Tafsir Isti’adzah dan Hukum-Hukumnya
Allah berfirman yang artinya: “apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaanNya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaanNya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya Jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (an-Nahl: 98-100)
Yang masyhur menurut jumhur ulama bahwa isti’adzah dilakukan sebelum membaca al-Qur’an guna mengusir godaan syaitan. Menurut mereka, ayat yang berbunyi: fa idzaa qara’tal qur-aana fasta’idz billaaHi minasy-syaithaanir rajiim (“Jika kamu hendak membaca al-Qur’an, maka hendaklah kamu minta perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk.”) artinya, jika kamu hendak membaca. Sebagaimana firman-Nya: idzaa kumtum ilash shalaati fagh-siluu wujuuHakum wa aidiyakum (“Jika kamu hendak mendirikan shalat, maka basuhlah wajah dan kedua tanganmu…….”) (al-Maa-idah: 6), artinya jika kalian bermaksud mendirikan shalat.
Penafsiran seperti ini didasarkan pada beberapa hadits dari Rasulullah saw. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, katanya, jika Rasulullah saw. hendak mendirikan shalat malam, maka beliau membuka shalatnya dan bertakbir seraya mengucapkan: subhaanakallaaHumma wa bihamdika, wa tabaarakasmuka wa ta-‘aalaa jadduka, walaa ilaaHa ghairuka (“Mahasuci Engkau, ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Mahaagung nama-Mu dan Mahatinggi kemuliaan-Mu. Tidak ada ilah yang hak melainkan Engkau.”) kemudian beliau mengucapkan: laa ilaaHa illallaaH (“Tidak ada ilah yang hak selain Allah”) sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau mengucapkan: a-‘uudzu billaaHis samii’il ‘aliimi minasy-syaithaanir rajiim, min HamziHi wa naf-khiHii wa naftsiHi (“Aku berlindung kepada Allah yang Mahamdendengar lagi Mahamengetahui dari syaithan yang terkutuk, dari godaan, tiupan dan hembusannya.”)
Hadits ini diriwayatkan juga oleh empat penyusun kitab as-Sunan dari riwayat Ja’far bin Sulaiman, dari ‘Ali bin ‘Ali ar-Rifa’i. At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini merupakan hadits yang paling masyhur dalam masalah ini. Dan kata al-Hamz ditafsirkan sebagai cekikan (sampai mati), an-Naf-kh sebagai kesombongan, dan an-Nafts sebagai Sya’ir.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Sulaiman bin Shurad ia berkata: “Ada dua orang yang saling mencela di hadapan RAsulullah saw. sedang kami duduk di hadapan beliau. Salah seorang dari keduanya mencela lainnya dalam keadaan marah dengan wajah yang merah padam. Maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku akan mengajarkan suatu kalimat yang jika ia mengucapkannya, niscaya akan hilang semua yang dirasakannya itu. Jika ia mengucapkan: a-‘uudzu billaaHi minasy syaithaanir rajiim.”
Kemudian para shahabat berkata kepada orang itu: “Tidakkah engkau mendengar apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw.?” orang itu menjawab: “Sesungguhnya aku bukanlah orang yang tidak waras.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa-I, melalui beberapa jalur sanad dari al-A’masy.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Sulaiman bin Shurad ia berkata: “Ada dua orang yang saling mencela di hadapan RAsulullah saw. sedang kami duduk di hadapan beliau. Salah seorang dari keduanya mencela lainnya dalam keadaan marah dengan wajah yang merah padam. Maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku akan mengajarkan suatu kalimat yang jika ia mengucapkannya, niscaya akan hilang semua yang dirasakannya itu. Jika ia mengucapkan: a-‘uudzu billaaHi minasy syaithaanir rajiim.”
Kemudian para shahabat berkata kepada orang itu: “Tidakkah engkau mendengar apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw.?” orang itu menjawab: “Sesungguhnya aku bukanlah orang yang tidak waras.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa-I, melalui beberapa jalur sanad dari al-A’masy.
Catatan:
1. Jumhur ulama berpendapat bahwa isti’adzah itu sunnah hukumnya dan bukan sutu kewajiban. Sehingga berdosa bagi orang yang meninggalkannya. Diriwayatkan dari Imam Malik, bahwasannya ia tidak membaca ta’awudz dalam mengerjakan shalat wajib.
2. Dalam kitab al-Imla’, Imam asy-Syafi’I mengatakan: dianjurkan membaca ta’awudz dengan jahr, tetapi jika membaca dengan sirri juga tidak apa-apa. Sedangkan dalam kitab al-Umm, beliau mengatakan, diberikan pilihan, boleh membaca ta’awudz, boleh juga tidak. Dan jika orang yang memohon perlindungan itu membaca: a-‘uudzu billaaHi minasy syaithaanir rajiim, maka cukuplah baginya.
3. Menurut Abu Hanifah dan Muhammad, ta’awudz itu dibaca dalam shalat untuk membaca al-Qur’an. Sedangkan Abu Yusuf berpendapat, bahwa ta’awudz itu justru dibaca untuk shalat.
1. Jumhur ulama berpendapat bahwa isti’adzah itu sunnah hukumnya dan bukan sutu kewajiban. Sehingga berdosa bagi orang yang meninggalkannya. Diriwayatkan dari Imam Malik, bahwasannya ia tidak membaca ta’awudz dalam mengerjakan shalat wajib.
2. Dalam kitab al-Imla’, Imam asy-Syafi’I mengatakan: dianjurkan membaca ta’awudz dengan jahr, tetapi jika membaca dengan sirri juga tidak apa-apa. Sedangkan dalam kitab al-Umm, beliau mengatakan, diberikan pilihan, boleh membaca ta’awudz, boleh juga tidak. Dan jika orang yang memohon perlindungan itu membaca: a-‘uudzu billaaHi minasy syaithaanir rajiim, maka cukuplah baginya.
3. Menurut Abu Hanifah dan Muhammad, ta’awudz itu dibaca dalam shalat untuk membaca al-Qur’an. Sedangkan Abu Yusuf berpendapat, bahwa ta’awudz itu justru dibaca untuk shalat.
Berdasarkan hal ini, maka seorang makmum hendaklah membaca ta’awudz dalam shalat ‘Ied. Dan menurut jumhur ulama, ta’awudz itu dibaca setelah takbir sebelum membaca al-Fatihah atau surat al-Qur’an.
Di antara manfaat ta’awudz adalah untuk mensucikan dan mengharumkan mulut dari kata-kata yang tidak mengandung faedah dan buruk. Ta’awudz ini digunakan untuk membaca firman-firman Allah. Artinya memohon pertolongan kepada Allah sekaligus memberikan pengakuan atas kekuasaan-Nya, kelemahan dirinya sebagai hamba, dan ketidakberdayaannya dalam melawan musuh yang sesungguhnya (syaithan), yang bersifat bathiniyah, yang tak seorangpun mampu menolak dan mengusirnya kecuali Allah yang telah menciptakannya.
Di antara manfaat ta’awudz adalah untuk mensucikan dan mengharumkan mulut dari kata-kata yang tidak mengandung faedah dan buruk. Ta’awudz ini digunakan untuk membaca firman-firman Allah. Artinya memohon pertolongan kepada Allah sekaligus memberikan pengakuan atas kekuasaan-Nya, kelemahan dirinya sebagai hamba, dan ketidakberdayaannya dalam melawan musuh yang sesungguhnya (syaithan), yang bersifat bathiniyah, yang tak seorangpun mampu menolak dan mengusirnya kecuali Allah yang telah menciptakannya.
Firman Allah: inna ‘ibaadii laisa laka ‘alaiHim sulthaanuw wa kafaa birabbika wakiilan (“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Rabbmu sebagai penjaga.”)(al-Israa’: 65)
Dan para malaikat telah turun untuk memerangi musuh dari kalangan manusia. Barangsiapa dibunuh oleh musuh yang bersifat lahiriyah yang berasal dari kalangan manusia, maka ia meninggal syahid. Barangsiapa dibunuh oleh musuh yang bersifat bathiniyah, maka mati sebagai tharid (terusir). Dan barangsiapa dikalahkan oleh musuh manusia biasa, maka ia mendapatkan pahala, dan barangsiapa dikalahkan oleh musuh batini (syaitan) maka ia tertipu atau menanggung dosa. Karena syaithan dapat melihat manusia dan manusia tidak dapat melihatnya, maka ia memohon perlindungan kepada Allah yang melihat syaithan sedangkan syaithan tidak melihat-Nya.
(bersambung ke bagian 5)
Dan para malaikat telah turun untuk memerangi musuh dari kalangan manusia. Barangsiapa dibunuh oleh musuh yang bersifat lahiriyah yang berasal dari kalangan manusia, maka ia meninggal syahid. Barangsiapa dibunuh oleh musuh yang bersifat bathiniyah, maka mati sebagai tharid (terusir). Dan barangsiapa dikalahkan oleh musuh manusia biasa, maka ia mendapatkan pahala, dan barangsiapa dikalahkan oleh musuh batini (syaitan) maka ia tertipu atau menanggung dosa. Karena syaithan dapat melihat manusia dan manusia tidak dapat melihatnya, maka ia memohon perlindungan kepada Allah yang melihat syaithan sedangkan syaithan tidak melihat-Nya.
(bersambung ke bagian 5)
EmoticonEmoticon