Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksa-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS. Al-Baqarah: 165) (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan di antara mereka terputus sama sekali. (QS. Al-Baqarah: 166) Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: ‘Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.’ Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. Al-Baqarah: 167)
Allah menyebutkan keadaan orang-orang musyrik di dunia dan siksaan yang akan mereka terima di akhirat kelak atas perbuatan mereka menjadikan sekutu dan tandingan bagi-Nya yang mereka jadikan sebagai sesembahan selain Allah Ta’ala dan mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Padahal Dia adalah Allah, tiada Ilah yang hak selain Dia, yang tiada tandingan dan sekutu bagi-Nya.
Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Masud, ia menceritakan, aku pernah bertanya, “Ya Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?” Beliau menjawab: “Engkau membuat tandingan (sekutu) bagi Allah, padahal Dia telah menciptakanmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Firman Allah: wal ladziina aamanuu asyaddu hubbal lillaaHi (“Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.”) Karena kecintaan mereka kepada Allah dan kesempurnaan pengetahuan mengenai diri-Nya serta pengesaan mereka kepada-Nya, mereka tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, sebaliknya mereka hanya beribadah kepada-Nya semata, bertawakal kepada-Nya, dan kembali kepada-Nya dalam segala urusan mereka.
Setelah itu Allah mengancam orang-orang yang berbuat syirik dan mendhalimi diri mereka sendiri dengan berfirman: walau yaral ladziina dhalamuu idz yaraunal ‘adzaaba annal quwwata lillaaHi jamii’an (“Dan seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa [pada hari kiamat], bahwa seluruh kekuatan itu hanya kepunyaan Allah semuanya.”) Sebagian ulama mengatakan, maksud firman-Nya ini, bahwa hukum itu hanya milik-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya.
Wa annallaaHa syadiidul ‘iqaab (“Dan sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya”) Yakni, seandainya mereka mengetahui apa yang akan mereka lihat di sana secara nyata dan apa yang akan ditimpakan kepada mereka berupa adzab yang menakutkan dan mengerikan akibat kemusyrikan dan kekufuran mereka, niscaya mereka akan segera mengakhiri dan menghentikan kesesatan yang mereka kerjakan.
Selanjutnya Allah memberitahukan mengenai keingkaran berhala-berhala yang mereka sembah dan berlepas dirinya orang yang diikuti dari yang mengikutinya. Allah berfirman: idz tabarra-al ladziinat taba’uu minal ladziinat taba’uu (“[Yaitu ketika orang-orang yang diikuti itu melepaskan diri dari orang-orang yang mengikutinya.”) Maksudnya para malaikat, yang mereka anggap sebagai sesembahan mereka ketika di dunia, melepaskan diri dari mereka, dan para malaikat itu berkata: tabarra’naa ilaika maa kaanuu iyyaanaa ya’buduun (“Kami menyatakan berlepas diri [dari mereka] kepada-Mu, mereka sekali-sekali tidak menyembah kami.”) (QS al-Qashash: 63)
“Dan para malaikat itu pun berkata: ‘Mahasuci Engkau, Engkaulah pelindung kami bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin. Kebanyakan mereka beriman pada jin itu.” (QS. Saba’: 41)
Dan jin itu juga melepaskan diri mereka dan dari penyembahan mereka terhadapnya. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan siapakah yang lebih sesat dari-pada orang yang menyembah ilah-ilah selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya ilah-ilah itu menjadi musuh mereka dan mengingkari peribadatan mereka.” (QS. Al-Ahqaaf: 5-6)
Dan Firman-Nya: wa ra-awul ‘adzaaba wataqaththa’at biHimul asbaabu (“Dan mereka melihat siksa, dan [ketika] segala hubungan di antara mereka terputus sama sekali.”) Maksudnya, mereka menyaksikan langsung adzab Allah secara nyata, dan mereka tidak memperoleh tempat menyelamatkan diri dari neraka.
Firman Allah selanjutnya: wa qaalal ladziinat taba’uu lau anna lanaa karratan fanatabarra-a minHum kamaa tabarra-uu minnaa (“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: ‘Seandainya kami dapat kembali [ke dunia], pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.’”) Artinya, seandainya saja kami dapat kembali ke dunia sehingga kami dapat melepaskan diri dari mereka dan penyembahan terhadap mereka, niscaya kami tidak akan pernah menoleh kepada mereka, tetapi kami akan mengesakan Allah Ta’ala semata dengan beribadah kepada-Nya.
Namun dalam hal itu mereka berdusta, bahkan seandainya mereka dikembalikan ke dunia, maka mereka akan kembali mengerjakan apa yang dilarang itu dan mereka benar-benar berdusta, sebagaimana yang diberitahukan oleh Allah Ta’ala mengenai diri mereka itu.
Oleh karena itu Dia berfirman: kadzaalika yuriiHimullaaHu a’maalaHum hasaraatin ‘alaiHim (“Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka.”) Maksudnya, amal perbuatannya mereka itu akan sirna dan menghilang, sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amalan itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqaan: 23)
Oleh karena itu Dia berfirman: wa maa Hum bikhaarijiina minan naar (“Dan sekali-sekali mereka tidak akan keluar dari api neraka.”)Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksa-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS. Al-Baqarah: 165) (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan di antara mereka terputus sama sekali. (QS. Al-Baqarah: 166) Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: ‘Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.’ Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. Al-Baqarah: 167)
Allah menyebutkan keadaan orang-orang musyrik di dunia dan siksaan yang akan mereka terima di akhirat kelak atas perbuatan mereka menjadikan sekutu dan tandingan bagi-Nya yang mereka jadikan sebagai sesembahan selain Allah Ta’ala dan mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Padahal Dia adalah Allah, tiada Ilah yang hak selain Dia, yang tiada tandingan dan sekutu bagi-Nya.
Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Masud, ia menceritakan, aku pernah bertanya, “Ya Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?” Beliau menjawab: “Engkau membuat tandingan (sekutu) bagi Allah, padahal Dia telah menciptakanmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Firman Allah: wal ladziina aamanuu asyaddu hubbal lillaaHi (“Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.”) Karena kecintaan mereka kepada Allah dan kesempurnaan pengetahuan mengenai diri-Nya serta pengesaan mereka kepada-Nya, mereka tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, sebaliknya mereka hanya beribadah kepada-Nya semata, bertawakal kepada-Nya, dan kembali kepada-Nya dalam segala urusan mereka.
Setelah itu Allah mengancam orang-orang yang berbuat syirik dan mendhalimi diri mereka sendiri dengan berfirman: walau yaral ladziina dhalamuu idz yaraunal ‘adzaaba annal quwwata lillaaHi jamii’an (“Dan seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa [pada hari kiamat], bahwa seluruh kekuatan itu hanya kepunyaan Allah semuanya.”) Sebagian ulama mengatakan, maksud firman-Nya ini, bahwa hukum itu hanya milik-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya.
Wa annallaaHa syadiidul ‘iqaab (“Dan sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya”) Yakni, seandainya mereka mengetahui apa yang akan mereka lihat di sana secara nyata dan apa yang akan ditimpakan kepada mereka berupa adzab yang menakutkan dan mengerikan akibat kemusyrikan dan kekufuran mereka, niscaya mereka akan segera mengakhiri dan menghentikan kesesatan yang mereka kerjakan.
Selanjutnya Allah memberitahukan mengenai keingkaran berhala-berhala yang mereka sembah dan berlepas dirinya orang yang diikuti dari yang mengikutinya. Allah berfirman: idz tabarra-al ladziinat taba’uu minal ladziinat taba’uu (“[Yaitu ketika orang-orang yang diikuti itu melepaskan diri dari orang-orang yang mengikutinya.”) Maksudnya para malaikat, yang mereka anggap sebagai sesembahan mereka ketika di dunia, melepaskan diri dari mereka, dan para malaikat itu berkata: tabarra’naa ilaika maa kaanuu iyyaanaa ya’buduun (“Kami menyatakan berlepas diri [dari mereka] kepada-Mu, mereka sekali-sekali tidak menyembah kami.”) (QS al-Qashash: 63)
“Dan para malaikat itu pun berkata: ‘Mahasuci Engkau, Engkaulah pelindung kami bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin. Kebanyakan mereka beriman pada jin itu.” (QS. Saba’: 41)
Dan jin itu juga melepaskan diri mereka dan dari penyembahan mereka terhadapnya. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan siapakah yang lebih sesat dari-pada orang yang menyembah ilah-ilah selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya ilah-ilah itu menjadi musuh mereka dan mengingkari peribadatan mereka.” (QS. Al-Ahqaaf: 5-6)
Dan Firman-Nya: wa ra-awul ‘adzaaba wataqaththa’at biHimul asbaabu (“Dan mereka melihat siksa, dan [ketika] segala hubungan di antara mereka terputus sama sekali.”) Maksudnya, mereka menyaksikan langsung adzab Allah secara nyata, dan mereka tidak memperoleh tempat menyelamatkan diri dari neraka.
Firman Allah selanjutnya: wa qaalal ladziinat taba’uu lau anna lanaa karratan fanatabarra-a minHum kamaa tabarra-uu minnaa (“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: ‘Seandainya kami dapat kembali [ke dunia], pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.’”) Artinya, seandainya saja kami dapat kembali ke dunia sehingga kami dapat melepaskan diri dari mereka dan penyembahan terhadap mereka, niscaya kami tidak akan pernah menoleh kepada mereka, tetapi kami akan mengesakan Allah Ta’ala semata dengan beribadah kepada-Nya.
Namun dalam hal itu mereka berdusta, bahkan seandainya mereka dikembalikan ke dunia, maka mereka akan kembali mengerjakan apa yang dilarang itu dan mereka benar-benar berdusta, sebagaimana yang diberitahukan oleh Allah Ta’ala mengenai diri mereka itu.
Oleh karena itu Dia berfirman: kadzaalika yuriiHimullaaHu a’maalaHum hasaraatin ‘alaiHim (“Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka.”) Maksudnya, amal perbuatannya mereka itu akan sirna dan menghilang, sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amalan itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqaan: 23)
Oleh karena itu Dia berfirman: wa maa Hum bikhaarijiina minan naar (“Dan sekali-sekali mereka tidak akan keluar dari api neraka.”)
EmoticonEmoticon