Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 253

Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
tulisan arab surat albaqarah ayat 253
“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Diantara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 253)
Allah memberitahukan bahwa Dia telah melebihkan sebagian rasul atas sebagian yang lain. Sebagaimana firman-Nya: wa laqad fadl-dlalnaa ba’dlan nabiyyiina ‘alaa ba’dliw wa aatainaa daawuuda zabuuran (“Dan sesungguhnya Kami telah melebihkan sebagian nabi itu atas sebagian yang lain. Dan Kami berikan Zabur kepada Dawud.”) (QS. Al-Israa’: 55) Sedankan dalam surat al-Baqarah ini, AllahTa’ala berfirman: tilkar rusulu fadl-dlalnaa ba’dlaHum ‘alaa ba’dlim minHum man kalamallaaHu (“Rasul rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata [langsung dengannya].”) Yaitu Nabi Musa as. dan Nabi Muhammad. Demikian juga Adam as. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dalam kitab Shahih Ibnu Hibban, dari Abu Dzar.
Wa rafa’a ba’dlaHum darajaat (“Dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.”) Sebagaimana yang ditegaskan dalam sebuah hadits tentang Isra’, yaitu ketika Nabi melihat para nabi di langit sesuai dengan kedudukan mereka disisi Allah.
Jika ditanyakan, apa fungsi penyatuan antara ayat ini dengan hadits yang ditegaskan dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, ia menceritakan: “Seorang muslim saling mencaci-maki dengan seorang Yahudi, lalu dalam sumpah yang diucapkannya si Yahudi tersebut mengatakan: “Tidak, demi Dzat yang telah memilih Musa atas semesta alam.” Kemudian orang muslim itu mengangkat tangan seraya menampar si Yahudi tersebut dan mengatakan: “Betapa buruk-nya kau, apakah Musa juga mengungguli Muhammad?” Kemudian si Yahudi itu datang kepada Nabi, maka Rasulullah bersabda:
“Janganlah kalian mengunggulkan aku atas nabi-nabi yang lain. Sesungguhnya manusia akan tidak sadarkan diri (pingsan) pada hari kiamat kelak. Dan aku adalah orang yang pertama kali sadarkan diri. Lalu aku melihat Musa, ia berdiri tegar di dekat pilar ‘Arsy. Aku tidak tahu, apakah ia sadarkan diri sebelumku ataukah ia tidak merasakannya karena ia pernah pingsan di bukit Thursina. Maka janganlah kalian mengunggulkan aku atas nabi-nabi lainnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan riwayat yang lain disebutkan: “Jangan kalian mengunggulkan di antara para Nabi.”
Menjawab pertanyaan tersebut dapat dikatakan bahwa apa yang disabdakan Rasulullah itu termasuk dalam bab kelembutan tawadhu’ (merendahkan diri). Hak mengunggulkan itu bukanlah hak kalian, melainkan hak Allah Kewajiban kalian hanyalah tunduk patuh, berserah diri, dan beriman kepadanya.
Firman-Nya: wa aatainaa ‘iisabna maryamal bayyinaati (“Dan Kami berikan kepada Isa putra Maryam beberapa mukjizat.”) Yaitu berbagai macam hujjah dan dalil-dalil pasti yang menunjukkan kebenaran apa yang dibawanya kepada Bani Israil, bahwa ia adalah hamba Allah sekaligus rasul-Nya Jalla wa alaa yang diutus ke-pada mereka. Wa ayyadnaaHu biruuhil qudus (“Serta Kami perkuat ia dengan Ruhul Qudus.”) Yakni bahwa Allah telah memperkuat Isa dengan malaikat Jibril.
Kemudian Allah berfirman yang artinya: “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan. Akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan.”
Artinya semuanya itu sudah merupakan ketetapan dan takdir Allah Taala. Oleh karena itu, Dia berfirman: wa laakinnallaaHa yaf’alu maa yuriid (“Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.”)


EmoticonEmoticon