Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 265

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
tulisan arab surat albaqarah ayat 265“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridlaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleb hujan lebat, maka kebun itu mengbasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Mahamelihat apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah: 265)
Ini merupakan perumpamaan orang-orang yang beriman yang menginfakkan hartanya untuk mencari keridhaan Allah Ta’ala: wa tatsbiitan min anfusiHim (“Dan untuk keteguhan jiwa mereka.”) Artinya, mereka benar-benar yakin dan teguh bahwa Allah akan memberikan pahala atas amal perbuatan mereka tersebut dengan pahala yang lebih banyak.
Yang semakna dengan hal di atas makna sabda Rasulullah dalam sebuah hadits shahih: “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah…”
Artinya, ia beriman bahwa Allah Ta’ala yang telah mensyariatkannya dan ia mengharapkan pahala di sisi-Nya.
Mengenai firman-Nya: wa tatsbiitan min anfusiHim (“Dan untuk keteguhan jiwa mereka.”) Asy-Sya’abi mengatakan: “Artinya, percaya dan yakin.” Hal senada juga dikatakan Qatadah, Abu Shalih dan Ibnu Zaid dan menjadi pilihan Ibnu Jarir. Mujahid dan al-Hasan mengatakan, “Artinya mereka benar-benar teguh ke mana menyerahkan sedekah mereka.”
Dan firman-Nya lebih lanjut: kamatsali jannatim birabwatin (“Seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi.”) Maksudnya, seperti sebuah kebun di dataran tinggi. Demikian menurut jumhurul ulama. Rabwah berarti tanah tinggi. Ibnu Abbas dan adh-Dhahhak menambahkan, “Dan di dalamnya mengalir sungai-sungai.”
Ibnu Jarir rahimahullahu mengatakan, “Rabwah terdapat dalam tiga bahasa yaitu tiga qira’ah (bacaan). Penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak secara keseluruhan membacanya, Rubwah (dengan didhomah “ra” nya) dan sebagian penduduk Syiria (Ibnu Amir) dan Kufah (‘Ashim) membacanya, Rabwah (dengan difathah “ra” nya).
Ada juga yang mengatakan, Rabwah ini merupakan bahasa Kabilah Tamim. Juga dibaca, ribwah (dengan dikasrah “ra” nya), dan disebutkan bahwa ini adalah qira’ah Ibnu Abbas.
Firman-Nya: ashaabaHaa waabilun (“Yang disiram oleh hujan lebat.”) waabilun berarti hujan lebat, sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya. Maka kebun itu menghasilkan “akalaHaa” maksudnya yaitu buahnya. Dli’faini (“Dua kali lipat.”) Jika dibandingkan dengan kebun-kebun lainnya. Fa illam yushib-Haa waabilun fathall (“Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis [pun sudah memadai].”)
Adh-Dhahhak mengatakan, “thallun” berarti gerimis. Dengan hujan lebat itu, kebun tersebut tidak akan pernah kering dan gersang, karena meskipun kebun itu tidak mendapatkan curahan hujan lebat, ia telah mendapatkan percikan gerimis. Dan air gerimis itu pun sudah cukup memadai. Demikianlah amal orang mukmin, tidak akan sia-sia, bahkan Allah menerimanya dan akan diperbanyak (pahalanya), serta dikembangkan sesuai dengan jerih payah orang yang beramal.
Oleh karena itu, Dia berfirman: wallaaHu bimaa ta’maluuna bashiir (“Dan Allah Mahamelihat apa yang kamu kerjakan.”) Artinya, tidak ada sesuatu pun dari amal hamba-hamba-Nya yang tersembunyi dari-Nya.


EmoticonEmoticon