Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 72-73

tulisan arab surat albaqarah ayat 72-73“Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. (QS. 2:72) Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telab mati, dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti. (QS. 2:73)
Imam al-Bukhari mengatakan, faddar fa’tum fiiHaa; berarti kalian berselisih. Hal yang sama juga dikatakan oleh Mujahid. Sedangkan menurut Atha’ al-Khurasani dan adh-Dhahhak, artinya kalian saling bertengkar karenanya.
Masih mengenai ayat, wa idz qataltum nafsan faddar fa’tum fiiHaa (“Dan ingatlah ketika kamu membunuh seorang manusia, lalu kamu saling tuduh menuduh tentang hal itu.”) Ibnu Juraij mengatakan, sebagian mengatakan, “Kalian telah membunuhnya.” Tetapi sebagian lainnya berkata: “Justru kalianlah yang telah membunuhnya.” Yang demikian itu juga dikemukakan oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam.
wallaaHu mukhrijum maa kuntum taktumuun (“Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan.”) Mujahid mengatakan, maksudnya adalah apa yang tidak kalian perlihatkan.
Ibnu Abi Hatim menceritakan Shadaqah bin Rustum memberitahu kami, aku pernah mendengar Musayyab bin Rafi’ mengatakan, “Tidaklah seseorang melakukan kebaikan dalam tujuh bait melainkan Allah akan memperlihatkannya. Dan tidaklah seseorang melakukan kejahatan dalam tujuh bait kecuali Allah akan memperlihatkannya. Dan itu dibenarkan dalam firman Allah: “Dan Allah hendak menyingkap apa yang selama ini kalian sembunyikan. Lalu Kami berfirman: ‘Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota sapi betina itu!’”
Yang dimaksud dengan bagian itu adalah satu bagian dari anggota tubuh sapi. Dengan demikian mukjizat itu terwujud dari bagian anggota tubuh sapi tersebut. Dan pada saat yang sama bagian tubuh tersebut telah ditentukan. Seandainya penentuan anggota tubuh itu berguna bagi kita untuk dalam urusan agama dan dunia, niscaya Allah akan menjelaskannya. Namun Allah menyamarkannya dan tidak ada satupun riwayat shahih yang berasal dari Nabi saw. yang menjelaskannya, maka kita pun menyamarkan hal itu sebagaimana Allah telah menyamarkannya.
Firman-Nya: kadzaalika yuhyillaaHu mautaa (“Demikianlah Allah telah menghidupkan kembali orangyang telah mati”) maksudnya Bani Israil telah memukul mayat tersebut dengan bagian tubuh sapi betina itu hingga mayat itu hidup. Dengan kejadian itu Allah menjelaskan kekuasaan-Nya dan kemampuan-Nya untuk menghidupkan yang telah mati seperti dalam kasus orang yang telah mati dibunuh itu. Allah menjadikan peristiwa itu sebagai hujjah bagi mereka akan adanya tempat kembali (akhirat) sekaligus sebagai jalan keluar dari permusuhan dan pertikaian yang terjadi di kalangan mereka.
Dalam ayat ini Allah menyebutkan kekuasaan-Nya menghidupkan orang yang telah mati dalam lima ayat yaitu dalam firman-Nya:
“Kemudian Kami bangkitkan kalian setelah kematian kalian.” (al-Baqarah: 56)
Kisah dalam ayat ini (al-Baqarah: 73)
Kisah tentang ribuan orang yang keluar dari kampung halaman mereka karena takut mati (al-Baqarah: 243)
Kisah orang yang melewati suatu negeri yang temboknya telah roboh menutupi atapnya (al-Baqarah: 259)
Dan kisah Ibrahim dengan empat ekor burung (al-Baqarah: 260)
Selain itu Allah juga mengingatkan kemampuan-Nya menghidupkan tanah setelah kematiannya sebagai bukti bahwa Dia berkuasa mengembalikan tubuh manusia seperti sedia kala setelah hancur berkeping-keping.
Permasalahan
Menurut madzab Imam Malik, bahwa pernyataan korban yang dilukai, “Si fulan telah membunuhku.” Bisa diterima sebagai bukti sementara berdasarkan kisah ini. Karena ketika orang yang dibunuh itu hidup dan ditanya ihwal siapa yang membunuhnya, maka ia menjawab, “Si fulan telah membunuhku.” Ucapan itu pun dapat diterima sebab pada saat demikian ia tidak memberitahu kecuali hal yang benar dan dalam keadaan seperti ini tidak bisa dicurigai.
Hal itu diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa: “Ada seorang Yahudi membunuh seorang budak perempuan karena menginginkan perhiasan peraknya. Ia membenturkan kepalanya di antara dua buah batu. Kemudian ditanyakan kepada budak perempuan itu,” Siapakah yang berbuat seperti ini kepadamu?-Apakah si Fulan? Atau si Fulan? Sehingga mereka menyebutkan seorang Yahudi (yang membunuhnya), lalu si budak itu memberikan isyarat dengan kepalanya. Maka ditangkaplah orang Yahudi itu dan ditahan sehingga ia mengaku. Setelah itu Rasulullah memerintahkan agar kepala orang itu dibenturkan di antara dua buah batu.”
Menurut Imam Malik, jika sebagai bukti sementara (belum lengkap), maka para wali orang yang terbunuh itu harus bersumpah. Namun jumhur ulama tidak sependapat dalam hal itu dan tidak menjadikan ucapan si terbunuh sebagai bukti sementara.


EmoticonEmoticon