Abu Malik al-Harits al-Asy’ari ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Bersuci itu bagian dari iman, ucapan AlhamdulillaH memperberat timbangan [kebaikan], ucapan SubhaanallaaH dan ucapan AlhamdulillaaH memenuhi ruangan antara langit dan bumi, shalat adalah nur [cahaya], shadaqah adalah burhan [bukti nyata], sabar adalah pelita dan al-Qur’an adalah [hujjah] argumen yang membela atau menuntutmu. Semua orang berusaha. Ia pertaruhkan dirinya. Ada yang untung dan ada yang merugi.” (HR Muslim)
KANDUNGAN HADITS
1. Hikmah yang sangat berharga.
Sering kali Rasulullah saw. menasehati para shahabat dengan lafadz yang singkat namun jelas. Mencakup semua kebaikan dan peringatan dari semua kejahatan. Tidak ada kerancuan pada lafadz dan maknanya.
Hadits yang kita bahas saat ini, mencakup berbagai pengarahan yang mengagumkan dan hikmah yang sangat berharga. Ia adalah nasehat yang datang dari orang yang perkataannya tidak bersumber dari hawa nafsu, tapi dari wahyu yang diturunkan kepadanya.
Sering kali Rasulullah saw. menasehati para shahabat dengan lafadz yang singkat namun jelas. Mencakup semua kebaikan dan peringatan dari semua kejahatan. Tidak ada kerancuan pada lafadz dan maknanya.
Hadits yang kita bahas saat ini, mencakup berbagai pengarahan yang mengagumkan dan hikmah yang sangat berharga. Ia adalah nasehat yang datang dari orang yang perkataannya tidak bersumber dari hawa nafsu, tapi dari wahyu yang diturunkan kepadanya.
2. Thaharah dan pahalanya.
Thaharah merupakan syarat sahnya ibadah dan perlambang kecintaan kepada Allah swt. Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa Thaharah yang dilakukan orang-orang mukmin, terhadap badan dan pakaiannya adalah refleksi dari keimanannya. Karena pelaksanaan thaharah merupakan perwujudan dari ketundukannya terhadap perintah Allah, “Hai manusia, sembahlah Rabbmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 21)
Thaharah merupakan syarat sahnya ibadah dan perlambang kecintaan kepada Allah swt. Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa Thaharah yang dilakukan orang-orang mukmin, terhadap badan dan pakaiannya adalah refleksi dari keimanannya. Karena pelaksanaan thaharah merupakan perwujudan dari ketundukannya terhadap perintah Allah, “Hai manusia, sembahlah Rabbmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 21)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (al-Maa-idah: 6)
“Dan pakaianmu bersihkanlah.” (al-Muddatstsir: 4)
Ini semua dilakukan agar ketika menghadap Allah dalam keadaan bersih dan penampilan yang baik, hingga layak untuk mendapat kecintaan Allah swt.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (al-Baqarah: 222)
Ini semua dilakukan agar ketika menghadap Allah dalam keadaan bersih dan penampilan yang baik, hingga layak untuk mendapat kecintaan Allah swt.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (al-Baqarah: 222)
a. Thaharah setengah dari iman.
Rasulullah telah menjelaskan, bahwa pahala bagi orang yang bersuci, berwudlu dan lain sebagainya akan menjadi berlipat ganda di sisi Allah, hingga mencapai setengah dari pahala keimanan. Karena iman menghapus dosa-dosa besar dan kecil yang telah lalu. Sedangkan thaharah, khususnya wudlu, menghapus dosa-dosa kecil yang telah lalu. Dengan demikian, seolah-olah setengah dari keimanan.
Rasulullah telah menjelaskan, bahwa pahala bagi orang yang bersuci, berwudlu dan lain sebagainya akan menjadi berlipat ganda di sisi Allah, hingga mencapai setengah dari pahala keimanan. Karena iman menghapus dosa-dosa besar dan kecil yang telah lalu. Sedangkan thaharah, khususnya wudlu, menghapus dosa-dosa kecil yang telah lalu. Dengan demikian, seolah-olah setengah dari keimanan.
Utsman ra. berkata, bahwa Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa yang berwudlu dan menyempurnakan wudlunya, maka dosa-dosanya akan keluar dari badannya, sampai-sampai keluar dari bawah kuku-kukunya. (HR Muslim)
Di samping itu, iman merupakan pembersih jiwa dari debu-debu maknawi, semisal syirik, nicak, dann lain sebagainya. Sedangkan thaharah merupakan pembersih badan dari kotoran-kotoran yang nyata. Karena itulah, thaharah khususnya wudlu akan menjadi tanda bagi umat Muhammad saw. pada hari kiamat. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat dengan penuh cahaya, karena bekas wudlu. Barangsiapa yang bisa melebihkan cahayanya maka lakukanlah.” (Muttafaq ‘alaiHi)
b. Thaharah setengah dari shalat
Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan iman dalam hadits di atas adalah shalat. Pendapat ini didasari oleh firman Allah, “Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu [shalatmu ke Baitul Maqdis].” (al-Baqarah: 143)
Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan iman dalam hadits di atas adalah shalat. Pendapat ini didasari oleh firman Allah, “Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu [shalatmu ke Baitul Maqdis].” (al-Baqarah: 143)
Mereka mengatakan, “Karena thaharah merupakan syarat sahnya shalat, sedangnya syarat suatu perbuatan seakan setengah dari perbuatan tersebut.”
c. Wudlu merupakan kunci surga
Di dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa penyebab masuknya orang-orang kafir ke neraka adalah karena mereka tidak melakukan shalat. Allah berfirman: “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar [neraka]? mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” (al-Muddatstsir: 43)
Di dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa penyebab masuknya orang-orang kafir ke neraka adalah karena mereka tidak melakukan shalat. Allah berfirman: “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar [neraka]? mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” (al-Muddatstsir: 43)
Dengan demikian, shalat merupakan penyelamat dari neraka dan jalan menuju surga. Sedangkan thaharah adalah kunci dari shalat. Maka secara tidak langsung wudlu adalah kunci surga.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang muslim berwudlu dan menyempurnakan wudlunya. Kemudian ia bangkit dan shalat dua rakaat dengan penuh kekhusyuan, melainkan wajib baginya [masuk] surga.” (HR Muslim)
Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang muslim berwudlu dan menyempurnakan wudlunya. Kemudian ia bangkit dan shalat dua rakaat dengan penuh kekhusyuan, melainkan wajib baginya [masuk] surga.” (HR Muslim)
“Tidaklah seorang berwudlu dan menyempurnakan wudlunya. Kemudian mengucapkan, “AsyHadu allaa ilaaHa illallaaH wa asyHadu anna Muhammadar rasuulullaaH [Saya bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah]” melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu surga dan ia bisa masuk dari pintu mana yang ia suka.” (HR Muslim)
d. Wudlu merupakan cerminan dari keimanan
Ini dikarenakan tidak ada seorang pun yang senantiasa menjaga wudlu kecuali orang mukmin. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan ada yang menjaga wudlu, selain orang beriman.” (HR Abu Dawud, Hakim, dan Ibnu Majah). Karena wudlu adalah sesuatu yang lebih dominan sisi bathinnya. Wajar jika yang selalu menjaga wudlu akan lebih dahulu masuk surga.
Ini dikarenakan tidak ada seorang pun yang senantiasa menjaga wudlu kecuali orang mukmin. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan ada yang menjaga wudlu, selain orang beriman.” (HR Abu Dawud, Hakim, dan Ibnu Majah). Karena wudlu adalah sesuatu yang lebih dominan sisi bathinnya. Wajar jika yang selalu menjaga wudlu akan lebih dahulu masuk surga.
Suatu saat Rasulullah saw. memanggil Bilal lalu bertanya, “Wahai Bilal, dengan amalan apa engkau mendahuluiku masuk surga? Semalam aku masuk surga, aku mendengar bunyi alas kakimu di depanku.” Bilal ra. menjawab, “Ya Rasulallah, tidaklah saya mendengar adzan melainkan saya shalat dua rakaat, dan tidaklah saya batal [hadats] melainkan saya berwudlu.” Rasulullah saw. lalu berkata, “Berarti, karena itu.” (HR Ibnu Khuzaimah)
e. Thaharah adalah amanah
Rasulullah saw. bersabda, “Shalat lima waktu, Jum’at hingga Jum’at berikutnya dan menunaikan amanah merupakan kafarat [penghapus dosa] di antara amalan-amalan tersebut. Kemudian ditanyakan, “Apa yang dimaksud dengan menunaikan amanah?” rasulullah menjawab, “Mandi junub, karena di bawah setiap rambut adalah janabat yang harus dibersihkan.” (HR Ibnu Majah).
Rasulullah saw. bersabda, “Shalat lima waktu, Jum’at hingga Jum’at berikutnya dan menunaikan amanah merupakan kafarat [penghapus dosa] di antara amalan-amalan tersebut. Kemudian ditanyakan, “Apa yang dimaksud dengan menunaikan amanah?” rasulullah menjawab, “Mandi junub, karena di bawah setiap rambut adalah janabat yang harus dibersihkan.” (HR Ibnu Majah).
Mandi junub adalah masalah batin yang dilaksanakan pada badan. Tidak ada yang mengetahui hakekatnya kecuali Allah swt. kotoran tersebut tidak akan hilang kecuali dengan usaha dan niat yang dilakukan orang yang bersangkutan, sedangkan niatnya adalah khafsy [tidak tampak]. Karena itu, menghilangkan kotoran dengan thaharah merupakan termasuk menunaikan amanah.
Dalam riwayat Abu Darda’ ra. disebutkan, “Allah tidak mempercayai anak Adam dalam urusan agama, selain mandi junub.”
f. Membersihkan hati
Thaharah tidak akan ada gunanya jika hanya sebatas mensucikan anggota badan dan tidak diiringi dengan thaharah batin. Karena itu, membersihkan badan bagi seorang muslim harus iiringi dengan membersihkan hati, meluruskan niat dan tujuan, serta konsisten dalam setiap perbuatan. Bahkan Imam Ghazali telah menafsirkan kata thuhur dalam hadits di atas, dengan “bersihnya hati dari segala dendam, dengki dan penyakit-penyakit hati lainnya,” karena iman akan sempurna dengan hal-hal tersebut. Beliau juga menafsirkan thaharah dengan meninggalkan maksiat dan dosa.
Thaharah tidak akan ada gunanya jika hanya sebatas mensucikan anggota badan dan tidak diiringi dengan thaharah batin. Karena itu, membersihkan badan bagi seorang muslim harus iiringi dengan membersihkan hati, meluruskan niat dan tujuan, serta konsisten dalam setiap perbuatan. Bahkan Imam Ghazali telah menafsirkan kata thuhur dalam hadits di atas, dengan “bersihnya hati dari segala dendam, dengki dan penyakit-penyakit hati lainnya,” karena iman akan sempurna dengan hal-hal tersebut. Beliau juga menafsirkan thaharah dengan meninggalkan maksiat dan dosa.
Allah swt. berfirman, menceritakan perkataan kaum nabi Luth as. tentang Nabi Luth as. dan pengikutnya yang tidak mau berbuat zina, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang mensucikan diri.” (al-A’raaf: 82)
3. Dzikrullah.
Bentuk pengungkapan rasa syukur kepada Allah adalah dengan banyak berdzikir kepada-Nya, apalagi dengan lafadz yang telah disebutkan Nabi saw. dalam berbagai haditsnya. Dzikir tersebut akan memenuhi amal kebaikan pada hari kiamat, hingga amalan kebaikan lebih berat daripada keburukan yang telah dilakukan. Dengan begitu ia menjadi orang yang selamat dan dekat dengan Allah swt.
Bentuk pengungkapan rasa syukur kepada Allah adalah dengan banyak berdzikir kepada-Nya, apalagi dengan lafadz yang telah disebutkan Nabi saw. dalam berbagai haditsnya. Dzikir tersebut akan memenuhi amal kebaikan pada hari kiamat, hingga amalan kebaikan lebih berat daripada keburukan yang telah dilakukan. Dengan begitu ia menjadi orang yang selamat dan dekat dengan Allah swt.
Apalagi jika ia selalu memuji Allah, juga mensucikan, mengagungkan, meninggikan, dan mengesakan-Nya. “Alhamdulillah memenuhi timbangan. SubhaanallaaH dan alhamdulillah memenuhi apa yang ada di langit dan di bumi.” Dalam riwayat Muslim lainya disebutkan, “Tasbih dan takbir memenuhi langit dan bumi.” Dalam riwayat Tirmidzi, “Tidak ada penghalang antara Laa ilaaHa illallaaH dengan Allah, hingga sampai kepada-Nya.” banyak hadits yang menyebutkan keutamaan keempat kalimat tersebut, di antaranya:
Abu Sa’id ra. dan Abu Hurairah ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah swt. memilih empat kalimat: SubhaanallaaH, alhamdulillaaH, laa ilaaHa illallaaH dan AllaaHu akbar. Barangsiapa mengucapkan subhaanallaaH, maka akan dicatat baginya dua puluh kebaikan, akan dihapus darinya dua puluh kejelekan. Siapa yang mengucapkan AllaaHu akbar maka akan mendapatkan hal yang sama, siapa yang mengucapkan laa ilaaHa illallaaH akan mendapat hal yang sama, barangsiapa yang mengucapkan alhamdulillah akan mendapat hal yang sama dan barangsiapa mengucapkan alhamdulillaaHi rabbil ‘aalamiin maka akan dicatat baginya tiga puluh kebaikan dan dihapuskan darinya tiga puluh kejelekan.” (HR Ahmad)
Barangsiapa yang mengucapkan kalimat-kalimat di atas, dengan meyakini sepenuhnya apa yang diucapkan dan merenungi makna yang terkandung di dalamnya, maka akan mendapatkan pahala yang besar. Andai diukur, tentulah akan memenuhi antara langit dan bumi. Bahkan seakan ia memiliki anak tangga untuk bisa sampai pada derajat yang paling tinggi.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah hamba mengucapkan Laa ilaaHa illallaaH dengan penuh keikhlasan, kecuali akan dibukakan baginya pintu langit sehingga ia bisa sampai ke ‘Arsy. Selama ia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR Tirmidzi)
Orang yang bisa mencapai ‘Arsy adalah orang yang bisa mencapai derajat paling tinggi.
Orang yang bisa mencapai ‘Arsy adalah orang yang bisa mencapai derajat paling tinggi.
Para ulama berkata, “Keempat kalimat tersebut adalah amalan-amalan yang kekal dan shalih. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shahih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (al-Kahfi: 46)
Karena pahalanya akan tetap kekal dan berkembang di sisi Allah. Dengan begitu, jelas lebih baik bila dibandingkan dengan harta, keluarga dan anak-anak.
Karena pahalanya akan tetap kekal dan berkembang di sisi Allah. Dengan begitu, jelas lebih baik bila dibandingkan dengan harta, keluarga dan anak-anak.
Berdzikir harus dilakukan dengan khusyu’ dan penuh penghayatan, agar memberikan pengaruh positif kepada orang yang melakukannya. Sehingga hati menjadi tenang, dan akhlak menjadi baik. Firman Allah yang artinya: “[yaitu] orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram.” (ar-Ra’du: 28)
Seorang mukmin sangat membutuhkan ketenangan hati dan ketenteraman jiwa. Karena itu ia perlu memperbanyak dzikir kepada Allah agar senantiasa berhubungan dengan Allah, bersandar kepada-Nya, memohon pertolongan, dan ampunan-Nya. orang seperti ini akan selalu dalam ingatan Allah, sehingga ia selalu dilimpahi karunia dan rahmat-Nya, dan selalu dalam petunjuk dan bimbingan-Nya.
Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah [dengan menyebut nama] Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya [memohonkan ampunan untukmu], supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya [yang terang]. Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (al-Ahzab: 41-43)
4. Shalat adalah cahaya
Shalat fardlu adalah kewajiban dan rukun pokok dari rukun-rukun Islam. Sebagaimana disebutkan Rasulullah saw. bahwa shalat adalah cahaya yang bisa menuntun pelakunya kepada jalan kebenaran dan mencegahnya dari kemaksiatan. Allah berfirman yang artinya, “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari [perbuatan-perbuatan] keji dan munkar.” (al-Ankabuut: 45)
Shalat fardlu adalah kewajiban dan rukun pokok dari rukun-rukun Islam. Sebagaimana disebutkan Rasulullah saw. bahwa shalat adalah cahaya yang bisa menuntun pelakunya kepada jalan kebenaran dan mencegahnya dari kemaksiatan. Allah berfirman yang artinya, “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari [perbuatan-perbuatan] keji dan munkar.” (al-Ankabuut: 45)
Yang dimaksud dengan cahaya di sini adalah cahaya secara batin, yang menerangi jalan hidayah dan kebenaran. Sebagaimana cahaya dhahir yang menerangi jalan yang lurus. Shalat juga akan mempertebal kejiwaan seorang muslim. Sedangkan di akhirat, shalat akan menjelma menjadi cahaya di wajah orang yang melakukan. Allah berfirman, “Sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (at-Tahrim: 8)
Seorang mukmin yang berlaku baik di hadapan Allah, berdiri di hadapan-Nya dengan penuh kekhusyukan, lima kali sehari, maka perlakuannya dengan sesama manusia juga akan baik. Ia akan tampak berbeda dengan akhlak dan ketakwaannya. Allah juga akan memberikan cahaya di mukanya sebagaimana telah memberikan cahaya di hatinya. Allah berfirman, “Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (al-Fath: 29)
Thabrani meriwayatkan dari Ubadah bin shamit ra. secara marfu’, “Jika seorang hamba menjaga shalatnya, menyempurnakan wudlu, ruku’, sujud, dan bacaannya, maka shalat akan berkata kepadanya, “Semoga Allah menjagamu sebagaimana kamu menjagaku.” Dia naik dengannya ke langit dengan dipenuhi cahaya, hingga sampai kepada Allah swt, dan shalat memberi syafaat kepadanya.”
Cahaya shalat berjamaah.
Jika seseorang senantiasa melaksanakan shalat berjamaah, maka ia akan memiliki cahaya di atas cahaya. Jika dilaksanakan berjamaah di masjid maka cahayanya akan semakin sempurna. Tentu ini adalah kemenangan dan keberuntungan. Ia akan masuk surga lebih dulu bersama para muqarrabin [orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah].
Jika seseorang senantiasa melaksanakan shalat berjamaah, maka ia akan memiliki cahaya di atas cahaya. Jika dilaksanakan berjamaah di masjid maka cahayanya akan semakin sempurna. Tentu ini adalah kemenangan dan keberuntungan. Ia akan masuk surga lebih dulu bersama para muqarrabin [orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah].
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang shalat lima waktu dengan berjamaah, akan berjalan di atas shirath secepat kila. Ia akan masuk surga bersama rombongan pertama. pada hari kiamat ia datang dengan muka berseri bagaikana bulan purnama.” (HR Thabrani).
Beliau juga bersabda: “Berilah kabar gembira kepada orang yang berjalan ke masjid dalam kegelapan, bahwa pada hari kiamat ia akan mendapatkan cahaya yang sempurna.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
SHALAT ADALAH KETENANGAN DAN KETENTERAMAN.
Shalat adalah penghubung antara Allah dan hamba-Nya. Karena itu, shalat merupakan ketenangan dan kebahagiaan bagi orang yang bertakwa. Dengan shalat mereka menemukan ketenangan dan kedamaian. Wajar, jika ditimpa musibah ataupun kesulitan mereka segera melakukan shalat. Apa yang mereka lakukan adalah mencontoh teladan mereka, Rasulullah saw. Beliau bersabada, “Dijadikan ketenanganku di dalam shalat.” Dan apabila mendapat suatu kesulitan berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal qamatlah [untuk shalat] agar dengan shalat tersebut kami tenang.” (HR Abu Dawud)
5. Shadaqah merupakan burhan [Bukti]
Burhan adalah sinar yang terpancar dari matahari. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya ruh seorang mukmin akan keluar dari badannya dengan bersinar, seperti sinar matahari.” Argumen yang kuat juga disebut burhan, karena maksudnya sangat jelas. Demikian pula shadaqah, ia adalah burhan bagi kebenaran iman. Kerelaan dalam memberikan shadaqah adalah pertanda adanya keimanan dan pertanda bahwa ia merasakan keimanan.
Burhan adalah sinar yang terpancar dari matahari. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya ruh seorang mukmin akan keluar dari badannya dengan bersinar, seperti sinar matahari.” Argumen yang kuat juga disebut burhan, karena maksudnya sangat jelas. Demikian pula shadaqah, ia adalah burhan bagi kebenaran iman. Kerelaan dalam memberikan shadaqah adalah pertanda adanya keimanan dan pertanda bahwa ia merasakan keimanan.
Rasulullah saw. bersabda: “Tiga hal, barangsiapa yang melakukannya, maka sungguh ia telah merasakan keimanan: menyembah hanya kepada Allah, [pengakuan] tidak ada Tuhan selain Allah, dan membayar zakat dengan penuh kerelaan, sebagai bantuan setiap tahun.” (HR Abu Dawud)
Ini tidak lain karena manusia sangat senang pada harta, bahkan cenderung bakhil. Jika ia rela mengeluarkan harta untuk Allah swt, maka hal itu menunjukkan kebenaran imannya.
THAHARAH DAN KEBENARAN IMAN
Seorang muslim yang bersih dari debu-debu materi, mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah melalui ucapan dan dengan menunaikan hak-hak Allah swt. niscaya ia bersih dari kotoran-kotoran bathin. Di antara kotoran-kotoran tersebut adalah sikap kikir dan bakhil. Seorang Muslim adalah orang yang dermawan dan pemurah. Karena kebakhilan dan keimanan tidak akan menyatu di dalam satu hati.
Allah berfirman, “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (al-Hasyr: 9)
Karena itu infak atau shadaqah yang dikeluarkan untuk membantu para fakir miskin dengan kerelaan dan hanya mengharap keridlaan Allah, baik yang sifatnya wajib maupun sunnah, merupakan bukti nyata kebenaran iman. Mereka inilah yang akan bergabung bersama orang-orang mukmin yang beruntung. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, [yaitu] orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari [perbuatan dan perkataan] yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat.” (al-Mukminuun: 4)
Karena itu infak atau shadaqah yang dikeluarkan untuk membantu para fakir miskin dengan kerelaan dan hanya mengharap keridlaan Allah, baik yang sifatnya wajib maupun sunnah, merupakan bukti nyata kebenaran iman. Mereka inilah yang akan bergabung bersama orang-orang mukmin yang beruntung. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, [yaitu] orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari [perbuatan dan perkataan] yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat.” (al-Mukminuun: 4)
6. Sabar adalah Dhiya’ (sinar)
Dhiya’ adalah cahaya yang bersumber dari sesuatu yang padas dan terbakar, misalnya sinar matahari. Berbeda dengan bulan, ia hanyalah cahaya yang tidak panas kesabaran adalah dhiya’ karena sangat berat untuk diwauujudkan. Bersabar membutuhkan kungguhan jiwa untuk tidak menuruti hawa nafsu.
Dhiya’ adalah cahaya yang bersumber dari sesuatu yang padas dan terbakar, misalnya sinar matahari. Berbeda dengan bulan, ia hanyalah cahaya yang tidak panas kesabaran adalah dhiya’ karena sangat berat untuk diwauujudkan. Bersabar membutuhkan kungguhan jiwa untuk tidak menuruti hawa nafsu.
KESABARAN MERUPAKAN JALAN MENUJU KEMENANGAN
Seorang muslim senantiasa berada dalam kebenaran, selama ia mampu menjaga kesabarannya. Karena dalam kehidupan manusia senantiasa dihadapkan pada berbagai kekerasan dan bencana. Semua itu memerlukan ketegaran dan kekuatan. Jika tidak maka manusia akan tersesat arus dan kemudian lenyap.
Dalam kehidupannya, seorang muslim banyak memerlukan kesabaran. Ketaatan memerlukan kesabaran. Meninggalkan maksiat memerlukan kesabaran. Menghadapi berbagai musibah memerlukan kesabaran. Karenanya kesabaran adalah kekuatan yang tidak ada bandingnya, cahaya yang senantiasa menyinari pemiliknya [orang yang sabar]. Dan terus menerus menuntun kepada al-haq dan kebenaran. Wajar, jika seorang muslim yang sabar berhak mendapatkan pujian Allah swt. dan tambahan pahala.
Firman Allah, “Sesungguhnya Kami dapati dia [Ayyub] seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat [kepada rabbnya].” (Shaad: 44)
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, [yaitu] orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Innaa lilllaaHi wa innaa ilaiHi raaji’uun.” (al-Baqarah: 155-156)
7. Al-Qur’an merupakan hujjah.
Pedoman seorang muslim adalah al-Qur’an. Ia mengambil petunjuk darinya, menjalankan perintah yang ada di dalamnya, menjauhi larangan yang ada, dan berakhlak dengan akhlaknya. Barangsiapa yang melakukan hal tersebut, maka ia benar-benar bisa mengambil manfaat ketika membacanya. Dengan begitu, al-Qur’an akan membimbingnya agar selamat di dunia dan sebagai pembela yang akan membelanya pada hari kiamat.
Pedoman seorang muslim adalah al-Qur’an. Ia mengambil petunjuk darinya, menjalankan perintah yang ada di dalamnya, menjauhi larangan yang ada, dan berakhlak dengan akhlaknya. Barangsiapa yang melakukan hal tersebut, maka ia benar-benar bisa mengambil manfaat ketika membacanya. Dengan begitu, al-Qur’an akan membimbingnya agar selamat di dunia dan sebagai pembela yang akan membelanya pada hari kiamat.
Dan barangsiapa yang menyimpang dari jalan yang benar dan menyimpang dari nilai-nilai al-Qur’an. Maka Al-Qur’an akan menjadi musuhnya pada hari kiamat. Semakin seseorang banyak membaca al-Qur’an dan tidak mengamalkannya, maka hal itu akan semakin menambah dosa, karena al-Qur’an akan menjadi saksi bahwa orang tersebut menyimpang dari jalan yang benar.
Firman Allah: “Sesungguhnya al-Qur’an itu memberikan petunjuk kepada [jalan] yang lurus..” (al-Isra’: 9)
Rasulullah bersabda, “Aku tinggalkan kepada kalian satu perkara. Jika kalian berpegang teguh kepadanya niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya. Perkara tersebut adalah Kitabullah.” (HR Muslim).
Beliau juga bersabda, “Bacalah al-Qur’an, karena al-Qur’an akan datang dan memberi syafaat pada hari kiamat.”
Rasulullah bersabda, “Aku tinggalkan kepada kalian satu perkara. Jika kalian berpegang teguh kepadanya niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya. Perkara tersebut adalah Kitabullah.” (HR Muslim).
Beliau juga bersabda, “Bacalah al-Qur’an, karena al-Qur’an akan datang dan memberi syafaat pada hari kiamat.”
Al-Qur’an adalah obat bagi orang-orang mukmin dan racun bagi orang-orang kafir dan munafik.
Dalam al-Qur’an, orang-orang mukmin akan menemukan obat dari berbagai jenis penyakit, baik fisik maupun kejiwaan. Setiap kali membaca dan mentadabburinya, ia akan mendapatkan ketenangan dan ketenteraman. Sedangkan selain orang mukmin, jika mendengar al-Qur’an akan merasa merinding dan dirundung kesedihan. Ia menyangka bahwa musibah telah menimpa dirinya.
Dalam al-Qur’an, orang-orang mukmin akan menemukan obat dari berbagai jenis penyakit, baik fisik maupun kejiwaan. Setiap kali membaca dan mentadabburinya, ia akan mendapatkan ketenangan dan ketenteraman. Sedangkan selain orang mukmin, jika mendengar al-Qur’an akan merasa merinding dan dirundung kesedihan. Ia menyangka bahwa musibah telah menimpa dirinya.
Firman Allah: “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dhalim selain kerugian.” (al-Isra’: 82)
Berkenaan dengan ayat ini, sebagian Shalafush Shalih berkata, “Tidak ada seorang pun yang sedang duduk dan dibacakan al-Qur’an kepadanya, lalu ia berdiri, yang tidak mendapatkan perubahan. Hanya ada dua kemungkinan bagi orang tersebut, beruntung atau merugi.”
Jalan menuju surga.
Nabi Muhammad saw. menutup nasehatnya dengan penjelasan tentang macam-macam manusia. Meskipun dalam kehidupannya, manusia selalu mengalami pagi, petang, malam dan siang, namun mereka tidak dalam satu kondisi. Ada yang di antara mere menghabiskan waktu malam atau siangnya untuk mentaati Allah swt. dan mencari keridlaan-Nya. mereka senantiasa jujur, baik kepada Allah maupun kepada manusia. Dengan demikian mereka telah menyelamatkan diri mereka sendiri dari kehancuran dan siksa. Ia benar-benar menjadi manusia yang bebas merenung, berfikir dan berkehendak. Ia tidak akan menerima apapun untuk dirinya kecuali surga dan kenikmatan yang kekal abadi.
Nabi Muhammad saw. menutup nasehatnya dengan penjelasan tentang macam-macam manusia. Meskipun dalam kehidupannya, manusia selalu mengalami pagi, petang, malam dan siang, namun mereka tidak dalam satu kondisi. Ada yang di antara mere menghabiskan waktu malam atau siangnya untuk mentaati Allah swt. dan mencari keridlaan-Nya. mereka senantiasa jujur, baik kepada Allah maupun kepada manusia. Dengan demikian mereka telah menyelamatkan diri mereka sendiri dari kehancuran dan siksa. Ia benar-benar menjadi manusia yang bebas merenung, berfikir dan berkehendak. Ia tidak akan menerima apapun untuk dirinya kecuali surga dan kenikmatan yang kekal abadi.
Ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk bermaksiat dan melanggar perintah Allah dalam semua sisi kehidupannya, baik umum maupun pribadi. Dengan begitu ia benar-benar telah menghancurkan dirinya sendiri. Ia mendapatkan penderitaan di dunia dan siksa yang abadi di akhirat. Karena ia telah menjadi budak syahwat, hawa nafsu dan setan yang menggoda dan menyeretnya ke dalam kesesatan.
Dia realita inilah yang diisyaratkan oleh Nabi saw. “Setiap manusia pergi menjual dirinya. Apakah ia akan membebaskan dirinya ataupun menghancukannya.”
Barangsiapa yang berusaha mentaati Allah, maka ia telah menjual dirinya untuk Allah dan membebaskan dirinya dari siksaan. Namun barangsiapa yang melakukan maksiat, mak ia telah menjual dirinya kepada sebuah kehinaan dan mencampakkan dirinya dalam lembah perbuatan dosa dan mencampakkan dirinya dalam lembah perbuatan dosa yang mengundang murka dan siksa Allah swt.
Firman Allah: “Dan jiwa serta penyempurnaannya [ciptaannya]. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu [jalan] kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams: 7-10)
Dengan kata lain, orang yang mensucikan dirinya dengan senantiasa mentaati Allah akan beruntung, sedangkan orang yang senantiasa melakukan maksiat akan merugi.
Jika demikian, ketaatan merupakan penyuci jiwa dan akan membawanya kepada tingkatan yang lebih tinggi. Sedangkan kemaksiatan hanyalah memperdaya dan mengekang jiwa.
Jika demikian, ketaatan merupakan penyuci jiwa dan akan membawanya kepada tingkatan yang lebih tinggi. Sedangkan kemaksiatan hanyalah memperdaya dan mengekang jiwa.
Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (az-Zumar: 15)
Kesaksian yang Bisa menyelamatkan dari Neraka
Untuk membebaskan dirinya dari neraka, seorang muslim senantiasa memperkokoh keimanannya dan menguatkan keyakinannya dengan dzikir kepada Allah swt.
Untuk membebaskan dirinya dari neraka, seorang muslim senantiasa memperkokoh keimanannya dan menguatkan keyakinannya dengan dzikir kepada Allah swt.
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa di pagi hari atau sore hari mengucapkan: “Ya Allah, sesungguhnya aku memulai pagi hari dengan bersaksi kepada-Mu dan semua makhluk-Mu, bahwa Engkau adalah tiada Tuhan selain Engkau, hanya Engkau satu-satunya, tiada sekutu bagi-Mu. Dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Mu.”
Niscaya Allah akan membebaskan seperempatnya dari neraka. barangsiapa yang mengucapkannya dua kali, maka Allah akan membebaskan setengahnya dari neraka.” (HR Abu Dawud)
Niscaya Allah akan membebaskan seperempatnya dari neraka. barangsiapa yang mengucapkannya dua kali, maka Allah akan membebaskan setengahnya dari neraka.” (HR Abu Dawud)
Karena kesaksian ini akan membangkitkan rasa taku kepada Allah, hingga mendorongnya untuk senantiasa mentaati Allah dan menjauhi kemaksiatan. Hal ini akan menjadikannya jauh dari neraka dan dekat kepada keridlaan Allah swt.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang berkata di pagi hari, “SubhaanallaaHi wa bihamdiHi” seribu kali, maka telah menjual dirinya kepada Allah. Dan itulah hari terakhir dia membebaskan dirinya dari neraka.”
Tidak ada jual beli kecuali hanya untuk Allah.
Seorang mukmin adalah manusia yang penuh wibawa dan kemuliaan. Ia tidak rela menjual dirinya kecuali hanya kepada Allah swt. Karena tak ada satu pun makhluk yang bisa membeli dirinya dengan harga yang sesuai. Terlebih memang telah terjadi transaksi sejak zaman azali antara orang mukmin dan penciptanya. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.” (at-Taubah: 111) karenanya, mereka senantiasa berusaha untuk mendapatkan keridlaan Allah, menolak semua hal yang menyebabkan kemarahan Allah, agar mendapatkan bayaran secara utuh. Ia tidak terpedaya oleh dunia ataupun tertipu oleh harta. Bahkan langkahnya tidak akan surut oleh ancaman atau rasa takut terhadap kematian. Mahabenar Allah, yang telah berfirman: “Dan di antara manusia, ada orang yang menjual [mengorbankan] dirinya karena mencari keridlaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (al-Baqarah: 207)
Seorang mukmin adalah manusia yang penuh wibawa dan kemuliaan. Ia tidak rela menjual dirinya kecuali hanya kepada Allah swt. Karena tak ada satu pun makhluk yang bisa membeli dirinya dengan harga yang sesuai. Terlebih memang telah terjadi transaksi sejak zaman azali antara orang mukmin dan penciptanya. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.” (at-Taubah: 111) karenanya, mereka senantiasa berusaha untuk mendapatkan keridlaan Allah, menolak semua hal yang menyebabkan kemarahan Allah, agar mendapatkan bayaran secara utuh. Ia tidak terpedaya oleh dunia ataupun tertipu oleh harta. Bahkan langkahnya tidak akan surut oleh ancaman atau rasa takut terhadap kematian. Mahabenar Allah, yang telah berfirman: “Dan di antara manusia, ada orang yang menjual [mengorbankan] dirinya karena mencari keridlaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (al-Baqarah: 207)
“Di antara orang-orang mukmin itu, ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah [janjinya].” (al-Ahzab: 23)
8. Iman adalah keyakinan, ucapan, dan perbuatan. Bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan amalan-amalan shalih. Berkurang dengan kemaksiatan dan dosa.
9. Semua amalan akan ditimbang, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Sebagaimana disebutkan dalam berbagai nash, di antaranya: “Dua kalimat yang dicintai Allah. Keduanya berat timbangannya dan sangat ringan untuk diucapkan, SubhaanallaaHi wa bihamdiHi, subhaanallaaHil ‘adhiim.” (HR Bukhari dan Muslim)
“Sesuatu yang paling berat timbangannya adalah akhlak yang terpuji.”
“Sesuatu yang paling berat timbangannya adalah akhlak yang terpuji.”
10. Anjuran untuk menjaga shalat, tepat pada waktunya, lengkap dengan syarat-syaratnya, dengan memperhatikan rukun, wajib, sunah dan adabnya.
11. Memperbanyak infak untuk kebaikan, bersegera memenuhi kebutuhan orang-orang fakir dan orang-orang senasib dengan keikhasanuntuk Allah semata.
12. Sabar terhadap segala penderitaan, terutama yang menimpaseorang muslim ketika mengemban tugas dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar. Firman Allah: “Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan [oleh Allah].” (Luqman: 17)
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar….” (al-Ahqaaf: 35)
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar….” (al-Ahqaaf: 35)
13. Al-Qur’an adalah dasar hidup bagi setiap muslim. Ia harus dibaca, dipahami dan diimplementasikan dalam tindakan konkret.
14. Seorang muslim senantiasa berusaha mengisi waktunya untuk mentaati Allah swt. Ia hidup hanya untuk Allah, dan tidak menyibukkan diri kecuali hal-hal yang membawa manfaat bagi dunia dan akhiratnya.
EmoticonEmoticon