Tafsir Ibnu Katsir Surah Ali ‘Imraan ayat 55-58

Surah Madaniyyah; surah ke 3: 200 ayat
tulisan arab alquran surat ali imraan ayat 55-58“(Ingatlah), ketika Allah berfirman: ‘Hai ‘Isa, sesunggubnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir bingga hari Kiamat. Kemudian hanya kepada Aku-lah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya.’ (QS. 3:55) Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong. (QS. 3:56) Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zhalim. (QS. 3:57) Demikianlab (kisah ‘Isa), Kami membacakannya kepada kamu sebagian dari bukti-bukti (kerasulannya) dan (membacakan) al-Qur’an yang penuh hikmah.” (QS. 3:58)
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai firman Allah Ta’ala, innii mutawaffiika wa raafi’uka ilayya (“Sesungguhnya Aku akan menyampaikanmu pada akhir ajalmu dan mengangkatmu kepada-Ku.”)
Menurut Qatadah dan ulama lainnya berkata, “Ini merupakan bentuk kalimat dalam bentuk muqaddam dan muakhkhar (yaitu bentuk kalimat yang mendahulukan apa yang seharusnya ada di akhir, dan mengakhirkan apa yang seharusnya didahulukan). Kedudukan sebenarnya adalah: innii raafi’uka wa mutawaffiika ilayya; yakni “Aku mengangkatmu kepada-Ku dan mewafatkanmu,” yaitu setelah itu.
Ali bin Abu Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, innii mutawaffiika; artinya: Aku mematikanmu. Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kematian tersebut adalah tidur, sebagaimana firman-Nya, wa Huwal ladzii yatawaffaakum bil laili (“Dan Dia-lah yang menidurkan kalian di malam hari.”) (QS. Al-An’aam: 60)
Juga firman-Nya, AllaaHu yatawaffal anfusa hiina mautiHaa wal latii lam tamut fii manaamiHaa (“yang memegang jiwa [orang] ketika matinya dan [memegang] jiwa [orang] yang belum mati pada waktu tidurnya.”) (QS. Az-Zumar: 42)
Rasulullah jika bangun tidur berdo’a: alhamdu lillaaHil ladzii ahyaanaa ba’da maa amaatanaa (“Segala puji bagi Allah, yang telah menghidupkan kami, setelah mematikan [menidurkan]) kami.”) (Muttafaqun ‘alaih)
Allah berfirman: “Dan karena kekafiran mereka (terhadap `Isa), dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina). Dan karena ucapan mereka, ‘Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah.’ Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak juga menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan `Isa bagi mereka. -sampai dengan firman-Nya- “..mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah `Isa.”
“Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat `Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Tidak ada seorang pun dari Ahlul Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan pada hari Kiamat kelak Isa itu akan menjadikan saksi terhadap mereka.” (QS. An-Nisaa’: 156-159).
Dhamir (kata ganti) “Hi” (nya) pada firman Allah “qab-la mautiHi” yaitu kembali kepada `Isa’ as. Artinya, tidak seorang pun dari Ahlul Kitab melainkan akan beriman kepada `Isa pada saat turun ke bumi kelak, sebelum hari Kiamat, sebagaimana akan dijelaskan. Maka pada saat itu, semua Ahlul Kitab akan mempercayainya, karena ia menghapuskan jizyah dan tidak menerima kecuali Islam.
Firman-Nya, wa muthaHHiruka milal ladziin kafaruu (“Serta membersihkan kamu dari orang-orang kafir.”) Yaitu dengan Aku mengangkatmu ke langit.
Wa jaa’ilul ladziinat taba’uuka fauqal ladziina kafaruu ilaa yaumil qiyaamati (“Dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu di atas orang-orang yang kafir hingga hari Kiamat.”)
Demikian itulah yang terjadi. Sesungguhnya ketika al-Masih diangkat Allah ke langit, sahabat-sahabatnya tercerai-berai menjadi beberapa golongan. Ada yang beriman kepada apa yang dibawanya bahwa ia adalah hamba dan Rasul-Nya serta seorang anak dari seorang hamba-Nya. Di antara mereka ada juga yang berlebih-lebihan menyanjungnya hingga menjadikannya sebagai anak Allah, adapula yang menganggap bahwa ia adalah Allah dan adapula yang menganggapnya sebagai salah satu dari trinitas.
Allah telah mengisahkan ucapan mereka itu dalam al-Qur’an dan membantah setiap kelompok. Namun mereka tenggelam dalam kondisi seperti itu selama hampir tiga ratus tahun, hingga akhimya muncul di tengah-tengah mereka seorang raja Yunani bernama Constantine, yang memeluk agama Nasrani. Ada juga yang mengatakan, langkahnya masuk dalam agama Nasrani itu sebagai tipu muslihat untuk merusaknya, karena ia adalah seorang filusuf.
Ada juga yang mengatakan, hal itu disebabkan karena dia tidak memahami agama tersebut. Maka Constantine pun merubah, menambah, dan mengurangi beberapa ketetapan yang ada dalam agama `Isa. Selanjutnya ia membuat undang-undang dan amanah agung untuk agama Nasrani, yang sebenarnya hanya merupakan pengkhianatan yang hina.
Pada zamannya, daging babi itu dihalalkan, dan mereka shalat mengikutinya (Constantine) dengan menghadap ke timur. Dan gereja, tempat-tempat ibadah, serta biara diisi dengan patung `Isa. Selain itu Constantine menambah ibadah puasa mereka sebanyak sepuluh hari disebabkan dosa yang dia lakukan, menurut anggapan mereka. Akhirnya agama al-Masih menjadi agama Constantine. Akan tetapi dia telah membangunkan untuk mereka gereja, biara, dan tempat ibadah yang jumlahnya lebih dari 12.000 (dua belas ribu). Selain itu, ia juga membangun sebuah kota yang dikaitkan dengan namanya (Konstantinopel). la diikuti oleh sekelompok kerajaan dari kalangan mereka. Dalam melakukan semuanya itu mereka menekan orang-orang Yahudi, Allah telah memberikan kekuatan kepadanya atas mereka karena dia lebih dekat dengan kebenaran daripada orang-orang Yahudi, meskipun pada dasarnya mereka semua adalah kafir. Semoga laknat Allah atas mereka.
Ketika Allah swt. mengutus Nabi Muhammad, maka orang yang beriman kepada beliau, pasti beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya dengan cara yang benar. Maka mereka itulah pengikut semua Nabi yang ada di muka bumi, karena mereka telah benar-benar membenarkan Rasul, Nabi yang buta huruf yang berasal dari bangsa Arab, penutup para Rasul dan junjungan seluruh anak keturunan Adam, secara mutlak, yang mengajak mereka untuk membenarkan segala yang haq. Maka mereka pulalah yang lebih dekat dengan setiap Nabi dari pada umat Nabi itu sendiri yang mengaku mengikuti agama dan jalan Nabinya, sementara mereka telah menyelewengkan dan merubah ajarannya.
Kemudian, kalaupun tidak terjadi perubahan dan penyelewengan ini, sesungguhnya Allah telah menghapuskan syari’at seluruh Rasul dengan apa yang dibawa oleh Muhammad berupa agama yang haq yang tidak dapat diubah dan diganti sampai hari Kiamat kelak dan akan tetap tegak, dibela dan menang atas semua agama.
Oleh karena itu, Allah, membukakan bumi belahan timur dan barat bagi para Sahabat beliau, hingga mereka berhasil menundukkan segala kerajaan, menaklukkan seluruh negeri dan mematahkan Kisra (Kerajaan Persi) dan Kaisar (Kerajaan Romawi) serta mengambil alih semua kekayaan mereka untuk selanjutnya mereka nafkahkan di jalan Allah, sebagaimana hal itu telah diberitahukan oleh Nabi mereka sendiri, bersumber dari Rabb mereka, yaitu pada firman-Nya yang artinya:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun.” (QS. An-Nuur: 55)
Oleh karena itulah, tatkala mereka benar-benar beriman kepada al-Masih, maka mereka dapat merampas dari orang-orang Nasrani negeri Syam dan memaksa mereka masuk ke Romawi, lalu mereka bertahan di kota mereka, Konstantinopel. Dan Islam bersama pemeluknya akan senantiasa berada di atas mereka sampai hari Kiamat kelak.
Ash-Shadiqul-Masduq (yang berkata dengan benar [jujur] dan dibenarkan [dipercaya] perkataannya) telah memberitahu umatnya bahwa generasi terakhir dari mereka akan membebaskan kota Konstantinopel dan mengambil kekayaan yang ada di sana, serta memerangi orang-orang Romawi secara besar-besaran yang belum pernah disaksikan manusia sebelumnya dan tidak ada bandingannya setelah itu. Mengenai masalah ini, penulis telah menyusun dalam buku tersendiri.
Karena itu, Allah berfirman: Wa jaa’ilul ladziinat taba’uuka fauqal ladziina kafaruu ilaa yaumil qiyaamati tsumma ilayya marji’ukum fa-ahkumu bainakum fiimaa kuntum fiiHi takhtalifuun. Fa ammal ladziina kafaruu fa-u-‘adzdzibuHum ‘adzaaban syadiidan fid dun-yaa wal aakhirati wamaa laHum min naashiriin (“Dan [Aku] menjadikan orang-orang yang mengikutimu di atas orang-orang yang kafir hingga hari Kiamat. Kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antara kamu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya. Adapun orang-orang kafir, maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong.”) Demikian juga Allah berbuat terhadap orang-orang yang ingkar kepada `Isa, dari kalangan Yahudi maupun yang bersikap “ghuluw” (berlebih-lebihan) terhadapnya dari kalangan Nasrani, Dia akan mengadzab mereka di dunia dengan dibunuh, ditawan, dirampas harta kekayaannya, serta dicopot kekuasaan mereka dari kerajaan-kerajaan, sedangkan di akhirat, mereka akan mendapatkan adzab yang lebih pedih dan berat, wa maa laHum minallaaHi miw waaq (“Dan tidak ada seorangpun pelindung bagi mereka dari adzab Allah.”) (ar-Ra’du: 34)
Dan firman-Nya, wa ammal ladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati fa yuwaffiiHim ujuuraHum (“orang-orang yang beriman dan merigerjakan amal-amal yang shalih, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka.”) Yaitu di dunia dan di akhirat. Pahala di dunia berupa pertolongan dan kemenangan. Sedangkan di akhirat berupa Surga-Surga yang tinggi. wallaaHu laa yuhibbudh-dhaalimiin (“Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zhalim.”)
Kemudian Dia berfirman, dzaalika natluuHu ‘alaika minal aayaati wa wadz-dzikril hakiim (“Demikianlah [kisah Isa] Kami membacakannya kepadamu sebagian dari bukti-bukti [kerasulannya] dan [membacakan] al-Qur’an yang penuh hikmah.”) Artinya, yang Kami kisahkan kepadamu ini, ya Muhammad mengenai diri `Isa, yang dimulai dari kelahirannya dan bagaimana sifat urusannya adalah di antara yang difirmankan dan diwahyukan, serta diturunkan Allah swt. kepadamu dari Lauhul Mahfuzh, maka tidak ada perbantahan tentang `Isa dan tidak pula keraguan.
Sebagaimana firman-Nya dalam Surat Maryam, dzaalika ‘iisabna maryama qaulal haqqil ladzii fiiHi yamtaruun. Maa kaana lillaaHi ay yattakhida miw waladin subhaanaHu idzaa qadlaa amran fa inna maa yaquulu laHuu kun fayakuun (“Itulah ‘Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Mahasuci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, ‘Jadilah,’ maka jadilah ia.” (QS. Maryam: 34-35)


EmoticonEmoticon