Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
“Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah diantara manusia. Dan Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui. (QS. Al-Baqarah: 224) Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleb hatimu. Dan Allah Mahapengampun lagi Mahapenyantun.” (QS. Al-Baqarah: 225)
Allah berfirman, “Janganlah kamu menjadikan sumpah-sumpah (yang telah) kamu (ucapkan) kepada Allah sebagai penghalang bagimu dari berbuat kebaikan dan menyambung tali kekelurgaan jika sebelumnya kamu telah bersumpah untuk meninggalkan hal itu.” Hal itu seperti firman-Nya [yang artinya]:
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabatnya, orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu?” (QS. An-Nuur: 22).
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabatnya, orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu?” (QS. An-Nuur: 22).
Dengan demikian, orang yang tetap menjalankan sumpahnya itu berdosa. Dan untuk keluar dari sumpah itu, pelakunya harus membayar kafarat. Sebagaimana yang diriwayatkan al-Bukhari, dari Hamam bin Munabbih, ia menceritakan, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Kita adalah umat yang lahir di masa terakhir tetapi yang paling awal masuk ke dalam surga pada hari kiamat kelak.” Dan beliau bersabda: “Demi Allah, salah seorang di antara kalian yang mempertahankan sumpahnya untuk memojokkan keluarganya, lebih berdosa di sisi Allah daripada -melanggar sumpah itu- dengan membayar kafarat (denda) yang telah diwajibkan Allah atasnya.” (HR. Muslim).
Mengenai firman-Nya: wa laa taj’alullaaHa ‘urdlatal li aimaanikum (“Janganlah kamu menjadikan [nama] Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang,”) Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, “Artinya jangan-lah sekali-kali engkau menjadikan sumpahmu sebagai penghalang bagimu untuk berbuat kebaikan. Namun bayarlah denda sumpahmu dan lakukanlah kebaikan.” Hal yang sama juga dikatakan oleh Masruq, asy-Sya’abi, Ibrahim an-Nakha’i, Mujahid, Thawus, Sa’id bin Jubair, Atha’, Ikrimah, Makhul, az- Zuhri, Hasan al-Bashri, Qatadah, Muqatil bin Hayyan, Rabi’ bin Anas, adh-Dhahhak, Atha’ al-Khurasani, dan as-Suddi.
Pendapat para ulama tersebut diperkuat dengan hadits yang terdapat dalam kitab ash-Shahihain, dari Abu Musa al-Asy’ari, ia berkata, Rasulullah bersabda: “Demi Allah, sesungguhnya aku insya Allah tidaklah bersumpah lalu aku melihat hal lain lebih baik daripada sumpah itu, melainkan aku akan menjalankan yang lebih baik tersebut, dan aku lepaskan sumpah itu dengan membayar kafarat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam kitab ash-Shahihain, juga ditegaskan bahwa Rasulullah pernah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah: “Hai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Sesungguhnya jika kepemimpinan itu diberikan kepadamu tanpa engkau minta, niscaya Allah akan membantumu untuk menjalankannya. Dan jika kepemimpinan itu diberikan kepadamu setelah engkau minta, niscaya engkau dibiarkan dengan kepemimpinan itu (tidak mendapat pertolongan dari Allah). Dan jika engkau telah terlanjur bersumpah, kemudian engkau melihat ada sesuatu yang lebih baik daripada sumpahmu, maka hendaklah engkau mengerjakan yang lebih baik itu dan bayarlah denda atas sumpahmu tadi.”
Dan firman-Nya: laa yu-aakhidzukumullaaHa bil laghwi fii aimaanikum (“Allah tidak akan menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksudkan [untuk bersumpah]”). Artinya, Allah tidak akan menghukum dan tidak juga mengharuskan kalian untuk memenuhi sumpah keliru yang telah kalian ucapkan, sedangkan ia tidak bermaksud mengucapkannya, tetapi sumpah itu keluar dari mulutnya tanpa adanya keyakinan dan kesungguhan. Sebagaimana telah ditegaskan dalam kitab ash-Shahih (Bukhari dan Muslim), dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah telah bersabda: “Barangsiapa bersumpah dengan menyebutkan nama Latta dan `Uzza, maka hendaklah ia mengucapkan: Laa Ilaaha illallaah (tidak ada Ilah yang berhak untuk diibadahi selain Allah).”
Hal ini disampaikan Rasulullah kepada suatu kaum yang baru saja lepas daripada masa jahiliyah, mereka telah memeluk Islam namun lidah mereka sudah terbiasa menyebutkan nama Latta dan ‘Uzza, tanpa adanya kesengajaan. Kemudian mereka diperintahkan untuk mengucapkan kalimat ikhlas), sebagaimana mereka telah mengucapkan kata-kata tersebut tanpa sengaja. Oleh karena itu Allah, berfirman: wa laakiy yu-aakhidzukum bimaa kasabat quluubukum (“Tetapi Allah menghukummu disebabkan [sumpahmu] yang sengaja [untuk bersumpah] oleh hatimu.”) Dan dalam surat yang lain Dia berfirman dengan menggunakan kalimat yang artinya: “Tetapi Dia menghukummu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. “(QS. Al-Maa-idah: 89).
Dalam bab Laghwul yamin (sumpah yang tidak dimaksudkan untuk bersumpah), Imam Abu Dawud meriwayatkan, dari Atha’, bahwa Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan, sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda: “Laghwul yamin adalah ucapan seseorang di dalam rumahnya, kalla wallaHi (tidak, demi Allah) dan balaa wallaHi (ya, demi Allah).”
Selanjutnya Abu Dawud mengatakan: “Hadits ini diriwayatkan Ibnul Furat, dari Ibrahim ash-Sha’igh, dari Atha’, dari Aisyah sebagai hadits mauquf. Juga diriwayatkan az-Zuhri, Abdul Malik, dan Malik bin Maghul, semuanyadari Atha’, dari Aisyah radhiallahu ‘anha sebagai hadits mauquf.
Mengenai firman Allah Ta’ala: laa yu-aakhidzukumullaaHa bil laghwi fii aimaanikum; Abdur Razak meriwayatkan dari Mu’ammar, dari az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah radhiallahu `anha, ia mengatakan; “Mereka itu adalah kaum yang saling membela diri dalam masalah yang diperselisihkan, lalu ia mengatakan: “Tidak, demi Allah, ya, demi Allah, dan benar-benar tidak, demi Allah.” Mereka saling membela diri dengan bersumpah tanpa adanya keyakinan dalam hati mereka.”
(Pengertian kedua): Dibacakan kepada Yunus bin Abdul A’la dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Aisyah pernah menafsirkan ayat: laa yu-aakhidzukumullaaHa bil laghwi fii aimaanikum; ia berkata, maksudnya adalah apabila seseorang di antara kalian bersumpah dalam suatu hal dan ia tidak menghendaki kecuali kejujuran semata, tetapi ternyata kenyataan yang ada berbeda dengan sumpahnya itu.
Hal yang senada juga diriwayatkan dari Abu Hurairah, Ibnu Abbas dalam salah satu dari dua pendapatnya, Sulaiman bin Yasar, Sa’id bin Jubair, Mujahid dalam salah satu dari dua pendapatnya, Ibrahim an-Nakha’i dalam salah satu dari dua pendapatnya, al-Hasan, Zararah bin Aufa, Abu Malik, Atha’al-Khurasani, Bakar bin Abdullah, dan salah satu dari pendapat Ikrimah, Habibbin Abi Tsabit, as-Suddi, Makhul, Muqatil, Thawus, Qatadah, Rabi’ bin Anas,Yahya bin Said, dan Rabi’ah.
Dalam bab Yamin fil ghadhab (sumpah pada waktu marah), Abu Dawud meriwayatkan, dari Sa’id bin Musayyab, bahwasanya ada dua orang bersaudar adari kaum Anshar yang memiliki harta warisan. Salah seorang di antaranya meminta bagian dari harta warisan tersebut lalu saudaranya menjawab: “Jika engkau kembali menanyakan bagian warisan kepadaku, maka semua hartaku berada di pintu Ka’bah.” Maka Umar berkata kepadanya: “Sesungguhnya Ka’bah sama sekali tidak membutuhkan hartamu, bayarlah kafarat dari sumpahmu itu, dan berbicaralah dengan saudaramu. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda: ‘Tidak ada sumpah bagimu, tidak juga nadzar dalam berbuat maksiat kepada Rabb swt, tidak juga dalam pemutusan hubungan silaturahmi, dan tidak juga pada apa yang tidak engkau miliki.” (Dha’if: Didha’ifkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitabDba’iifAbiDawud [1/713]).
Dan firman Allah: wa laakiy yu-aakhidzukum bimaa kasabat quluubukum (“Tetapi Allah menghukummu disebabkan [sumpahmu] yang sengaja [untuk bersumpah] oleh hatimu.”) Ibnu Abbas, Mujahid, dan ulama lainnya mengatakan, yaitu seseorang bersumpah atas sesuatu sedang ia mengetahui bahwa dirinya bohong. Lebih lanjut Mujahid dan ulama lainnya mengatakan, ayat tersebut sama seperti firman Allah [yang artinya]: “Tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah yang kamu sengaja.” (QS. Al-Maa-idah: 89).
Dan firman-Nya: wallaaHu ghafuurun haliim; artinya, Dia Mahapengampun dan Mahapenyantun terhadap hamba-hamba-Nya.
EmoticonEmoticon