Hadits Arbain ke 26: Mendamaikan Orang yang Bertikai dengan Adil

Hadits Arbain nomor 26 (dua puluh enam)Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan shadaqahnya setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan secara adil dua orang yang bertikai adalah shadaqah, membantu orang lain menaiki kendaraan atau mengangkatkan barang ke atas kendaraannya adalah shadaqah, kata-kata yang baik adalah shaqadah, tiap-tiap langkah untuk mengerjakan shalat [di masjid] adalah shadaqah, dan menyingkirkan duri dari jalan adalah shadaqah.” (HR Bukhari dan Muslim)
URGENSI HADITS
Di antara tujuan terpenting yang ingin dicapai oleh Islam adalah menyatukan hati kaum muslimin, tegaknya kebenaran di antara mereka, kokohnya barisan mereka, dan kemenangan terhadap musuh. Tujuan ini tidak akan bisa terealisasi kecuali dengan kerja sama dan tolong menolong.
Hadits di atas berisi dorongan untuk terciptanya kerja sama tersebut, baik melalui ucapan maupun perbuatan. Hal ini senada dengan firman Allah, “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (al-Maidah: 2)
Juga sesuai dengan sabda Nabi saw. lainnya, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih sayang, ibarat satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan demam dan kurang tidur.” (HR Bukhari dan Muslim)
KANDUNGAN HADITS
1. Kekuasaan Allah
Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk. Semua anggota badan dan persendiannya diciptakan dengan sangat sempurna dan rapi. Wajar jika Allah menganjurkan kepada manusia untuk memperhatikan dirinya sendiri, merenungi setiap persendian tulangnya, sel-sel daging dan darahnya, agar bisa mengenali tanda-tanda kebesaran Allah swt.
Allah berfirman: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda [kekuasaan] Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu benar.” (Fushilat: 53)
“Dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan ?” (adz-Dzaariyaat: 21)
Sedangkan mengenai persendian yang secara khusus disebut Nabi Muhammad saw. dalam hadits di atas, karena keteraturan, keindahan dan elastisitasnya. Oleh karena itu, Allah mengancam setiap orang yang menentang dan kafir, dengan dijauhkan dari nikmat-Nya.
Firman Allah: “Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun [kembali] jari-jemarinya dengan sempurna.” (al-Qiyamah: 4)
Artinya, Allah akan menjadikan jari-jari tanngan dan kakinya sama seperti bentuk yang satu, seperti sepatu unta dan kuku keledai, yang tidak mungkin untuk melakukan sebagaimana yang bisa dilakukan oleh jari-jari yang terpisah yang memiliki persendian dan keindahan serta peran masing-masing.
Seorang insinyur barat, yang bekerja di pabrik pembuatan anggota tubuh tiruan, mengakui adanya Allah lalu memeluk Islam. Pada suatu hari, di duduk memperhatikan telapak tangan anaknya yang masih kecil. Dia membandingkannya dengan telapak tangan buatannya, ternyata ada perbedaan yang sangat besar.
2. Perlunya bersyukur.
Kesempurnaan anggota badan, panca indra, tulang belulang dan persendiann merupakan nikmat yang sangat besar dari Allah swt. yang perlu senantiasa disyukuri.
Firman Allah: “Hai Manusia, apakah yang telah mempedayakanmu [berbuat durhaka] terhadap Rabb-mu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan [susunan tubuh]mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” (al-Infithaar: 6-8)
“Kemudian kamu pasti aka ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan [yang kamu megah-megahan di dunia itu].” (at-Takaatsur: 8)
Menurut Ibnu ‘Abbas, kenikmatan tersebut adalah kesempurnaan tubuh, pendengaran, dan penglihatan. Semua itu akan ditanyakan oleh Allah kepada hamba-Nya, untuk apa semua itu digunakan.
Allah berfirman: “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya.” (al-Israa’: 36)
Sedangkan menurut Ibnu Mas’ud, kenikmatan di atas adalah ketenteraman dan kesehatan. Pendapatnya ini didasari oleh hadits Nabi, “Sesungguhnya pertanyaan yang ditanyakan pertama kali kepada seorang hamba pada hari kiamat adalah “Bukankah Aku telah sehatkan badanmu dan memberimu minum air yang segar?” (HR Tirmidzi)
Abu Darda’ ra. berkata: “Kesehatan adalah pertumbuhan badan.”
Wahb bin Munabbih berkata, “Tertulis dalam hikmat keluarga Nabi Dawud, “Kesehatan adalah harta yang tersembunyi.”
Meskipun demikian, tetap saja banyak orang yang lupa akan nikmat Allah yang besar ini. Mereka lupa terhadap kesempurnaan dan kesehatannya. Mereka tidak pernah merenungi apa yang ada pada dirinya sehingga tidak bersyukur kepada Dzat yang telah menciptakannya.
3. Macam-macam Syukur.
Syukur terhadap Allah menjadikan kenikmatan terus bertambah. Allah berfirman: “Dan [ingatlah juga], tatkala Rabbmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah [nikmat] kepadamu.” (Ibrahim: 7)
Ungkapan syukur tidak cukup hanya dengan ucapa, namun harus disertai dengan perbuatan. Dalam pelaksanaannya, syukur terbagi menjadi dua: wajib dan sunah.
a. Syukur wajib.
Adalah degan menjalankan semua kewajiban dan menjauhi semua larangan. Hal ini dilakukan sebagai ungkapa rasa syukur terhadap kesehatan dan kesempurnaan anggota badan, dan berbagai nikmat lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat Abual-Aswad ad-Dualy. Ia pernah berada di tempat Abu Dzar. Saat itu Abu Dzar berkata, “Setiap hari, tiap-tiap persendian harus diberi shadaqah. Setiap shalat merupakan shadaqah baginya, puasa merupakan shadaqah, haji juga shadaqah, demikian juga tasbih dan takbir.” (HR Abu Dawud)
Rasulullah saw. juga bersabda: “Jika kamu tidak melakukannya, maka jangan lakukan kejahatan. Yang demikian itu adalah shadaqah.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari)
Dua hadits ini menunjukkan bahwa seseorang bisa dikatakan bersyukur, jika ia tidak melakukan kejahatan sedikitpun. Ini bisa dilakukan jika seseorang melakukan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan. Karena kejahatan yang paling besar adalah meninggalkan kewajiban. Inilah rahasia di balik perkataan sebagian Salafushshalih, “Syukur adalah meninggalkan maksiat.” Ada juga yang mengatakan, “Syukur adalah tidak menggunakan kenikmatan unttuk kemaksiatan.”
b. Syukur nikmat.
Yaitu dengan melaksanakan berbagai amalan yang sifatnya sunah. Tentunya setelah melakukan berbagai kewajiban dan meninggalkan berbagai larangan. Inilah yang dilakukan oleh orang-orang shalih terdahulu. Hal ini juga banyak dianjurkan dalam hadits yang mendorong untuk melakukan berbagai amalan-amalan sunnah. Juga dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Beliau senantiasa melakukan shalat malam hingga kedua telapak kaki beliau bengkak. Ketika beliau ditanya, padahal Allah telah mengampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang, beliau menjawab: “Tidakkah saya ingin menjadi hamba yang bersyukur.”
4. Macam-macam Shadaqah
Termasuk karunia Allah pada hamba-Nya adalah menjadikan rasa syukur kepada-Nya (yang wajib dan sunah) dari seorang hamba sebagai shadaqah. Terlebih ketika Allah menyuruh kita untuk mensyukuri anggota tubuh yang Allah berikan, dengan membantu orang lain. Tentunya dengan sebuah catatan bahwa shadaqah tidak terbatas pada harta. Bahwasannya shadaqah selain dengan harta, ada kalanya mempunyai manfaat yang luas, seperti melerai dua orang yang bertikai dan membantu meringankan beban orang lain. Kadang-kadang manfaatnya hanya terbatas untuk dirinya sendiri, seperti berjalan ke masjid untuk shalat.
Bentuk-bentuk shadaqah dalam hadits di atas:
a. Bersikap adil terhadap dua orang yang bertikai
Hal ini tentunya dilakukan dengan melerai dua orang yang bertikai secara adil dan tidak melanggar ketentuan syara’. Tindakan ini adalah ibadah yang paling utama.
Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah antara kedua saudaramu.” (al-Hujuraat: 10)
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh [manusia] memberi shadaqah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (an-Nisaa’: 114)
Mendamaikan orang yang bertikai merupakan shadaqah kepada keduanya, mengingat [dengan ishlah tersebut] keduanya terhindar dari dampak yang ditimbulkan oleh pertikaian yang terjadi antara keduanya, dampak tersebut bisa berupa cacian atau bahkan perlakuan kasar. Karena itu pertikaian tersebut harus dihentikan, bahkan dalam meleraikan dibolehkan berbohong.
b. Membantu seseorang berkenaan degan kendaraannya.
Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai macam, bisa dengan cara membantu menaikkan barang bawaannya, atau bisa juga membantu menaiki kendaraannya, jika seseorang memang membutuhkannya. Usaha ini merupakan shadaqah dan ungkapan rasa sukur, karena terdapat unsur saling menolong.
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang membantu menyiapkan sandal jepit untuk saudaranya sesama muslim, maka seakan-akan ia telah membawa orang tersebut dengan kendaraannya di jalan Allah.”
c. Perkataan yang Baik.
Meliputi mengucapkan yarhamukallah, jika ada orang yang bersin dan mengucapkan alhamdulillah, mengucapkan salam atau menjawabnya, serta berbagai bentuk dzikir.
“Kepada-Nya, naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkan-Nya.” (Fathir: 10)
Ucapan yang baik kepada orang yang meminta, dan ucapan yang baik ketika bicara. Karena ucapan tersebut akan menjadikan rasa senang di dalam hati seorang muslim.
Firman Allah: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada shadaqah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan [perasaan si penerima].” (al-Baqarah: 263)
Kalimat tauhid. Firman Allah: “Tidakkah kamu perhatikan, bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya [menjulang] ke langit.” (Ibrahim: 24)
Termasuk juga ucapan yang baik adalah doa, dzikir pujian terhadap seorang muslim, nasehat, munjukkan jalan, dan semua ucapan yang membuat orag yang mendengarnya senang dan tidak membuat hati saling bertautan.
d. Berjalan untuk shalat.
Ini merupakan dorongan untuk melakukan shalat dengan berjamaah. Adapun langkah-langkah yang dikatergorikan ke dalam shadaqah dalam hadits tema di atas adalah semua perjalanan yang dilakukan untuk memakmurkan masjid. Seperti untuk shalat, i’tikaf, menghadiri majelis ilmu atau amalan-amalan yang mempunyai nilai ketaatan kepada Allah.
Abu Hurairah ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang pergi ke masjid di waktu pagi dan petang, maka Allah akan menyediakan baginya suatu tempat [di surga] setiap pergi di waktu pagi dan di waktu petang.” (HR Bukhari dan Muslim)
Jabir ra. menceritakan, bahwa ada tempat kosong di sekitar masjid Nabawi. Bani Salamah bertekad untuk pindah ke dekat masjid. Ketika mendengar berita tersebut, Rasulullah saw. berkataa: “Aku mendengar, bahwa kalian ingin pindah ke dekat masjid.” Mereka menjawab: “Betul, ya Rasulallah.” Nabi bersabda: “Wahai Bani Salamah, tetaplah di tempat kalian. Karena jejak langkah kalian dituliskan.” Mereka menjawab: “Untung saja kami belum pindah.”
Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Sesungguhnya kalian mendapatkan satu pahala dari setiap langkah yang kalian ayunkan.”
Pahala akan semakin bertambah manakala tingkat kesulitan juga bertambah. Terutama pada waktu shalat Isya’ dan shubuh.
Buraidah ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Berilah kabar gembira bagi orang-orang yagn berjalan menuju masjid dalam kegelapan, bahwa mereka akan mendapatkan kesempurnaan cahaya di hari kiamat.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
e. Menyingkirkan sesuatu yang membahayakan dari jalan.
Hal-hal yang membahayakan di jalan bisa berupa batu, duri, atau kotoran. Menyingkirkan berbagai hal tersebut dari jalan, agar tidak membahayakan orang-orang yang lewat, merupakan shadaqah. Namun demikian, ini merupakan shadaqah yang paling rendah pahalanya dibanding berbagai hal yang telah disebutkan di muka. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi, “Iman mempunyai lebih dari tujuh puluh bagian. Yang paling tinggi adalah Syahadat [kesaksian] bahwa tiada Tuhan selain Allah, sedangkan yang paling rendah adalah membuang sesuatu yang membahayakan dari jalan.”
Karena itulah, ada kalangan yang menyarankan agar mengucapkan kalimat tauhid ketika membuang sesuatu yang membahayakan dari jalan, sehingga bagian keimanan yang paling tinggi dan paling rendah pun terhimpun. Jika setiap muslim mau melaksanakan ajaran ini; dimana tidak ada seorang muslim yang membuang sampah di sembarang tempat, dan mau menyingkirkan hal-hal yang dapat membahayakan, niscaya negeri Islam akan menjadi tempat paling bersih dan paling indah.
5. Shalat Dluha sebagai rasa syukur atas kesempurnaan anggota tubuh.
Abu Dzar ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Setiap hari tiap-tiap persendian harus diberi shadaqah. Setiap ucapan subhaanallah adalah shadaqah, setiap ucapan alhamdulillah adalah shadaqah, setiap ucapan laa ilaaHa illallaaH adalah shadaqah, setiap ucapan AllaHu akbar adalah shadaqah, setiap amar ma’ruf nahi munkar adalah shadaqah. Dan semua itu, bisa dipenuhi dengan dua rakaat shalat dluha.” (HR Muslim)
Shalat dluha paling sedikit dilakukan dua rakaat dan yang paling banyak delapan rakaat, dalam setiap dua rakaat disunahkan untuk melakukan salam. Sedangkan waktunya dimulai ketika matahari sudah mulai naik kira-kira satu tombak hingga datang waktu dhuhur. Shalat Dhuha merupakan karunia yang sangat besar. Ia disyariatkan bukan untuk menutupi kekurangan ibadah lainnya sebagaimana shalat-shalat sunah lainnya. Karena jika ungkapan rasa syukur harus dilakukan seorang muslim setiap hari, maka sebaik-baik ibadah bagi muslim yang menjadikannya senantiasa sadar akan kewajiban bersyukur, setiap matahari terbit, adalah shalat dluha.
6. Memuji Allah atas nikmat yang telah diberikan adalah tanda syukur.
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang pada pagi hari mengucap, ‘Yaa Allah, tidaklah satu nikmatpun yang saya miliki atau dimiliki seseorang dari makhluk-Mu, melainkan hanya dari-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. Hanya untuk-Mu lah pujian dan rasa syukur.” Maka ia benar-benar telah melakukann kewajiban bersyukur untuk siang hari. Dan barangsiapa mengucapkannya di kala petang, maka ia benar-benar telah melakukan kewajiban bersyukur untuk malam hari.” (HR Abu Dawud dan Nasa-i)
Dalam hadits lain disebutkan, “Tidaklah Allah memberikan nikmat pada seorang hamba, lalu ia mengucapkan alhamdulillah, kecuali apa yang diberikan lebih baik daripada apa yang diambil.” (HR Ibnu Majah)
Dari hadits ini sebagian ulama mengambil kesimpulan bahwa ucapan alhamdulillah adalah nikmat yang paling utama. Karena yang dimaksud dengan nikmat dalam hadits di atas adalah nikmat duniawi, seperti kesehatan dan rizky. Sedangkan lafadz alhamdulillah termasuk nikmat keimanan. Kedua-duanya adalah nikmat dari Allah. Akan tetapi, nikmat yang berupa bimbingan Allah kepada hamba-Nya untuk bersyukur tentu lebih utama. Karena nikmat duniawi yang tidak disertai raya syukur adalah bencana.
7. Ikhlas.
Ikhlas hanya kepada Allah dalam melakukan amalan-amalan kebaikan yang disebutkan dalam hadits di atas dan berbagai amalan kebaikan yang lain adalah syarat diterimanya sebuah amalan.
Firman Allah: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh [manusia] memberi shadaqah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara sesama manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari ridla Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (an-Nisaa’: 114)
Saat itu Rasulullah menyebutkan beberapa kebaikan, seperti shadaqah, ucapan yang baik, menolong orang yang lemah dan tidak menyakiti orang lain. Setelah itu beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di genggaman-Nya, tidaklah seseorang melakukan salah satu darinya, dengan menginginkan pahala dari sisi Allah, kecuali pada hari kiamat ia dibimbing dan dimasukkan ke dalam surga.” (HR Ibnu Hibban)
Disebutkan bahwa Hasan al-Basri dan Ibnu Sirin mengatakan, “Bahwa perbuatan baik akan mendapatkan pahala, meskipun tidak disertai dengan niat.”
Ketika ditanya tentang orang yang memberi karena rasa malu, apakah ia mendapatkan pahala? Hasan al-Basri menjawab: “Memberi adalah perbuatan baik. Dan perbuatan baik pasti diberi pahala.”
Ketika ditanya tentang orang yang ikut jenazah ke pamakaman, karena rasa malu kepada keluarga orang yang meninggal, apakah ia mendapat pahala? Ibnu Sirin menjawab: “Ia mendapat satu pahala. Bahkan ia mendapatkan dua pahala: pahala mendoakan orang yang meninggal dan pahala menjaga hubungan silaturahim dengan keluarga si mayit.” (Jami’ul Ulum Wal Hikam, hal 217-218)
8. Hadits di atas tidak bermaksud membatasi jenis shadaqah.
Penyebutkan beberapa macam shadaqah dalam hadits di atas bukanlah pembatasan terhadap macam-macam shadaqah. Namun sifatnya hanya penegasan. Dengan demikian masuk dalam kategori shadaqah adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.
Rasulullah saw. bersabda:
– “Dalam setiap hati yang hidup, terdapat pahala”
– “Sesungguhnya Allah mengharuskan perbuatan ihsan dalam segala hal.”
– “Semua makhluk adalah tanggungan Allah. Sedangkan orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling sayang kepada orang-orang yang berada dalam tanggungannya.”
9. Hadits di atas menjelaskan bahwa Allah telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempurnaan anggota badan kepada manusia. Karena itu manusia diharuskan mensyukuri setiap anggota tubuhnya. Bentuk dari rasa syukur tersebut sangat beragam. Namun demikian, bisa dikategorikan ke dalam dua hal:
a. Syukur yang bermanfaat bagi orang lain, misalnya: perbuatan baik, menyebarluaskan kebaikan, membantu orang yang berada dalam bahaya, perlakuan yang baik, dan lain sebagainya.
b. Syukur yang dampaknya hanya terbatas bagi orang yang melaksanakan. Sebagai contoh: ucapan tahmid, tasbih, takbir, tahlil, istighfar, shalawat nabi, membaca al-Qur’an, melangkah menuju masjid, duduk di masjid untuk menanti shalat dan lain sebagainya.


EmoticonEmoticon