Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 159-162

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
tulisan arab surat albaqarah ayat 159-162“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, (QS. Al-Baqarah: 159) Kecuali mereka yang bertaubat mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Aku-lah Yang Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang. (QS. Al-Baqarah: 160) Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapati laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. (QS. Al-Baqarah: 161) Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.” (QS. 2:162)
Ini merupakan ancaman keras bagi orang yang menyembunyikan keterangan yang menjelaskan tujuan-tujuan baik dan petunjuk yang bermanfaat bagi hati, yang dibawa oleh para Rasul-Nya, setelah Allah swt. Menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya dalam kitab-kitab-Nya yang telah diturunkan kepada para Rasul-Nya.
Abu al-Aliyah menuturkan, ayat ini turun berkenaan dengan Ahlul Kitab yang menyembunyikan sifat Nabi Muhammad. Kemudian Allah Ta’ala memberitahukan bahwa mereka dilaknat oleh segala sesuatu, akibat perbuatan mereka itu. Sebagaimana seorang ulama dimohonkan ampunan oleh segala sesuatu, bahkan sampai ikan paus di air dan burung yang terbang di angkasa; maka sebaliknya, orang-orang Ahlul Kitab itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh semua makhluk yang dapat melaknat.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan melalui beberapa jalur yang saling memperkuat, dari Abu Hurairah dan lainnya, bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa ditanya mengenai suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan dikekang pada hari kiamat dengan kekangan dari api neraka.” (HR. Ibnu Majah)
Sedangkan dalam kitab Shahih juga diriwayatkan, dari Abu Hurairah, ia menuturkan seandainya bukan karena ayat dalam kitab Allah, niscaya aku tidak akan meriwayatkan sesuatu kepada seseorang, innal ladziina yaktumuuna maa anzalnaa minal minal bayyinaati wal Hudaa (“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan [yang jelas] dan petunjuk.”)
Mengenai firman Allah: wa yal’anuHumul laa’iniin (“Dan dilaknat oleh semua makhluk yang dapat melaknat,”) Abu al-Aliyah, Rabi’ bin Anas, dan Qatadah mengatakan, “Yaitu mereka dilaknat oleh para malaikat dan orang-orang yang beriman.”
Dalam sebuah hadits telah dijelaskan bahwa seorang yang berilmu akan itu dimohonkan ampunan oleh segala sesuatu, sampai ikan paus yang berada di dalam laut. (Diriwayatkan Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam kitab as-Shahih, dan al-Baihagi dalam Syu’abul Iman, yang berupa hadits panjang.)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa orang yang menyembunyikan ilmu dilaknat oleh Allah, para malaikat, dan seluruh umat manusia. Kemudian Allah mengkhususkan orang-orang yang bertaubat kepada-Nya, dengan firman-Nya: illal ladziina taabuu wa ash-lahuu wa bayyanuu (“Kecuali mereka yang bertaubat dan mengadakan perbaikan serta menerangkan [kebenaran].”) Artinya, mereka menarik diri dari apa yang telah mereka kerjakan dan memperbaiki amal perbuatan mereka serta menerangkan kepada manusia apa yang telah mereka sembunyikan itu.
Fa ulaa-ika aatuubu ‘alaiHim wa anat tawwaabur rahiim (“Maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah yang Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang.”)
Dalam ayat ini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa penyeru kepada kekufuran atau bid’ah jika ia bertaubat kepada Allah, maka Allah pasti akan menerima taubatnya. Dalam sebuah hadits telah dijelaskan bahwa untuk umat-umat yang terdahulu, taubat orang seperti mereka itu tidak akan diterima, tetapi hal ini merupakan bagian dari syari’at Nabi Muhammad saw.
Selanjutnya Allah Ta’ala memberitahukan tentang orang-orang yang kufur dan terus-menerus dalam kekufuran sampai menemui ajalnya, bahwa Mereka itu mendapat laknat dari Allah, Para malaikat, dan manusia seluruhnya. ‘alaiHim la’natullaaHi wal malaa-ikati wan naasi ajma’iin khaalidiina fiiHaa (“Mereka itu mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat itu.”) Artinya mereka akan terus menerus mendapatkan laknat sampai hari kiamat kelak. Lalu laknat itu menjadi teman setia mereka di dalam neraka Jahanam yang “laa yukhaffafu ‘anHumul ‘adzaabu” (“Tidak akan diringankan siksa dari mereka. ” Artinya, apa yang mereka rasakan itu tidak akan pernah berkurang, wa laa Hum yundharuun (“Dan tidak pula mereka diberi tangguh.”) Maksudnya, siksa itu tidak akan dialihkan dari mereka meski hanya sekejap saja, tetapi siksa itu akan terus menerus dan berkesinambungan. Na’udzubillahi min dzalik.
Catatan:
Tidak ada perbedaan pendapat mengenai dibolehkannya melaknat orang-orang kafir (secara umum). Umar bin Khaththab sendiri dan Para pemimpin setelahnya juga pernah melaknat orang-orang kafir dalam qunut dan di luar qunut. Sedangkan mengenai laknat terhadap orang kafir tertentu (fulan dan fulan.-Pent.), maka sekelompok ulama berpendapat bahwasanya laknat seperti ini tidak diperbolehkan. Karena kita tidak tahu; dalam keadaan bagaimana Allah Ta’ala akan mengakhiri hidupnya. Dan sebagian ulama berargumen dengan firman Allah: innal ladziina kafaruu wa maatuu wa Hum kuffaarun ulaa-ika ‘alaiHim la’natullaaHi wal malaa-ikati wan naasi ajma’iin (“Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, Para malaikat, dan manusia seluruhnya.”)
Kelompok yang lain membolehkan laknat terhadap orang kafir tertentu. Pendapat ini dipilih oleh Abu Bakar bin al-Arabi al-Maliki, namun ia berlandasan pada hadits lemah. Sedangkan kelompok yang lain berdalil dengan sabda Rasulullah dalam kisah orang yang dibawa ke hadapan Nabi dalam keadaan mabuk, maka beliau menjatuhkan had (hukuman/siksa) baginya lalu ada seseorang yang berkata: “Semoga Allah melaknatnya, betapa seringnya ia melakukan hal itu.” Maka Rasulullah bersabda, “Janganlah engkau melaknatnya, karena sesungguhnya ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Ahmad)
Hal ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mencintai Allah Ta’ala dan Rasul-Nya boleh dilaknat. Wallahu a’lam.


EmoticonEmoticon