Abu Ya’la Syaddad bin Aus berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal. Karena itu, jika membunuh [yang dibenarkan syariat], bunuhlah dengan baik, dan jika menyembelih, sembelihlah dengan baik, tajamkan pisau dan janganlah membuat hewan sembelihan itu menderita.” (HR Muslim)
URGENSI HADITS
Hadits ini merupakan dasar agama yang sangat penting. Memuat upaya sungguh-sungguh dalam melaksanakan semua ajaran Islam. Karena ihsan [melakukan sesuatu dengan baik dan benar] dalam suatu perbuatan, adalah keselarasan perbuatan itu dengan tuntunan syara’. Amal perbuatan, adakalanya berhubungan dengan masalah kehidupan manusia di dunia, sikap terhadap keluarga, saudara dan sesama manusia, dan adakalanya berhubungan dengan urusan akhirat, yaitu iman, yang merupakan perbuatan hati, dan Islam yang merupakan perbuatan anggota badan. Barangsiapa yang berlaku ihsan dalam melakukan amal perbuatan yang berhubungan dengan dunia dan akhiratnya, dengan penuh kebenaran dan kesempurnaan, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, insya Allah.
KANDUNGAN HADITS
1. Keharusan berlaku ihsan
Hadits ini merupakan nash [dalil] yang menunjukkan keharusan berlaku ihsan. Yaitu dengan melakukan perbuatan dengan baik dan maksimal. Allah juga telah memerintahkan hal tersebut dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Allah menyuruh [kamu] berlaku adil dan ihsan.” (an-Naml: 90)
Dalam ayat lain: “Dan berbuat ihsan-lah kalian, karena Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)
Hadits ini merupakan nash [dalil] yang menunjukkan keharusan berlaku ihsan. Yaitu dengan melakukan perbuatan dengan baik dan maksimal. Allah juga telah memerintahkan hal tersebut dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Allah menyuruh [kamu] berlaku adil dan ihsan.” (an-Naml: 90)
Dalam ayat lain: “Dan berbuat ihsan-lah kalian, karena Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)
Berlaku ihsan menjadi tuntutan saat menunaikan kewajiban, meninggalkan berbagai larangan, atau berinteraksi dengan sesama makhluk. Semua hal tersebut, dilakukan dengan sesempurna mungkin dan menjaga seluruh adab yang bisa menjadikan kesempurnaan perbuatan yang dilakukan. Jika ini dilakukan maka perbuatannya akan diterima Allah dan akan membuahkan hasil, yaitu pahala.
2. Ihsan ketika membunuh
Ini dilakukan dengan cara menajamkan alat yang dipergunakan untuk membunuh, mempercepat proses pembunuhan dengan semudah mungkin. Adapun pembunuhan yang diperbolehkan adalah melalui jihad, qishash atau had [hukuman].
Ini dilakukan dengan cara menajamkan alat yang dipergunakan untuk membunuh, mempercepat proses pembunuhan dengan semudah mungkin. Adapun pembunuhan yang diperbolehkan adalah melalui jihad, qishash atau had [hukuman].
a. Membunuh musuh Allah, dalam sebuah peperangan, maka jalan yang paling mudah adalah dengan menebas lehernya dengan pedang. Firman Allah: “Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir [di medan perang] maka tebaslah batang leher mereka.” (Muhammad: 4)
Nabi Muhammad saw. melarang membunuh dengan cara mutilasi, yaitu memotong-motong anggota badan, baik dilakukan saat orang itu sebelum mati maupun setelah mati. Dalam sebuah hadits disebutkan: “Bahwa Nabi saw. melarang mutilasi.” (HR Bukhari, Ahmad dan Abu Dawud)
Kalaupun orang-orang Muslim dibolehkan menggunakan senjata api ataupun meriam dan berbagai jenis bom penghancur, maka ini adalah sebagai balasan terhadap apa yang mereka lakukan. Firman Allah: “Barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadapmu.” (al-Baqarah: 194)
Penggunaan senjata tersebut tidak boleh dilakukan untuk menyiksa mereka. sebagai catatan, beberapa negara kafir menganjurkan militernya untukk tidak membunuh musuhnya, namun cukup membuat mereka sekedar cacat. Karena secara ekonomi, prajurit yang cacat akan lebih membebani sebuah negara. Dengan demikian, peperangan yang berlaku adalah perang ekonomi, psikologis dan pengrusakan. Islam menolak barbarisme ini, karena perintah berlaku ihsan adalah untuk semua hal, terutama kepada semua manusia.
b. Qishash
Pelaksanaan qishash dilakukan dengan pedang, dan tetap tidak boleh melakukan mutilasi. Namun bagaimana jika pembunuh tersebut telah membunuh dengan cara mutilasi?
Pelaksanaan qishash dilakukan dengan pedang, dan tetap tidak boleh melakukan mutilasi. Namun bagaimana jika pembunuh tersebut telah membunuh dengan cara mutilasi?
Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad –dalam pendapatnya yang mahsyur, menyatakan bahwa ia harus dibunuh seperti ia membunuh.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa seorang wanita tengah berjalan di Madinah. Lalu seorang Yahudi melemparnya dengan batu. Wanita tersebut dibawa kepada Rasulullah dalam keadaan sekarat. Rasulullah bertanya kepadanya: “Apakah si fulan yang membunuhmu?” Perempuan itu lalu mengangkat kepalanya. Rasulullah saw. bertanya yang ketiga kalinya: “Apakah si fulan yang membunuhmu?” ia menundukkan kepalanya. Kemudian Rasulullah saw. memanggil orang yang dimaksud lalu memukul kepalanya di antara dua batu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sedangkan ats-Tsaury, Abu Hanifah dan Imam Ahmad [dalam pendapatnya yang tidak mahsyur] menyatakan bahwa ia dibunuh dengan pedang.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa seorang wanita tengah berjalan di Madinah. Lalu seorang Yahudi melemparnya dengan batu. Wanita tersebut dibawa kepada Rasulullah dalam keadaan sekarat. Rasulullah bertanya kepadanya: “Apakah si fulan yang membunuhmu?” Perempuan itu lalu mengangkat kepalanya. Rasulullah saw. bertanya yang ketiga kalinya: “Apakah si fulan yang membunuhmu?” ia menundukkan kepalanya. Kemudian Rasulullah saw. memanggil orang yang dimaksud lalu memukul kepalanya di antara dua batu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sedangkan ats-Tsaury, Abu Hanifah dan Imam Ahmad [dalam pendapatnya yang tidak mahsyur] menyatakan bahwa ia dibunuh dengan pedang.
Imam Ahmad [dalam pendapatnya yang ketiga] boleh dibunuh seperti ia membunuh. Kecuali jika dalam melakukan pembunuhan ia lakukan dengan cara membakar ataupun memotong-motong, maka hukum qishash dilakukan dengan pedang. Karena ada larangan mutilasi dan membakar dengan api.
c. Penerapan hukuman mati terhadap orang kafir
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa hukuman mati terhadap orang kafir asli atau murtad, tidak boleh dilakukan dengan mutilasi.
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa hukuman mati terhadap orang kafir asli atau murtad, tidak boleh dilakukan dengan mutilasi.
3. Larangan membunuh dengan api
Rasulullah pernah membolehkan membunuh dengan cara membakar dengan api. Kemudian beliau melarangnya. Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah swt.” (HR Bukhari)
Hadits ini menunjukkan bahwa betapa nilai-nilai yang diajarkan nabi sebenarnya telah mendahului apa yang menjadi kesepakatan negara-negara maju, mengenai larangan menggunakan jenis bom yang bisa membakar. Perlu diketahui bahwa negara-negara besar dan kuat tidak komitmen terhadap larangan itu. Dan aturan yang telah disepakati hanya menjadi coretan tinta di atas kertas.
Rasulullah pernah membolehkan membunuh dengan cara membakar dengan api. Kemudian beliau melarangnya. Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah swt.” (HR Bukhari)
Hadits ini menunjukkan bahwa betapa nilai-nilai yang diajarkan nabi sebenarnya telah mendahului apa yang menjadi kesepakatan negara-negara maju, mengenai larangan menggunakan jenis bom yang bisa membakar. Perlu diketahui bahwa negara-negara besar dan kuat tidak komitmen terhadap larangan itu. Dan aturan yang telah disepakati hanya menjadi coretan tinta di atas kertas.
Larangan melakukan pembakaran juga meliputi terhadap binatang. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa’i meriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas’ud ra. berkata: kami pernah bersama Rasulullah saw. melewati perkampungan semut [tempat yang banyak semutnya] yang sudah terbakar, Rasulullah kemudian marah dan berkata, “Tidak patut bagi manusia, menyiksa dengan siksaan Allah.”
Karena itulah para ulama membenci pembakaran terhadap binatang, meskipun binatang melata.
Ibrahim an-Nakha’i berkata: “Membakar kalajengking adalah pelanggaran.”
Imam Ahmad berkata: “Janganlah kamu memanggang ikan yang masih hidup.”
Karena itulah para ulama membenci pembakaran terhadap binatang, meskipun binatang melata.
Ibrahim an-Nakha’i berkata: “Membakar kalajengking adalah pelanggaran.”
Imam Ahmad berkata: “Janganlah kamu memanggang ikan yang masih hidup.”
4. Larangan mengurung binatang, lalu menyiksanya hingga mati.
Tidak boleh mengurung binatang dengan cara apapun kemudian memukulnya hingga mati.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw. melarang kita mengurung binatang, lalu menyiksanya hingga mati. Disebutkan juga bahwa ketika Ibnu Umar ra. berjalan di tengah sekelompok orang yang mengikat seekor ayam dan melemparinya, ia berkata: “Siapakah yang melakukan ini? Sesungguhnya Rasulullah saw. telah melaknat orang yang melakukan seperti ini.” (HR Bukhari dan Muslim)
Tidak boleh mengurung binatang dengan cara apapun kemudian memukulnya hingga mati.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw. melarang kita mengurung binatang, lalu menyiksanya hingga mati. Disebutkan juga bahwa ketika Ibnu Umar ra. berjalan di tengah sekelompok orang yang mengikat seekor ayam dan melemparinya, ia berkata: “Siapakah yang melakukan ini? Sesungguhnya Rasulullah saw. telah melaknat orang yang melakukan seperti ini.” (HR Bukhari dan Muslim)
5. Larangan menjadikan hewan sebagai sasaran latihan memanah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. melarang menjadikan hewan sebagai sasaran latihan memanah, lalu dimakan. Akan tetapi disembelih dahulu, baru setelah itu diperbolehkan dijadikan sasaran latihan memanah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. melarang menjadikan hewan sebagai sasaran latihan memanah, lalu dimakan. Akan tetapi disembelih dahulu, baru setelah itu diperbolehkan dijadikan sasaran latihan memanah.
6. Ihsan ketika menyembelih binatang.
Termasuk Ihsan dalam menyembelih binatang adalah mengasah pisau hingga tajam. Ia akan menenangkan binatang yang disembelih dan mempercepat kematiannya.
Termasuk Ihsan dalam menyembelih binatang adalah mengasah pisau hingga tajam. Ia akan menenangkan binatang yang disembelih dan mempercepat kematiannya.
Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Ibnu Umar ra. berkata: “Rasulullah saw. memerintahkan untuk menajamkan pisau dan menyembunyikannya dari binatang yang akan disembelih.” Beliau juga bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian hendak menyembelih binatang, maka sembelihlah dengan sekali sembelihan.”
Termasuk ihsan dalam menyembelih binatang adalah dengan cara menuntun binatang yang hendak disembelih dengan lembut.
Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Abi Sa’id al-Hudriy ra. berkata, “Rasulullah saw. melewati seorang laki-laki menuntun seekor kambing dengan menarik telinganya. Rasulullah saw. bersabda, “Lepaskan telinganya, dan pegang bagian depan lehernya.”
Imam Ahmad berkata: “Binatang yang akan disembelih, dituntun ke tempat penyembelihan dengan lembut, pisau yang akan digunakan untuk menyembelih disembunyikan darinya kecuali ketika hendak menyembelihnya.”
Termasuk juga berbuat baik ketika menyembelih binatang adalah menyembelih hingga urat lehernya terputus.
Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. melarang menyembelih binatang yang hanya melukai kulitnya, dan tidak memotong urat lehernya.
Dianjurkan juga tidak menyembelih binatang dei depan binatang lainnya, menghadapkan binatang yang akan disembelih ke arah kiblat, membaca basmalah, membiarkan hingga mati, menghadirkan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengakui bahwa binatang yang disembelihnya adalah pemberian Allah, karena Allah lah yang telah menundukkan dan memberikan binatang-binatang itu kepada kita.
Juga termasuk bersikap ihsan terhadap binatang, adalah tidak membebani di luar kemampuannya, tidak menaikinya kecuali karena perlu dan tidak mengambil susunya kecuali tidak membahayakan anak hewan tersebut.
7. Setelah berbagai penjelasan ini, ktia tahu bahwa hadits ini merupakan satu dasar dari berbagai dasar Islam yang sangat penting, karena berisi seruan Rasulullah saw. agar berlaku ihsan dalam segala hal.
EmoticonEmoticon