan kemuliaan. Terutama mereka yang sabar semenjak detik pertama tertimpa musibah. Rasulullah saw. bersabda, “Yang dikatakan bersabar adalah ketika pertama kali mengetahui satu musibah.” (Muttafaq ‘alaiHi) mereka inilah yang akan keluar sebagai pemenang, menghadapi hidup dengan penuh keberanian, mengubah musibah menjadi sebuah kebaikan dan senantiasa mengambil manfaat dari musibah yang ia rasakan baik untuk dunianya maupun untuk akhiratnya. Dengan demikian kondisi apapun tetap sama baginya.
Rasulullah saw. bersabda: “Orang mukmin itu unik, semua urusannya adalah kebaikan baginya. Hal ini hanya dimiliki oleh orang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur dan itu baik baginya. Jika ia ditimpa musibah, ia bersabar dan itu baik baginya.” (HR Muslim)
Dalam hadits lain Nabi saw. membuat perumpamaan yang sangat indah. Suatu ketika seorang putrinya mengirim utusan kepada beliau dan menyampaikan pesan, “Sesungguhnya anakku mengalami sakaratul maut, maka datanglah.” Nabi kemudian mengirimkan utusan dan memberi pesan, “Semua yang Allah ambil dan Allah beri adalah milik-Nya. Segala sesuatu memiliki batas yang telah ditentukan-Nya. Maka bersabar dan berharaplah untuk mendapatkan pahala.”
c. Sabar terhadap perlakuan tidak baik dari orang lain
Dalam hidupnya, manusia berdampingan dengan berbagai jenis manusia yang berbeda-beda akhlak dan tabiatnya. Sangat dimungkinkan seseorang menerima perlakukan yang tidak baik dan berbagai bentuk kesewenangan. Jika ia sedih dan sakit hati menghadapi semua itu, maka ia akan kecewa dan merugi. Hidupnya bagaikan di neraka yang menyala. Namun, jika ia mampu bersabar, memaafkan dan lapang dada, maka ia akan beruntung dan hidup dengan penuh kebahagiaan dan dalam nuansa saling kasih.
Firman Allah: “…..Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (al-Baqarah: 109)
“….tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. Maka tiba-tiba orang yang bermusuhan denganmu, seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushilat: 34)
Kesabaran adalah tanda kejantanan. “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya [perbuatan] yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (asy-Syuraa’: 43)
Kesabaran hanya dimiliki oleh orang-orang yang beriman, meminta pertolongan dan mengharap pahala hanya dari Allah swt.
“….Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi yang lain. Sanggupkah kamu bersabar dan Rabb-mu Maha Melihat.” (al-Furqaan: 20)
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridlaan Rabbnya.” (ar-RA’d: 22)
d. Sabar di medan dakwah
Kesabaran di medan dakwah adalah sesuatu yang diperintahkan Allah swt. dan Rasul-Nya.
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (ThaaHaa: 132)
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah [manusia] mengerjakan yang baik, cegahlah [mereka] dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap yang menimpa dirimu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan [oleh Allah].” (Lukman: 17)
Allah juga berseru kepada Nabi-Nya saw.: “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (al-Muzzammil: 10)
Jalan dakwah adalah jalan yang penuh dengan rintangan. Karenanya seorang da’i harus membekali dirinya dengan kesabaran, agar dapat melewati rintangan-rintangan itu.
Allah swt. berfirman, “Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini [kebenaran ayat-ayat Allah] itu menggelisahkanmu.” (ar-Ruum: 60)
Namun jika buru-buru untuk memetik hasilnya, maka ia akan menuai kerugian dan segala upaya yang telah dilakukan akan sia-sia.
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul yang telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan [adzab] bagi mereka.” (al-Ahqaaf: 35)
“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh [mustahil] sedangkan Kami memandangnya dekat [pasti terjadi].” (al-Ma’aarij: 5-7)
e. Sabar di medan perang
Jihad adalah tempat yang penuh bahaya dan ladang kematian. Sehingga tidak disukai oleh kebanyakan manusia.
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang adalah sesuatu yang kamu benci.” (al-Baqarah: 216)
Karena itu, seorang mukmin yang diwajibkan untuk berperang, harus terlebih dahulu mempersenjatai dirinya dengan kesabaran, bahkan ia harus lebih tahan dan bersabar dari musuhnya.
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga [di perbatasan negerimu] dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (Ali ‘Imraan: 200)
Di ayat lain Allah mensejajarkan antara jihad dan kesabaran. “Kemudian berjihad dan sabar.” (an-Nahl 110)
Sabar juga merupakan syarat kemenangan:
“Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (al-Anfaal: 65)
Allah juga mengaitkan pertolongan dan bantuan-Nya yang berupa turunnya para malaikat dari langit, dengan kesabaran. “Ya [cukup], jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.” (Ali ‘Imraan: 125)
Allah swt. juga menjadikan kesabaran orang-orang mukmin sebagai penyebab gagalnya muslihat dan berbagai strategi orang-orang kafir, “Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudlaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (Ali ‘Imraan: 120)
Sebaliknya jika orang-orang mukmin tidak memiliki kesabaran maka mereka akan menuai kegagalan.
“Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (al-Anfaal: 45-46)
Urgensi kesabaran ini juga diisyaratkan oleh banyaknya ayat yang menyebutkan, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersabar,” atau ayat “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.”
Allah juga menegaskan bahwa pengikut para rasul sudah semestinya untuk bersabar terhadap apa yang di dapat di medan perang, baik kematian maupun luka-luka. Jika tidak merasa lemah sedikitpun atau merasa hina. Jika mereka melakukan hal ini, maka mereka layak mendapatkan kecintaan dan kemenangan dari Allah swt.
“Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali ‘Imraan: 146)
17. Buah dari kesabaran.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa buah kesabaran adalah keridlaan, kedamaian, perasaan bahagia, terciptanya kemuliaan dan kebaikan, pertolongan dari Allah swt., kemenangan, dan kecintaan dari-Nya. Puncaknya adalah buah yang akan didapat di akhirat, yaitu kenikmatan abadi dan tak terbatas.
“Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas.” (az-Zumar: 10)
Kenikmatan yang diperoleh di dalam surga yang diperoleh di dalam surga, yang luasnya seluas langit dan bumi. Di dalamnya mereka akan disambut oleh malaikat, “[Yaitu] surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shalih, dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedangkan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu [sambil mengucapkan], “Salaamun ‘alaikum bimaa shabartum.” Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (ar-Ra’du: 23-24)
Allah swt. juga akan memberikan pengampunan, kemenangan, dan keridlaan, “Sesungguhnya Aku memberi balasan keapda mereka di hari ini, karena kesabaran mereka. sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.” (al-Mukminun: 111)
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, [yaitu] orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, innaa lillaaHi wa innaa ilaiHi raaji’uun.” (al-Baqarah: 155-156)
Semua itu menunjukkan bahwa kesabaran adalah pemberian terbaik yang diterima manusia. Sungguh tepat manakala Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada pemberian, yang diterima seseorang yang lebih baik dari kesabaran.” (Muttafaq ‘alaiHi)
18. Jalan keluar selalu diiringi keusasahan.
Kadang, seseorang ditimpa musibah, hingga ia dirundung kesusahan, semua itu merupakan ujian dari Allah swt. Jika ia sabar, tidak putus atas, menyadari bahwa apa yang menimpanya adalah ketentuan dari Allah swt. niscaya pertolongan Allah akan datang, dan segala kesusahan yang dirasakan pun akan sirna. Inilah kemenangan yang sesungguhnya, di dunia dan di akhirat.
Saat itu, seorang mukmin akan menyadari bahwa cahaya terpencar dari kegelapan, di balik setiap kesusahan pasti ada kebaikan. Semua proses ini bertujuan agar seorang mukmin hanya menghubungkan hatinya kepada Allah swt. dan yakin bahwa semua perkara berada di tangan Allah swt.
Allah swt. berfirman: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.” (al-Baqarah: 214)
“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. dan Dia lah Yang Mahapelindung lagi Mahaterpuji.” (asy-Syuraa: 28)
Anda akan memahami makna ayat di atas secara lebih jelas, jika anda menyimak kisah Ka’ab bin Malik ra. dan dua orang shahabat ra. lainnya ketika mereka tidak ikut dalam perang Tabuk. Sebagai hukuman, Nabi saw. memerintahkan masyarakat untuk mengisolasi mereka, dengan cara tidak mengajaknya bicara. Hingga mereka bertiga merasakan kesedihan yang amat luar biasa. Al-Qur’an menggambarkan sebagai berikut:
“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (at-Taubah: 118)
19. Setiap kesulitan pasti ada kemudahan.
Kita tentu merasakan adanya saling keterkaitan antara bagian-bagian hadits di atas. Kesulitan akan menimbulkan kesedihan, dan kemudahan adalah bagian dari jalan keluar. Sementara semua itu membutuhkan ketegaran dan kesabaran. Sehingga membuahkan pertolongan dan kemenangan. Diakui atau tidak, bahwa semua itu adalah rahmat dari Allah swt. untuk hamba-Nya. Karena Dia telah menjadikan kesulitan beriringan dengan kemudahan.
Firman Allah yang artinya: “Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (ath-Thalaq: 7)
“Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (al-Insyirah: 5-6)
Karena itulah Allah swt. tidak menetapkan suatu syariat kecuali yang mampu dilakukan oleh hamba-Nya.
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (al-Baqarah: 185)
Allah swt. juga menjauhkan segala bentuk kesulitan dari hamba-Nya.
“Dan sekali-sekali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesulitan.” (al-Hajj: 78)
Al-Bazar meriwayatkan dari Anas ra.bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika datang kesulitan, lantas ia memasuki lubang ini, niscaya akan datang kemudahan, lantas orang lain akan masuk dan mengeluarkannya.”
Setelah Rasulullah saw. berkata demikian, maka turun ayat, “Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (al-Insyirah: 5-6)
Sabda Nabi saw. ini menegaskan bahwa kesulitan tidaklah menimpa manusia terus menerus. selama ia ridla dengan ketentuan Allah swt. senantiasa komitmen terhadap segala perintah dan larangan-Nya dan pasrah kepada-Nya, niscaya Allah swt. akan mengganti kesulitan dengan kemudahan. Allah swt. berfirman, “Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan [keperluan]nya.” (ath-Thalaq: 3)
20. Seorang guru, sebelum menyampaikan pelajaran, hendaklah ia merangsang semangat ingin tahu di kalangan anak didiknya. Dengan demikian mereka akan benar-benar siap untuk menerima pelajaran yang akan disampaikan.
21. Barangsiapa yang berada dalam kebenaran, mendakwahkan kebenaran, atau melakukan amar ma’ruf nahi munkar, niscaya segala tipu muslihat orang-orang kafir dan musuh-musuh Alalh swt.lainnya tidak akan bisa mencelakakannya.
22. Setiap muslim berkewajiban melaksanakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang, senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Tanpa terpengaruh oleh orang-orang yang lemah iman, yang senantiasa menakut-nakutinya. Karena semua yang akan terjadi sudah ditentukan oleh Allah sw.


EmoticonEmoticon