Surah Madaniyyah; surah ke 3: 200 ayat
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang di haramkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: “(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar”. (QS. 3:93). Maka barangsiapa mengada-adakan dusta terhadap Allah sesudah itu, maka merekalah orang-orang yang zhalim. (QS. 3:94). Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah”. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik. (QS. 3:95)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Ada sejumlah orang Yahudi yang datang menghadap Rasulullah saw., lalu mereka mengatakan: “Wahai Abu al-Qasim, kami akan menanyakan lima hal kepadamu, jika engkau memberitahukannya kepada kami maka kami mengakui engkau sebagai Nabi dan kami akan mengikutimu.” Kemudian beliau mengambil janji dari mereka seperti Israil (Ya’qub) mengambil janji dari anak-anaknya, dengan mengatakan AllaaHu ‘alaa maa naquulu wakiil (“Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan [ini].”) (QS. Yusuf: 66)
Beliau bersabda: “Ajukanlah.” Maka mereka mengatakan: “Beritahukan kepada kami tanda Nabi?” Beliau bersabda: “(Meskipun) kedua matanya tidur tetapi hatinya tetap tidak tidur.” “Beritahukan kepada kami bagaimana janin bisa menjadi perempuan atau laki-laki,” lanjut mereka. Beliau bersabda: “Kedua air mani (air mani laki-laki dan perempuan) bertemu air mani orang laki-laki itu lebih unggul daripada air mani perempuan, maka akan lahir anak laki-laki. Dan jika air mani perempuan lebih unggul, maka akan lahir anak perempuan.” Selanjutnya mereka berkata: “Beritahukan kepada kami apa yang diharamkan Israil (Ya’qub) atas dirinya sendiri?”
Beliau bersabda: “la menderita penyakit encok, tetapi ia tidak mendapatkan sesuatu yang sesuai dengannya kecuali susu ini dan itu, -Imam Ahmad menyebutkan sebagian mereka mengatakan, yakni unta- lalu ia mengharamkan dagingnya”. Mereka pun berkata, “Engkau benar. Sekarang beritahukan kepada kami, apa petir itu?” Beliau bersabda: “Itu adalah salah satu Malaikat Allah Yang diserahi awan, di tangannya -atau kedua tangannya- pembelah dari api, dengannya ia menghalau awan dan menggiringnya ke arah mana yang perintahkan Allah kepadanya.” “Lalu yang terdengar itu suara apa? Lanjut mereka bertanya. Beliau menjawab: “Itu adalah suaranya.” Serentak mereka menjawab: “Engkau benar. Dan satu lagi yang masih tersisa, yaitu suatu yang jika engkau memberitahukannya, maka kami akan mengikutimu. Sungguh tidak ada seorang Nabi pun melainkan ada satu Malaikat yang datang kepadanya membawa berita. Maka beritahukan kepada kami, siapa Malaikat menjadi temanmu?” “Jibril”, jawab beliau. Mereka berkata: “Jibril yang membawa peperangan, pertumpahan darah dan siksa itu adalah musuh kami. Seandainya engkau mengatakan Mika-il, yang biasa turun membawa rahmat, tumbuh-tumbuhan dan hujan, tentu terjadi (apa yang kami janjikan kepadamu).” Maka Allah menurunkan ayat: qul man kaana ‘aduwul lijibriila fa innaHu nazzala ‘alaa qalbika bi-idznillaaHi mushaddiqal limaa baina yadaiHi wa Hudaw wa busyraa lil mu’miniin (“Katakanlah: ‘Barangsiapa yang menjadt musuh Jibril; maka Jibril itu telahmenurunkannya [al-Qur’an] ke dalam hatimu dengan seizin Allah, membenarkan apa [kitab-kitab] yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”) (QS. Al-Baqarah: 97).
Hadits ini telah diriwayatkan pula oleh at-Tirmidzi dan an-Nasa’i. Dan menurut at-Tirmidzi hadits ini hasan gharib.
Oleh karena itu Allah berfirman: kulluth tha’aami kaana hillal libanii israa-iila illaa maa harrama israaiilu ‘alaa nafsiHii min qabli an tunazzalat tauraatu (“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil [Ya’qub] untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.”) Artinya, semua makanan itu dihalalkan bagi mereka sebelum Taurat diturunkan kecuali apa yang telah diharamkan Israil.
Setelah itu Allah berfirman: qul fa’tuu bi tauraati fat-luuHaa in kuntum shaadiqiin (“Katakanlah, [Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat] maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah ia jika kamu orang-orang yang benar.”) Artinya, bahwa Taurat itu berbicara seperti apa yang telah Kami firmankan. Famaniftaraa ‘alallaaHil kadziba mim ba’di dzaalika fa-ulaa-ika Humudh dhaalimuun (“Maka barangsiapa mengada-adakan dusta terhadap Allah sesudah itu, maka merekalah orang-orang yang zhalim.”) Maksudnya, barangsiapa berbuat dusta kepada Allah dan mengaku bahwa Dia telah mensyari’atkan hari Sabtu sebagai hari raya dan berpegang teguh pada Taurat untuk selamanya, serta Dia tidak mengutus seorang Nabi lain yang mengajak ke jalan Allah dengan berbagai bukti dan hujjah, setelah penjelasan yang kami berikan ini mengenai terjadinya nasakh (penghapusan ayat atau hukum) dan nyatanya apa yang kami sebutkan itu, fa ulaa-ika Humudh dhaalimuun (“Maka merekalah orang-orang yang zhalim.”)
Selanjutnya Dia berfirman: qul shadaqallaaH (“Katakanlah, ‘Benarlah [apa yang difirmankan] Allah.”) Yakni, katakanlah hai Muhammad, “Mahabenar Allah atas apa yang diberitahukan-Nya dan disyari’atkan-Nya di dalam al- Qur’an.”
Fat tabi’uu millata ibraaHiima haniifaw wa maa kaana minal musyrikiin (“Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus dan bukanlah ia termasuk orang-orang yang musyrik.”) Maksudnya, ikutilah agama Ibrahim yang telah disyari’atkan Allah di dalam al-Qur’an melalui lisan Muhammad, sebab Kitab itulah yang haq yang tiada keraguan di dalamnya, dan dialah jalan yang tidak seorang Nabi pun datang membawa yang lebih sempurna, lebih jelas, lebih terang dan lebih lengkap darinya. Sebagaimana firman-Nya:
Qul inna nii Hadaanii rabbii ilaa shiraathim mustaqiimin diinan qiyamam millata ibraaHiima haniifaw wa maa kaana minal musyrikiin (“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk oleh Rabb-ku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musryik.”) (QS. Al-An’aam: 161)
EmoticonEmoticon