Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 23-24

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
tulisan arab surat albaqarah ayat 23-24“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir.” (QS. 2:23-24)
Selanjutnya Allah menetapkan kenabian setelah Dia menetapkan bahwasannya tiada Ilah yang hak selain Allah, maka Dia pun berfirman yang ditujukan kepada orang-orang kafir: wa in kuntum fii raibim mimmaa nazzalnaa ‘alaa ‘abdinaa (“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang kami wahyukan kepada hamba Kami.”)
Yang dimaksud adalah Muhammad saw. Artinya, buatlah satu surat yang serupa dengan surat dari kitab yang dibawa oleh Muhammad, jika kalian mengaku bahwa wahyu itu diturunkan dari selain Allah, lalu bandingkanlah surat itu dengan apa yang telah dibawa oleh Muhammad. Dan untuk melakukan itu mintalah bantuan kepada siapa saja yang kalian kehendaki selain Allah maka sesungguhnya kalian tidak akan pernah berhasil melakukannya.
Ibnu Abbas mengatakan, “syuHadaa-akum” berarti para penolong. Sedangkan as-Suddi menceritakan dari Abu Malik, ” syuHadaa-akum ” berarti kaum lain yang mau membantu kalian untuk melakukan hal tersebut. Dan mohonlah bantuan kepada sembahan-sembahan kalian yang engkau anggap dapat memberikan pertolongan.
Dan Mujahid mengatakan, berarti beberapa orang ahli bahasa yang dapat membantu hal itu. Dan mereka ini telah ditantang oleh Allah untuk melakukan hal tersebut pada surat yang lain dalam al-Qur’an: “Katakanlah datangkanlah sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan al-Qur’an), niscaya aku akan mengikutinya, jika kamu sungguh orang-orang yang benar. ” (QS. Al-Qashash: 49).
Demikian juga firman-Nya yang terdapat dalam surat al-Israa’: “Katakanlah: `Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.”‘ (QS. Al-Israa’: 88).
Sedangkan dalam surat Hudd difirmankan-Nya:
“Tidaklah mungkin al-Qur’an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (al-Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Rabb semesta alam. Atau (patutkah) mereka mengatakan: ‘Muhammad membuat-buatnya.’ Katakanlah: `(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. “‘ (QS. Yunus: 37-38).
Semua ayat di atas diturunkan di Makkah. Selain itu, Allah juga menantang orang-orang kafir untuk melakukan hal tersebut di Madinah, dengan firman-Nya: “Dan jika kamu tetap dalam keraguan terhadap al-Qur an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat yang serupa dengannya. ” (QS. Al-Baqarah: 23).
Yaitu yang serupa dengan al-Qur’an. Demikian itulah yang dikemukakan oleh Mujahid dan Qatadah serta menjadi pilihan Ibnu Jarir, ath-Thabari, az-Zamakhasyari, ar-Razi, dan dinukil dari Umar, Ibnu Masud, Ibnu Abbas, Hasan al-Bashri, dan mayoritas para muhaqqiq. Dan hal itu ditarjih (dinilai kuat) dengan beberapa pandangan, yang terbaik di antaranya adalah bahwa Allah swt menantang mereka secara keseluruhan, baik dalam keadaan sendiri-sendiri maupun kelompok, orang-orang yang buta huruf maupun yang ahli kitab. Yang demikian itu merupakan tantangan yang paling tegas dan sempurna daripada sekedar menantang satu per satu dari mereka yang tidak dapat menulis dan belum mendalami ilmu sedikit pun.
Juga dengan menggunakan dalil dari firman-Nya, “Sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya.” (QS. Huud: 13).
Juga firman-Nya, serupa dengan-nya.”Niscaya mereka tidak dapat membuat yang semisal dengannya.” (QS. Al-Israa’: 88).
Oleh karena itu Allah berfirman, wa il lam taf’aluu wa lan taf’aluu; (“Jika kamu tidak dapat membuatnya dan tidak akan pernah dapat melakukannya. “Kata “lan” untuk memberikan ketegasan pada masa yang akan datang. Artinya, sekali-kali kalian tidak akan pernah dapat melakukannya. Dan ini merupakan mukjizat lain, di mana Dia memberikan sebuah berita yang pasti dengan berani tanpa rasa takut maupun kasihan, bahwa al-Qur’an ini tidak akan pernah dapat ditandingi. Kenyataannya dari sejak dulu sampai sekarang, dan sampai kapanpun tidak ada yang dapat menyamai, dan tidak mungkin bagi seseorang dapat melakukan hal itu.
Yang demikian itu karena al-Qur’an merupakan firman Allah, Rabb Pencipta segala sesuatu. Bagaimana mungkin firman Allah sang Pencipta akan sama dengan ucapan makhluk ciptaan-Nya.
Orang yang mencermati dan memperhatikan al-Qur’an dengan seksama, niscaya ia kan menemukan berbagai keunggulan al-Qur’an -yang sulit untuk ditandingi dalam seni sastra baik yang tersurat maupun yang tersirat,- dari sisi lafazh dan juga sisi makna.
Allah swt. berfirman: Alif laam raa . Inilah suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi Allah yang Mahabijaksana lagi Mahatahu. ” (QS. Huud: 1).
Artinya, Dia telah menyusun kata-kata di dalam al-Qur’an secara rapi dan indah dan menerangkan maknanya secara rinci. Dengan demikian, seluruh kata dan maknanya dikemukakan secara fasih, tidak ada yang dapat menyamai dan menandinginya. Di dalamnya Allah memberitakan berbagai berita ghaib yang telah lalu dan terjadi sesuai dengan apa yang diberitakan tersebut, dan Dia juga menyuruh berbuat kebaikan dan melarang berbuat kejahatan, sebagaimana firman Allah Tabaraka wa Ta’ala, “Telah sempurna kalimat Rabbmu (al-Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil.” (QS. Al-An’aam: 115).
Artinya, benar dalam berita yang disampaikan al-Qur’an dan adil dalam hukum-hukum yang dimuatnya. Dengan demikian, semua kandungannya itu adalah benar, adil, dan petunjuk, yang tidak ada sedikit pun darinya kecerobohan, kebohongan, dan juga dibuat-buat, seperti yang terdapat dalam syair-syair Arab dan syair-syair selain mereka yang diwarnai dengan berbagai kecerobohan dan kebohongan, yang tidak akan indah kecuali dengan hal-hal seperti itu.
Sebagaimana diungkapkan dalam syair:
“Sungguh kata yang paling indah adalah yang paling dusta.”
Sedangkan al-Qur’an, seluruh kandungannya benar-benar fasih, berada di puncak keindahan bahasa bagi orang-orang yang memahami hal tersebut secara rinci dan global dari kalangan mereka yang memahami ucapan dan ungkapan bangsa Arab.
Sesungguhnya jika anda mencermati dan merenungkan berita-berita yang disajikan al-Qur’an, niscaya anda akan mendapatkannya benar-benar berada di puncak keindahan, baik penyajian secara panjang lebar maupun singkat, diulang-ulang atau tidak. Setiap kali melakukan pengulangan, maka semakin tinggi dan mempesona keindahannya. Tidak basi dengan banyaknya pengulangan dan tidak membuat para ulama menjadi bosan. Ancaman yang dikemukakan-Nya akan menjadikan gunung-gunung yang tegak berdiri itu berguncang karenanya. Lalu bagaimana dengan hati yang benar-benar memahami hal tersebut.
Dan jika Dia berjanji, Dia mengemukakannya dengan ungkapan yang dapat membuka hati dan pendengaran serta merasa rindu ke darussalam (tempat yang penuh kedamaian, surga) dan berdekatan dengan Arsy ar-Rahman (singgasana Allah), sebagaimana firman-Nya dalam targhib-Nya berikut ini: “Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah: 17).
Dia juga berfirman:
“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diinginkan oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zukhruf: 71).
“Maka apakah kamu merasa aman (dari hukuman Allah) yang menjungkir balikkan sebagian daratan bersamamu.”(QS. Al-Isra’: 68)
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir-balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang. Atau apakab kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku.” (QS. Al-Mulk: 16-17).
Dan dalam teguran-Nya Dia berfirman: “Maka masing-masing (dari mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya.” (QS. Al-Ankabut: 40).
Sedangkan dalam nasihat-Nya, Dia mengatakan:
“Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah diancamkan kepada mereka. Niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang selalu mereka nikmati. ” (QS. Asy-Syuura: 205-207).
Dan masih banyak lagi bentuk kefasihan, balaghah, dan keindahan. Jika ayat-ayat al-Qur’an berkenaan dengan hukum, perintah, dan larangan, maka mencakup perintah-Nya mengerjakan segala yang makruf, baik, bermanfaat, dan yang dicintai dan melarang dari segala yang buruk, hina, dan tercela. Sebagaimana dikemukakan Ibnu Masud dan ulama salaf lainnya, ia mengatakan, “Jika engkau mendengar Allah berfirman di dalam al-Qur’an, “Wahai orang-orang yang beriman,”maka siapkanlah pendengaranmu dengan baik, karena ia mengandung kebaikan yang diperintahkan-Nya atau kejahatan yang dilarang-Nya.”
Oleh karena itu, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:
“Yang menyuruh mereka mengerjakan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran serta menghalalkan bagi mereka yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk serta membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka “. (QS. Al-A’raaf: 157).
Dan jika ayat-ayat al-Qur’an menyifati hari kebangkitan serta peristiwa-peristiwa yang mengerikan pada waktu itu, juga menyifati surga dan neraka serta apa yang dijanjikan Allah swt. baik bagi para wali yang berupa kenikmatan dan kelezatan, dan ancaman-Nya bagi para musuh-musuh-Nya, berupa siksa dan adzab yang sangat pedih, maka ayat-ayat tersebut memberikan kabar gembira, atau memberikan peringatan dan juga menjauhi berbagai macam kemungkaran. Selain itu, ayat-ayat tersebut juga mengajak berzuhud di dunia dan menanamkan kecintaan pada kehidupan akhirat. Juga memberikan petunjuk ke jalan Allah yang lurus dan syari’at-Nya yang benar. Ayat-ayat itu juga membersihkan berbagai gangguan syaitan terkutuk dari hati manusia.
Oleh karena itu, diriwayatkan dalam kitab Shahih al Bukhari dan Muslim hadits dari Abu Hurairah: “Tidak ada seorang pun dari para Nabi melainkan telah diberikan beberapa mu’jizat yang mana manusia mempercayai/mengimani kepada yang serupa dengannya. Sedangkan (mu’jizat) yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diwahyukan oleh Allah. Dan aku berharap menjadi nabi yang paling banyak pengikutnya pada hari kiamat kelak”. Demikian menurut lafazh dari Imam Muslim.
Sabda beliau, “Sedangkan yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diwahyukan oleh Allah.” Maksudnya, bahwa yang dikhususkan kepada beliau di antara para nabi yang lainnya adalah al-Qur’an, yang tidak mungkin ada umat manusia yang mampu menandinginya, berbeda dengan kitab-kitab lainnya yang diturunkan Allah, karena bukan mukjizat menurut banyak ulama. Wallahu a’lam.
Firman-Nya: fattaqun naaral latii waquuduHan naasu wal hijaaratu u-‘iddat lil kaafiriina (“Maka peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.”)
“alwaquud” yaitu apa yang dicampakkan ke dalam neraka untuk menyalakan apinya seperti kayu bakar dan yang lainnya. Hal yang sama juga difirmankan-Nya: “Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu bakar bagi neraka jahanam.” (al-Jin: 15)
Maksud kata “waquud” pada ayat di atas adalah batu api [belerang] yang besar dan berwarna hitam, sangat keras dan berbau busuk, yaitu sebuah batu yang paling panas jika membara. Semoga Allah melindungi kita darinya.
Sedangkan firman-Nya: u-‘iddat lil kaafiriin; yang lebih jelas adalah dhamir (kata ganti) pada kata “u-‘iddat” bahan bakarnya berasal dari manusia dan batu, bisa pula kembali kepada batu. Sebagaimana dikatakan Ibnu Mas’ud. Dan tidak ada pertentangan makna antara kedua pendapat di atas, karena keduanya saling berkaitan. berarti disediakan dan dipersiapkan, bagi orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.
u-‘iddat lil kaafiriin; menurut Ibnu Ishak, dari Muhammad, dari Ikrimah atau Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, yakni bagi orang yang berada dalam kekufuran seperti yang kalian lakukan.
Banyak Imam Ahli Sunnah yang menjadikan ayat ini sebaai dalil bahwa neraka itu sudah ada sekarang ini, berdasarkan Firman-Nya: u-‘iddat; artinya disediakan dan disiapkan. Banyak juga hadits-hadits yang menunjukkan hal ini, antara lain:
“Api neraka pernah minta izin kepada Rabb-nya. la berujar: `Ya Rabb-ku, sebagian kami memakan sebagian lainnya.” Lalu Rabb-nya memberikan izin kepadanya dengan dua jiwa. Satu jiwa pada musim dingin dan satu jiwa lagi pada musim panas”. Diriwayatkan oleh lima perawi (Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Ibnu Mas’ud juga pernah memberitahukan sebuah hadits, Kami pernah mendengar suara sesuatu yang jatuh, lalu kami pun bertanya: “Apa itu?” Maka Rasulullah bersabda: “Itu adalah batu yang dilontarkan dari tepi Neraka Jahanam sejak tujuh puluh tahun lalu dan sekarang telah sampai di dasarnya.” (HR. Muslim)
Demikian juga hadits shalat gerhana, malam Isra’, dan hadits-hadits mutawatir lainnya yang berkenaan dengan makna ini.
Namun golongan Mu’tazilah karena kebodohan mereka dalam hal ini telah berbeda paham, dan al-Qadhi Mundzir bin Said al-Baluthi, seorang hakim Andalus, juga berpaham sama seperti mereka.


EmoticonEmoticon