Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah perintah) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah: 221)
Ini adalah pengharaman bagi kaum muslimin untuk menikahi wanita-wanita musyrik, para penyembah berhala. Jika yang dimaksudkan adalah kaum wanita musyrik secara umum yang mencakup semua wanita, baik dari kalangan ahlul kitab maupun penyembah berhala, maka Allah Ta’ala telah mengkhususkan wanita Ahlul Kitab, melalui firman-Nya yang artinya:
“(Dan dihalalkan menikahi) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, jika kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula menjadikannya gundik.” (QS. Al-Maa-idah: 5).
Mengenai firman Allah Ta’ala: wa laa tankihul musyrikaati hattaa yu’minn (“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman,”) Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Dalam hal ini, Allah swt. telah mengecualikan wanita-wanita Ahlul Kitab.”
Hal senada juga dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Makhul, Hasan al-Bashri, adh-Dhahhak, Zaid bin Aslam, Rabi’ bin Anas, dan ulama lainnya.
Ada yang mengatakan: “Bahkan yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah wanita musyrik dari kalangan penyembah berhala, sama sekali bukan wanita Ahlul Kitab. Dan maknanya berdekatan dengan pendapat yang pertama.” Wallahu a’lam.
Setelah menceritakan ijma’ mengenai dibolehkannya menikahi wanita Ahlul Kitab, Abu Ja’far bin Jarir rahimahullahu mengatakan: “Umar melarang hal itu (menikahi wanita Ahlul Kitab) agar orang-orang tidak meninggalkan wanita-wanita muslimah atau karena sebab lain yang semakna.”
Imam Buhkari meriwayatkan, Ibnu Umar mengatakan: “Aku tidak mengetahui syirik yang lebih besar daripada seorang wanita yang mengaku ‘Isa sebagai Rabbnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Firman Allah: wa la amatum mu’minatun kahirum mim musyrikatiw walau a’jabatkum (“Sesungguhnya wanita budak yang beriman itu lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu.”) As-Suddi mengatakan: Ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Rawahah yang mempunyai seseorang budak wanita berkulit hitam. Suatu ketika Abdullah marah dan menamparnya, lalu ia merasa takut dan mendatangi Rasulullah dan menceritakan peristiwa yang terjadi di antara mereka berdua (Abdullah dan budaknya). Maka Rasulullah saw. bertanya: “Bagaimana budak itu?” Abdullah bin Rawahah menjawab: “Ia berpuasa, shalat, berwudhu’ dengan sebaik-baiknya, dan mengucapkan syahadat bahwa tidak ada Ilah yang hak selain Allah dan engkau adalah Rasul-Nya.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Wahai Abu Abdullah, wanita itu adalah mukminah.” Abdullah bin Rawahah mengatakan: “Demi Allah yang mengutusmu dengan hak, aku akan memerdekakan dan menikahinya.” Setelah itu Abdullah pun melakukan sumpahnya itu, maka beberapa orang dari kalangan kaum muslimin mencelanya serta berujar: “Apakah ia menikahi budaknya sendiri?” Padahal kebiasaannya mereka ingin menikah dengan orang-orang musyrikin atau menikahkan anak-anak mereka dengan orang-orang musyrikin, karena menginginkan kemuliaan leluhur mereka.
Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat: wa la amatum mu’minatun kahirum mim musyrikatiw walau a’jabatkum (“Sesungguhnya wanita budak yang beriman itu lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu.”)
wa la a’bdum mu’minatun kahirum mim musyrikatiw walau a’jabatkum (“Sesungguhnya wanita budak yang mu’min itu lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu.”)
wa la a’bdum mu’minatun kahirum mim musyrikatiw walau a’jabatkum (“Sesungguhnya wanita budak yang mu’min itu lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu.”)
Dalam kitab shahih pun (al-Bukhari dan Muslim) telah ditegaskan dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hal senada juga diriwayatkan Imam Muslim, dari Jabir bin Abdullah, dari Umar, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Dunia ini adalah kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)
Dan firman-Nya: wa laa tunkihul musyrikiina hattaa tu’minuu (“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik [dengan wanita-wanita mukmin] sebelurn mereka beriman.”) Artinya, janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik dengan wanita-wanita yang beriman.
shalihah.” (HR. Muslim).
shalihah.” (HR. Muslim).
Sebagaimana Allah Ta’ala juga berfirman [yang artinya]: “Mereka (wanita-wanita yang beriman) tidak halal bagi orang-orang kafir itu, dan orang-orang kafir itu tidak halal juga bagi mereka.” (QS. Al-Mumtahanah: 10)
Setelah itu Allah swt. berfirman: wa la a’bdum mu’minatun kahirum mim musyrikatiw walau a’jabatkum (“Sesungguhnya wanita budak yang mu’min itu lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu.”)
Artinya, seorang budak laki-laki yang beriman meskipun ia seorang budak keturunan Habasyi (Ethiopia) adalah lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik meskipun ia seorang pemimpin yang mulia.
Artinya, seorang budak laki-laki yang beriman meskipun ia seorang budak keturunan Habasyi (Ethiopia) adalah lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik meskipun ia seorang pemimpin yang mulia.
Ulaa-ika yad’uuna ilan naar (“Mereka mengajak ke neraka.”) Maksudnya, bergaul dan berhubungan dengan mereka hanya akan membangkitkan kecintaan kepada dunia dan kefanaannya serta lebih mengutamakan dunia daripada akhirat dan hal ini berakibat buruk.
wallaaHu yad’u ilal jannati wal maghfirati bi-idzniHi (“Sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.”) Yaitu melalui syari’at, perintah, dan larangan-Nya.
Wa yubayyinu aayaatiHii lin naasi la’allaHum yatadzakkaruun (“Dan Allah menerangkan ayat ayat Nya [perintah-perintah] kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”)
Wa yubayyinu aayaatiHii lin naasi la’allaHum yatadzakkaruun (“Dan Allah menerangkan ayat ayat Nya [perintah-perintah] kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”)
EmoticonEmoticon