Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 109-110

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
tulisan arab surat albaqarah ayat 109-110“Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (al-Baqarah: 109) Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah: 110)
Allah Ta’ala mengingatkan hamba-Nya yang beriman, agar tidak menempuh jalan orang kafir dari ahlil kitab. Dia juga memberitahukan mereka tentang permusuhan orang-orang kafir terhadap mereka, baik secara batiniyah maupun lahiriyah. Dan berbagai kedengkian yang menyelimuti mereka terhadap orang mukmin karena mereka mengetahui kelebihan yang dimiliki orang-orang mukmin dan Nabi mereka. selain itu Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berlapang dada dan memberi maaf sampai tiba saatnya Allah memberikan pertolongan dan kemenangan. Juga menyuruh mereka mengerjakan shalat dan menunaikan zakat.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishak dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, Huyay bin Akhtab dan Abu Yasir bin Akhtab merupakan orang Yahudi yang paling dengki terhadap masyarakat Arab, karena Allah telah mengistimewakan mereka dengan mengutus Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw. Selain itu keduanya gigih menghalangi manusi untuk memeluk agama Islam. Berkaitan dengan kedua orang tersebut turunlah ayat: wad da katsiirum min aHlil kitaabi lau yarudduunakum (“Sebagian besar ahlil kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian pada kekafiran setelah kalian beriman.”)
Lebih lanjut Allah berfirman: kuffaaran hasadam min anfusiHim mim ba’di maa tabayyana laHumul haqqu (“Karena dengki yang timbul dari diri mereka sendiri setelah nyata bagi mereka kebenaran.”) Dia berfirman, yaitu setelah kebenaran yang terang benderang di hadapan mereka dan tidak ada yang sedikitpun yang tidak mengetahuinya, tetapi kedengkian menyeret mereka pada pengingkaran. Maka Allah pun benar-benar mencelanya, menghina dan mencaci mereka, serta menyegerakan Rasulullah saw. dan oang-orang yang beriman yang telah membenarkan, mengimani, dan mengakui apa yang diturunkan oleh Allah swt. kepada mereka dan kepada orang-orang sebelum mereka, kemuliaan, pahala yang besar, dan pertolongan-Nya.
Mengenai firman-Nya: min ‘indi anfusiHim; ar-Rabi’ bin Anas mengatakan, “(Hal itu berarti), berasal dari diri mereka sendiri.”
Sedangkan mengenai firman-Nya: mim ba’di maa tabayyana laHumul haqqu (“Setelah nyata bagi mereka kebenaran,”) Abul Aliyah mengatakan, “Yaitu setelah mereka melihat dengan jelas bahwa Nabi Muhammad, Rasulullah saw. tertulis dalam kitab Taurat dan Injil. Lalu mereka mengingkarinya karena dengki dan iri, karena Nabi Muhammad bukan dari kalangan mereka (Yahudi).”
Hal serupa juga dikatakan oleh Qatadah dan ar-Rabi’ bin Anas.
Dan firman Allah: fa’fuu wash-fahuu hattaa ya’tiyallaaHu bi amriHi (“Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.”) Ayat ini sama seperti firman Allah yang artinya berikut ini:
“Dan juga kalian sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang Ahli Kitab sebelum kalian dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati.” (QS. Ali Imraan: 186)
Mengenai firman-Nya: fa’fuu wash-fahuu hattaa ya’tiyallaaHu bi amriHi (“Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.”) Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, ayat tersebut telah dinasakh dengan ayat-ayat berikut ini: faqtulul musyrikiina haitsu wajadtumuuHum (“Maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka.”) (QS. At-Taubah: 5)
Juga (dengan) firman-Nya yang artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari akhir serta tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At-Taubah: 29)
Dengan demikian pemberian maaf tersebut dinasakh (dihapuskan) bagi orang-orang musyrik. Hal yang sama dikemukakan oleh Abul Aliyah, ar-Rabi bin Anas, Qatadah, dan as-Suddi, bahwa ayat tersebut mansukh dengan ayat saif (perintah berperang). Hal itu ditunjukkan pula oleh firman-Nya: “Sehingga Allah mendatangkan perintah-Nya.” Rasulullah melaksanakan untuk memberikan maaf seperti yang diperintahkan Allah, sehingga Allah mengizinkan kaum muslimin memerangi mereka. Lalu dengannya Allah membunuh para pemuka kaum Quraisy.
Hadits tersebut sanadnya shahih, meskipun aku sendiri tidak mendapatkannya di dalam Kutubus Sittah (enam kitab hadits: Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, dan Sunan an-Nasa i), tetapi asalnya terdapat dalam kitab Shahihain, dari Usamah bin Zaid.
Firman Allah: wa aqiimush shalaata wa aatuz zakaata wa maa tuqaddimuu li anfusikum min khairin tajiduuHu ‘indallaHi (“Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kebaikan apapun yang kamu lakukan untuk dirimu, maka kamu akan menemukan pahalanya pada sisi Allah.”) Allah swt. memerintahkan mereka untuk mengerjakan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka yang pahalanya adalah untuk mereka pada hari kiamat kelak, misalnya mendirikan shalat dan menunaikan zakat, sehingga Allah memberikan kepada mereka kemenangan dalam kehidupan dunia ini dan ketika hari kebangkitan kelak, “Yaitu hari yang tidak berguna bagi orang-orang zhalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi mereka pula tempat tinggal yang buruk.” (QS. Al-Mu’min: 52)
Oleh karena itu Allah berfirman, innallaaHa bimaa ta’maluuna bashiir (“Sesungguhnya Allah Mahamelihat apa-apa yang kamu kerjakan.”) Artinya Allah Ta’ala tidak akan lengah terhadap suatu amalan yang dikerjakan seseorang dan tidak pula menyia-nyiakannya, apakah itu berupa amal kebaikan maupun kejahatan. Dan Dia akan memberikan balasan kepada setiap hamba-Nya sesuai dengan amal perbuatannya.
Mengenai firman-Nya, innallaaHa bimaa ta’maluuna bashiir (“Sesungguhnya Allah Mahamelihat apa-apa yang kamu kerjakan.”) Abu fa’far Ibnu Jarir mengatakan, berita ini berasal dari Allah Ta’ala untuk orang-orang mukmin yang menjadi khithab (sasaran dalam pembicaraan) pada ayat ini, yaitu apa pun yang mereka kerjakan, baik maupun buruk, secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, maka Dia senantiasa melihatnya, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Dia akan membalas perbuatan baik dengan kebaikan, kejahatan dengan kejahatan serupa. Firman-Nya ini meskipun berkedudukan sebagai berita, namun mengandung janji dan ancaman, sekaligus perintah dan larangan. Di mana Dia memberitahukan kepada umat manusia bahwa Dia Mahamengetahui seluruh amal yang mereka kerjakan, dengan tujuan agar mereka lebih bersungguh-sungguh untuk berbuat ketaatan, dan semuanya itu akan menjadi simpanan bagi mereka, sehingga Dia memberikan balasan kepada mereka.
Sebagaimana firman-Nya: wa maa tuqaddimuu li anfusikum khairin tajiduuHu ‘indallaaHi (“Kebaikan apapun yang kamu lakukan untuk dirimu, maka kamu akan menemukan pahalanya pada sisi Allah.”) mereka juga diperingatkan untuk tidak bermaksiat kepada Allah.
Sedangkan mengenai firman-Nya: bashiirun (“Mahamelihat”) lebih lanjut Ibnu Jarir mengatakan, Allah Ta’ala “mubshirun” (melihat), lalu kata itu berubah menjadi “bashiirun” sebagaimana “mubdi’un” (menciptakan) menjadi “bidii’un”dan “mu’limun” (pedih) menjadi “aliimun”. wallaaHu a’lam.


EmoticonEmoticon