Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
“Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya,’ dan mereka mengatakan: ‘Kami mendengar dan kami ta’at.’ (Mereka berdoa): ‘Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.’ (QS. Al-Baqarah: 285) Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. la mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.’” (QS. Al-Baqarah: 286)
Beberapa hadits tentang keutamaan kedua ayat di atas. Semoga Allah swt. memberi manfaat dari keduanya.
Imam al-Bukhari meriwayatkan, dari Ibnu Mas’ud, ia menceritakan, Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa membaca dua ayat terakhir surat al-Baqarah pada malam hari, maka kedua ayat ini mencukupinya.” (HR. Al-Bukhari).
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh beberapa perawi lainnya.
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh beberapa perawi lainnya.
Imam Ahmad meriwayatkan, dari Abu Dzar, katanya, Rasulullah saw. bersabda: “Aku telah diberi beberapa ayat penutup surat al-Baqarah dari perbendaharaan di bawah ‘Arsy, yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku.” (HR. Ahmad).
Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih.
Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih.
Sedangkan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah, ia menceritakan: “Ketika Rasulullah di perjalankan hingga sampai di Sidratul Muntaha, yang berada pada langit lapis ke tujuh. Padanya berakhir apa yang dibawa naik dari bumi, lalu ditahan. Dan padanya pula berakhir apa yang dibawa turun dari atasnya, lalu ditahan. Ia (Abdullah) berkata, (yaitu berkenaan dengan firman-Nya): “(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.” (QS. An-Najm: 16) Abdullah mengatakan, yaitu permadani dari emas. Lebih lanjut ia mengatakan, dan Rasulullah diberi tiga hal: shalat lima waktu, ayat-ayat penutup surat al-Baqarah, dan ampunan bagi umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun.”
Abu Isa at-Tirmidzi meriwayatkan dari Nu’man bin Basyir, dari Nabi, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menuliskan sebuah kitab dua ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Darinya Dia menurunkan dua ayat yang dengan keduanya itu Dia menutup surat al-Baqarah. Dan tidaklah keduanya dibaca dalam suatu rumah selama tiga hari, melainkan syaitan akan lari darinya.”
Selanjutnya Imam at-Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini berstatus gharib.” Hal yang senada juga diriwayatkan al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak, dari Hamad bin Salamah. Dan ia mengatakan, bahwa hadits tersebut shahih menurut persyaratan Muslim, namun Imam Muslim dan Imam al-Bukhari tidak meriwayatkannya.
(Hadits gharib: Hadits yang dalam sanadnya terdapat seseorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, di mana saja penyendirian sanad itu terjadi. Penyendirian itu dapat mengenai personalinya, yaitu tidak ada yang meriwayatkan selain rawy (orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab, apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari gurunya) itu sendiri. Atau mengenai sifat atau keadaan rawy, yaitu sifatnya berbeda dengan sifat dan keadaan rawy lainnya.)
Firman Allah swt.: aamanar rusulu bimaa unzila ilaiHi mir rabbiHi (“Rasul telah beriman kepada al-Qur an yang diturunkan kepadanya dari Rabb-nya.”) Ini adalah pemberitahuan mengenai diri Nabi saw.
Dan firman-Nya: wal mu’minuun (“Demikian pula orang-orang yang beriman.”) Diathafkan (dihubungkan) dengan Rasulullah saw. Dan kemudian Dia memberitahukan mengenai keseluruhannya dengan berfirman: kullun aamana billaaHi wa malaa-ikatiHii wa kutubiHii wa rusuliHii laa nufarriqu baina ahadim mir rusuliHi ( “Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. Mereka mengatakan, ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun [dengan yang lain] dari rasul-rasul-Nya.’”)
Dengan demikian, orang-orang mukmin mengimani bahwa Allah adalah Satu yang Esa, Sendiri dan Kekal, tidak ada Ilah yang haq selain diri-Nya, dan tidak ada Rabb melainkan hanya diri-Nya. Dan mereka membenarkan semua nabi dan rasul, kitab-kitab yang diturunkan dari langit kepada hamba-hamba-Nya yang diutus menjadi rasul dan nabi. Mereka tidak membedakan antara rasul yang satu dengan yang lainnya, sehingga mereka (tidak) hanya beriman kepada sebagian dan ingkar terhadap sebagian yang lain. Tetapi seluruh rasul dan nabi itu, menurut mereka adalah benar, baik, mendapat bimbingan dan memberi petunjuk kepada jalan kebaikan, meskipun sebagian rasul itu menghapus syariat sebagian rasul lainnya dengan seizin Allah, hingga akhirnya seluruh syariat mereka dihapus dengan syariat Muhammad saw, sebagai penutup para nabi dan rasul, dan hari kiamat akan terjadi pada masa syariatnya (Muhammad saw), dan akan tetap ada segolongan dari umatnya yang senantiasa berpegang teguh dan menetapi kebenaran.
Firman Allah: wa qaaluu sami’naa wa atha’naa (“Dan mereka mengatakan, ‘Kami mendengar dan kami taat.’”) Maksudnya, kami mendengar firman-Mu, ya Rabb kami, memahami dan mengamalkannya sesuai dengan tuntunannya. Ghufraanaka (“[Mereka berdo’a], ‘Ampunilah kami, ya Rabb kami.’”) Ini merupakan permohonan ampun, rahmat, dan betas kasih. Wa ilaikal mashiir (“kepada-Mu tempat kembali.”) Maksudnya, Dia-lah tempat kembali pada hari perhitungan.
Firman Allah swt: laa yukallifullaaHu nafsan illaa wus’aHaa (“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”) Artinya, Allah tidak akan membebani seseorang di luar kemampuannya. Ini merupakan kelembutan, kasih sayang, dan kebaikan-Nya terhadap makhluk-Nya. Dan ayat inilah yang menasakh apa yang dirasakan berat oleh para sahabat Nabi, yaitu ayat yang artinya: “Dan jika kamu menampakkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan denganmu tentang perbuatanmu itu.” Maksudnya, meskipun Dia menghisab dan meminta pertanggung-jawaban, namun Dia (Allah) tidak mengadzab melainkan disebabkan dosa yang seseorang memiliki kemampuan untuk menolaknya. Adapun sesuatu yang seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menolaknya seperti godaan dan bisikan jiwa (hati), maka hal itu tidak dibebankan kepada manusia. Dan kebencian terhadap godaan bisikan yang jelek/jahat merupakan bagian dari iman.
Dan firman-Nya lebih lanjut: laHaa maa kasabat (“la mendapat pahala [dari kebajikan] yang diusahakannya.”) Yaitu berupa kebaikan yang ia lakukan. Wa ‘alaiHaa maktasabat (“Dan ia mendapat siksa [dari kejahatan] yang dikerjakannya.”) Yaitu berupa keburukan yang ia perbuat. Hal itu menyangkut amal perbuatan yang termasuk dalam taklif (yang harus dilakukan).
Kemudian Allah berfirman, memberikan bimbingan kepada hamba-hamba-Nya dalam memohon kepada-Nya. Dan Dia telah menjamin akan memenuhi permohonan tersebut. Sebagaimana Dia telah membimbing dan mengajarkan kepada mereka untuk mengucapkan: rabbanaa laa tu-aakhidznaa in nasiinaa au akhtha’naa (“Ya Rabb kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau kami bersalah.”) Yaitu, jika kami meninggalkan suatu kewajiban atau mengerjakan perbuatan haram karena lupa, atau kami melakukan suatu kesalahan karena tidak mengetahui hal yang benar menurut syariat.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, dari Abu Hurairah ra, Beliau saw. bersabda: “[Lalu] Allah pun menjawabnya: ‘Ya.’” (bahwa do’a tersebut langsung dijawab Allah dengan jawaban: “Ya.”-Pent.)
Sedangkan firman-Nya: rabbanaa walaa tahmil ‘alainaa ishran kamaa hamaltaHuu ‘alal ladziina min qablinaa (“Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami.”) Maksudnya, janganlah Engkau membebani kami dengan amal-amal yang berat meskipun kami mampu menunaikannya, sebagaimana yang telah Engkau syariatkan kepada umat-umat yang terdahulu sebelum kami, berupa belenggu-belenggu dan beban-beban yang mengikat mereka. Engkau telah mengutus Nabi-Mu Muhammad saw, sebagai Nabi pembawa rahmat, untuk menghapuskannya melalui syariat yang dibawanya, berupa agama yang lurus, yang mudah, lagi penuh kemurahan hati.
Firman Allah swt selanjutnya: rabbanaa walaa tuhammilnaa maa laa qaatalanaa biHi (“Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya.”) Yaitu, berupa kewajiban, berbagai macam musibah dan ujian. Janganlah Engkau menguji kami dengan apa yang kami tidak mampu menjalaninya.
Firman-Nya lebih lanjut: wa’fu ‘annaa (“Berikanlah maaf kepada kami.”) Yaitu atas kekhilafan dan kesalahan yang Engkau ketahui yang pernah terjadi antara kami dengan-Mu. Waghfirlanaa (“Ampunilah kami.”) Maksudnya, kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi di antara kami dengan hamba-hamba-Mu. Maka janganlah Engkau memperlihatkan kepada mereka keburukan-keburukan kami dan perbuatan jelek kami. Warhamnaa (“Dan berikanlah rahmat kepada kami.”) Yaitu, pada segala hal yang akan datang. Maka janganlah Engkau menjatuhkan kami ke dalam dosa yang lain.
Oleh karena itu para ulama berkata, “Sesungguhnya orang yang berbuat dosa memerlukan tiga hal: Ampunan dari Allah Ta’ala atas dosa-dosa yang pernah terjadi antara dirinya dengan-Nya, penutupan-Nya terhadap kesalahannya dari hamba-hamba-Nya yang lain, sehingga Dia tidak mencemarkannya di tengah-tengah mereka dan perlindungan dari-Nya sehingga ia tidak terjerumus ke dalam dosa yang sama.”
Firman Allah swt setelah itu: anta maulaanaa (“Engkaulah penolong kami.”) Maksudnya, Engkaulah pelindung dan pembela kami. Kepada-Mu kami bertawakal. Engkaulah tempat memohon pertolongan, dan kepada-Mu kami bersandar. Tidak ada daya dan kekuatan pada kami melainkan karena pertolongan-Mu. Fanshurnaa ‘alal qaumil kaafiriin (“Maka tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir.”) Yaitu orang-orang yang mengingkari agama-Mu, menolak keesaan-Mu dan risalah nabi-Mu, menyembah Ilah selain diri-Mu, serta menyekutukan-Mu dengan hamba Mu. Maka tolonglah kami untuk mengalahkan mereka, hingga pada akhirnya kami mendapatkan kemenangan atas mereka di dunia dan di akhirat. Maka Allah pun menjawab: “Ya.”
EmoticonEmoticon