Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 8 dan 9

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
tulisan arab surat albaqarah ayat 8-9“Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS. 2:8) Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS. 2:9)
Nifak berarti menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan. Nifak ini ada beberapa macam. Pertama, nifak i’tiqadi (keyakinan), yang mengekalkan pelakunya dalam neraka. Kedua, nifak amali (perbuatan), ia merupakan salah satu dosa besar. Penjelasan secara rinci dalam masalah ini akan dikemukakan pada pembahasan khusus, insya Allah.
Yang demikian itu sesuai dengan apa yang dikatakan Ibnu Juraij bahwa orang munafik itu senantiasa tidak sejalan antara ucapan dan perbuatannya, antara yang tersembunyi dan yang nyata serta antara zhahir dan batinnya. Sesungguhnya, berbagai sifat orang-orang munafik terdapat dalam surat-surat yang diturunkan di Madinah, karena di Makkah tidak terdapat kemunafikan. Justru sebaliknya, di antara penduduk di sana ada orang.yang menampakkan kekafiran karena terpaksa, padahal secara batin ia-tetap beriman.
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, di sana terdapat kaum Anshar yang terdiri dari kabilah Aus dan Khazraj yang pada masa jahiliyah mereka beribadah kepada berhala seperti yang dilakukan oleh kaum musyrik Arab. Di sana juga terdapat orang-orang Yahudi dari kalangan Ahlul Kitab yang menempuh jalan para pendahulu mereka, dan mereka terdiri dari tiga kabilah: Bani Qainuqa’, yang merupakan sekutu kabilah Khazraj, Bani Nadhir, dan Bani Quraidzah, sekutu kabilah Aus.
Ketika Rasulullah tiba di Madinah, beberapa orang dari kaum Anshar masuk Islam, baik dari kabilah Aus maupun Khazraj. Tetapi sedikit sekali dari orang-orang Yahudi yang masuk Islam, kecuali Abdullah bin Salam. Pada saat itu belum ada kemunafikan, karena orang-orang mukmin belum mempunyai kekuatan yang ditakuti pihak lain, bahkan Nabi saw. berdamai dengan orang-orang Yahudi dan beberapa kabilah setempat yang ada di sekitar Madinah.
Setelah terjadi peristiwa perang Badar dan Allah telah memperlihatkan kalimat-Nya serta memuliakan Islam dan para pemeluknya, barulah ada orang-orang yang masuk Islam, padahal hati mereka masih kafir. Di antaranya Abdullah bin Ubay bin Salul. Dia adalah seorang tokoh di Madinah yang berasal dari kabilah Khazraj. Dan dia adalah salah satu pemimpin kabilah Aus dan Khazraj pada masa jahiliyah. Dahulu mereka berkeinginan keras agar ia menjadi raja mereka.
Kemudian kebaikan (Islam) datang pada mereka, lalu mereka masuk Islam sehingga keinginan mereka mengangkatnya sebagai pemimpin terlupakan. Abdullah bin Ubay bin Salul menyimpan dendam terhadap Islam dan para pemeluknya. Dan setelah perang Badar usai, Abdullah bin Ubay mengatakan: “Ini suatu hal yang telah mencapai sasaran.” Kemudian ia memperlihatkan diri masuk Islam.’ (Lalu masuk Islam pula beberapa orang yang mengikuti jejaknya: ed.) Demikian juga beberapa orang dari kalangan Ahlul Kitab. Semenjak kejadian itu, muncullah kemunafikan di tengah-tengah penduduk Madinah dan orang-orang yang berada disekitarnya.
Sedangkan kaum Muhajirin tidak ada seorang pun yang munafik, karena tidak ada di antara mereka yang berhijrah secara terpaksa. Mereka melakukan atas kemauan sendiri, dan rela meninggalkan harta, anak-anak dan kampung halaman demi mengaharapkan apa yang ada di sisi Allah di negeri akhirat.
Mengenai firman-Nya, wa minan naasi may yaquulu aamannaa billaaHi wa bil yaumil aakhiri wamaa Hum bi mu’miniin (“Di antara manusia ada yang berkatai ‘Kami beriman kepada Allah’dan hari akhir. ‘ Padahal mereka bukanlah orang-orang beriman,”) Muhammad bin Ishak menceritakan, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari Ikrimah atau Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, yaitu orang-orang munafik dari kabilah Aus dan Khazraj serta mereka yang semisalnya.
Demikian pula Abu al-‘Aliyah, al-Hasan al Bashri, Qatadah, dan as-Suddi menafsirkan, “orang-orang munafik,” yaitu yang berasal dari kabilah Aus dan Khazraj. Oleh karena itu Allah , mengingatkan akan sifat-sifat orang-orang munafik agar orang-orang mukmin tidak tertipu oleh lahiriyah (penampilan) mereka, karena sikap lengah tersebut akan menimbulkan kerusakan yang luas. Disebabkan tidak adanya sikap kehati-hatian terhadap mereka dan menganggap mereka beriman, padahal hakikatnya mereka itu adalah kafir.
Demikianlah halnya merupakan kesalahan besar jika menganggap orang-orang fajir (durhaka) pendosa itu sebagai orang-orang baik.
Mengenai hal tersebut Allah berfirman, wa minan naasi may yaquulu aamannaa billaaHi wa bil yaumil aakhiri wamaa Hum bi mu’miniin (“Di antara manusia ada yang berkatai ‘Kami beriman kepada Allah’dan hari akhir. ‘ Padahal mereka bukanlah orang-orang beriman,”) Artinya, mereka mengatakan hal seperti itu dengan tidak dibarengi oleh kenyataan, sebagimana firman-Nya yang artinya: “Jika orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: `Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benarRasul-Nya. “(QS. Al-Munafiqun: 1) Artinya bukan pernyataan yang sesungguhnya. Oleh karena itu mereka menekankan, kesaksian mereka itu dengan menggunakan Lam ta’qid (kata penguat) “LarasuulullaaHi”
Mereka menegaskan pernyataan bahwa mereka beriman kepada Allah dan telah mendustakan kesaksian dan pernyataan mereka melalui firman-Nya, wallaaHu yasy-Hadu innal munaafiqiina lakaadzibuun “sungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar berdusta. ”
Dan juga melalui firman-Nya: wa maa Hum bi mu’miniin (“padahal mereka bukanlah orang-orang yang beriman.”)
Firman Allah: yukhaadi’uunallaaHa wal ladziina aamanuu (“mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman”) yaitu dengan memperlihatkan keimanan kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala sambil menyembunyikan kekufuran. Dengan kebodohan itu, mereka menduga telah berhasil menipu Allah dengan ucapannya itu, dan menyangka bahwa ucapan itu berguna baginya di sisi Allah. Mereka berbohong kepada Allah sebagaimana berbohong kepada sebagian orang beriman.
Sebagaimana firman-Nya yang artinya:
“Ingatlah hari ketika mereka semua dibangkitkanAllah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang munafik) sebagaimana mereka bersumpah kepada kalian. Dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka itulah para pendusta. ” (QS. Al-Mujadalah: 18).
Oleh karena itu Allah swt. membalas keyakinan mereka itu dengan firman-Nya, wa maa yakhda’uuna illaa anfusaHum wa maa yasy’uruun (“dan tidaklah mereka menipu kecuali pada diri mereka sendiri, akan tetapi mereka tidak menyadari.”) artinya dengan tindakan itu mereka telah mempedaya diri sendiri dan mereka tidak menyadari hal itu. Sebagaimana firman-Nya: innal munaafiqiina yukhaadi’uunallaaHa wa Huwa khaadi’uHum (“sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka itu.”) (QS. An-Nisaa’: 142).
Maksudnya, Allah membiarkan mereka dalam pengakuan beriman, sebab itu mereka dilayani sebagaimana melayani orang-orang mukmin. Dalam pada itu Allah telah menyediakan neraka buat mereka sebagai pembalasan tipuan mereka itu.
Ada di antara qura’ yang membaca ayat kesembilan surah al-Baqarah ini dengan bacaaan: wa maa yukhaadi’uuna illaa anfusaHum (“dan tidaklah mereka menipu melainkan pada dirinya sendiri”)
Kedua bacaan di atas mempunyai satu pengertian. Ibnu Jubair mengatakan, jika ada orang yang mengatakan: “Mengapa orang-orang munafik –yang telah munafik kepada Allah dan orang-orang mukminin- dikatakan menipu Allah dan orang-orang mukmin, sedang mereka itu tidak menampakkan keimanan yang bertentangan dengan apa yang diyakininya kecuali upaya taqiyyah (untuk menyelamatkan diri)?”
Pertanyaan seperti itu dapat dijawab; bangsa Arab tidak melarang menyebut orang yang memberikan keterangan dengan lisannya padahal bertentangan dengan apa yang ada di dalam hatinya sebagai upaya taqiyyah, untuk menyelamatkan diri dari hal yang ditakutinya, dengan menamakan orang tersebut mukhaadi’(penipu). Demikian halnya dengan orang munafik, disebutkan menipu Allah, dan orang-orang yang beriman dengan cara menampakkan keimanan mereka kepada-Nya dan juga kepada orang-orang mukmin melalui
ucapan lisannya dengan tujuan agar bisa selamat dari pembunuhan, perampasan dan penyiksaan di dunia. Sedangkan penipuan mereka terhadap orang-orang mukmin di dunia ini, pada hakikatnya merupakan tipuan terhadap diri mereka sendiri. Karena merasa telah tercapai keinginan mereka dan menyangka bahwa tindakan itu dapat mendatangkan kebahagiaan bagi mereka. Padahal sebenarnya hal itu justru merupakan sumber kebinasaan, serta menyeret kepada kemurkaan dan siksa Allah swt. yang sangat pedih, yang sama sekali tidak mereka harapkan.
Itulah’yang dimaksud dengan penipuan terhadap dirinya sendiri, sedangkan ia menyangka bahwa tipuan itu untuk menipu orang lain.’ sebagaimana yang difirmankan Allah “Dan tidaklah mereka menipu melainkan pada dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar.”
Yang demikian itu dimaksudkan untuk memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman bahwa tindakan mereka (orang-orang munafik) itu hanya menyakiti diri mereka sendiri disebabkan oleh murka Allah akibat kekufuran, keraguan dan kebohongan mereka itu. Sementara orang-orang munafik sama sekali tidak menyadarinya, karena mereka senantiasa berada dalam kebutaan terhadap apa yang mereka lakukan tersebut.
Ibnu Abi Hatim menceritakan, Ali bin al-Mubarak memberitahu kami, Zaid bin al-Mubarak memberitahu kami, bahwa Muhammad bin Tsaur memberitahukan sebuah hadits dari Ibnu Juraij mengenai firman Allah Ta’ala, yukhaadi’uunallaaHa (“Mereka menipu Allah”), ia mengatakan, mereka memperlihatkan diri mengucapkan kalimat “Laa ilaaHa illallaaH” (tiada Ilah selain Allah) dengan tujuan menyelamatkan nyawa dan kekayaan mereka agar tidak lenyap, sedang hati mereka sama sekali tidak mengakuinya.
Mengenai firman Allah swt: wa minan naasi may yaquulu aamannaa billaaHi wa bil yaumil aakhiri wamaa Hum bi mu’miniin. yukhaadi’uunallaaHa wal ladziina aamanuu, wa maa yakhda’uuna illaa anfusaHum wa maa yasy’uruun. (“Di antara manusia ada yang berkatai ‘Kami beriman kepada Allah’dan hari akhir. ‘ Padahal mereka bukanlah orang-orang beriman. Dan tidaklah mereka menipu melainkan pada dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar,”) dari Qatadah, Abu Sa’id mengatakan, sifat orang munafik itu ada pada banyak hal: akhlaknya tercela, ia membenarkan dengan lisan dan mengingkari dengan hatinya serta berlawanan dengan perbuatannya. Pagi hari begini dan sore harinya telah berubah. Sore harinya begini dan pada pagi harinya telah berubah pula. Ia berubah-ubah seperti goyangnya kapal karena terpaan angin, setiap kali ingin bertiup, maka ia pun ikut bergoyang.
Dan kemunafikan itu telah merusak urusan akhirat mereka


EmoticonEmoticon